Senin, 12 Agustus 2013

KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL SYURIYAH NU WILAYAH JAWA TIMUR DI PP ZAINUL HASAN GENGGONG KRAKSAAN TGL 27 S/D 29 JULI 1984



Mas’alah :
Kalau ada kapal yang punya anak seratus orang muslimin ditugaskan berlaya selama sebelas bulan misalnya. Apakah mereka wajib iqomatul jum’ah di dalam kapal tersebut ? apakah sah ?
Jawab :
Tidak wajib iqomatu jum’ah. Dan apabila melaksanakannya tidak sah dan tidak khilaf (perbedaan pendapat) di antara Imam Madzhab empat.

Dasar pengambilan :
1.      AL Mizan Al Kubro I

ومن ذلك قول الشافعي لا تصحّ الجمعة إلا فى أبنية يستوطنها من تنعقد بهم الجمعة مع قول بعضهم لا تصحّ الجمعة إلاّ فى قرية اتّصلت بيوتها ولها مسجد وسوق مع قول أبى حنيفة إنّّ جمعة لا تصحّ إلاّ فى مصر لهم سلطان.

Terjemah :
Termasuk hal tersebut adalah pendapat Imam Syafi’i yaitu : tidak sah jum’atan kecuali bagi orang yang menetap (berumah tangga) pada suatu bangunan dan dianggap sah mereka untuk memenuhi syarat jum’ah. Juga pendapat sebagaian ulama’ yaitu : tidak sah jum’atan kecuali dala suatu desa yang rumahnya berdekatan dan ada masjid, dan pasar di desa itu. Juga pendapat Abu Hanifah yang mengatakan : seseungguhnya jum’atan tidak sah kecuali di suatu kota yang punya kepala negara.

2.      Hamisy Al Qulyuby I / 672

ولو لم يلازمه أبدا بأن انتقلوا عنه فى الشتاء أو غيره فلا جمعة عليهم جزما ولا تصحّ منهم فى موضعهم.

Terjemah :
Meskipun mereka tidak menetap selamanya, seperti halnya, mereka berpindah dari tempatnya pada waktu musim hujan atau lainnya, maka bagi mereka tidak wajib jum’atan, dan tidak sah mereka melakukan jum’atan di tempat mereka.

3.      Adalah Dien Wal Haj 58

اجتمعت الأئمة على أنّ المسافر لا تجب عليه الجمعة إلاّ إذا نوى الإقامة أربعة أياّم تامّة، وإنّها لا تصحّ إلاّ فى دار الإقامة، وعلى ذلك فلا تصحّ صلاة الجمعة فى الباخرة ولا فى غرفة لأنّهما ليسا بدار الإقامة.

Terjemah :
Telah sepakat beberapa Imam bahwa, musafir (orang yang bepergian) tidak wajib baginya jum’atan. Kecuali bila ia niat bermukim selama empat hari penuh. Dan jum’atannya juga tidak sah, kecuali di daerah pemukiman. Dengan demikian tidak sah jum’atan dilakukan di kapal laut dan di kamar-kamaran, karena keduanya bukan termasuk bagian dari desa pemukiman.

Mas’alah :
Masih hidupkah Nabi Khidlir itu ? dan bagaimana orang yang mengaku bertemu dengan Nabi Khidlir ? padahal di dalam Al Qur’an ada ayat :

وما جعلنا لبشر من فلبك الخلد
Jawab :

Tentang masih hidup dan matinya Nabi Khidlir AS terdapat perbedaan pendapat, akan tetapi kebanyakanUlama’ menyatakan masih hidup. Adapun kemungkinan bertemu dengan Nabi Khidlir AS itu bisa saja terjadi.

Dasar pengambilan :
1.      Tafsir Al Khozin III / 209

واختلف العلماء فى أنّ الخضر، أحيّ أم ميّت، وقيل إنّه حيّ وهو قول الأكثرين من العلماء، وهو متفق عليه عند مشايخ الصوفية وأهل الصلاح والمعرفة. والحكاية فى رؤيته والإجتماع به و وجوده فى المواضع الشريفة و مواطن الخير أكثر من أن تحصى.

Terjemah :
Terjadi perselisihan di antar para Ulama’ apakah Nabi Khidlir masih hidup atau sudah mati ? dikatakan bahwa Nabi Khidlir masih hidup dan itu perkataan / pendapat kebanyakan para Ulama’. Dan itu merupakan kesepakatan bagi para guru-guru sufi (ahli tasawuf) dan ahli kebaikan serta ahli ma’rifat. Dan juga cerita tentang terlihatnya Nabi Khidlir dan berkumpulnya. Dan masih nampak pada tempat-tempat yang mulya dan tempat-tempat baik yang banyak tidak terhitung.

2.      Tafsir Munir II / 370

(وما جعلنا لبشر من قبلك الخلد) البقاء فى الدنيا (أفإن مُتّ) يا أشرف الخلق (فهم خالدون) فى الدنيا أي إن مُتّ أنت يا خاطم الرسل أفى يبقى هؤلاء حتّى سيموت بموتك. ومثاله ما فى الصاوى ج 1 ص.
Terjemah :
Dan saya tidak menjadikan manusia sebelum kamu (Muhammad) yang kekal di dunia, adakalanya kamu mati, wahai lebih mulya makhluk, mereka adalah kekal di dunia, artinya : jika kamu mati wahai Rasul terakhir apakah mereka kekal ? sampai mau mati dengan matimu.


Mas’alah :
Bagaimanakah hukumnya laki-laki yang memakai sarung tenun yang seratus persen terdiri dari benang sutera. Dan bagaimana pula sarung lelaki tetapi dipakai oleh wanita. Apakah tidak termasuk tasyabuh bir rijal (menyerupai orang laki-laki) ?

Jawab :
Orang laki-laki memakai sarung tenun (harir) seratus persen hukumnya haram. Orang perempuan memakai sarung laki-laki tidak sebaliknya, jika di daerah yang biasanya tidak khusus bagi laki-laki atau perempuan dan tidak sampai berlagak laki-laki atau perempuan. Tidak haram.

Dasar pengambilan :
1.      Mughni Al Muhtaj I / 206

(فصل) يجكم على الرجل استعمال الحرير بفراش وغيره إلى عن قال: ويحرم المركّب من إبريسم وغيره إن زاد ذلك الإبريسم، ويحلّ عكسه، وكذا إن استوايا فى الأصحّ.

Terjemah :
(fasal) Haram bagi laki-laki memaki sutera harir untuk alas atau selainnya … s/d … haram campuran sutera ibrosim dan lainnya jika sutera ibrolsim lebih banyak, jika sebaliknya (sutera ibrosim lebih sedikit) maka boleh. Begitu juga boleh bila sama menurut yang ashoh.

2.      Fathu Al Wahab I / 82

حرم على الرجل استعمال حرير ولو قزّا

Terjemah :
Haram bagi lelaki memakai sutera harir meskipun berupa sutera quz

3.      Fathu Al Bari XII / 452

فأمّا هيئة اللباس فتختلف باختلاف عادة كلّ ولد، فربّ قوم لا يفترق زيّ نسائهم من رجالهم فى اللبس لكن تمتاز النساء بالإحتجاب والإستتار.

Terjemah :
Adapun kondisi / tingkah pakaian berbeda dengan berbedanya kebiasaan setiap negara. Dan banyak sekali orang yang tidak membedakan pakaian / hiasan perempuan dari laki-lakinya dalam berpakaian, tetapi para wanita sama dibedakan dengan cara menutup atau bersembunyi.


Mas’alah :
Al Ismu Al A’dzom yang sengaja ditulis dengan kalam ajam (selain arab) di dinding-dinding masjid, mushola, kain-kain taplak meja, sapu tangan, dan keset-keset kaki. Bagaimana hukumnya ? demikian pula plastik dan pembungkus-pembungkus makanan yang bertuliskan lafadz Al Jalalah. Apakah hal semacam itu termasuk menulis lafadz Al Jalalah tidak pada tempatnya ? dan bagaimana hukumnya ?

Jawab :
Al Ismu Al A’dzom yang ditulis dengan kalam ajam (Al Khotul ajam) di dinding-dinding masjid, kain-kain, itu boleh akan tetapi makruh, kalau mengandung unsur ihanah.

Dasar pengambilan :
1.      I’anatu Al Tholibin I / 69

(قوله: ومدّ الرّجل للمصحف ما لم يكن على مرتفع) بالرفع عطف على تمكين أيضا، أي ويحرم مدّ الرجل لما فيه من الإزدراء به. وقال فى المغنى: ويحرم الوضع على فراس أو خشب نوقش بالقرآن كما فى الأنوار (جز 1 ص: 33) أو بشيئ من أسمائه تعالى.

Terjemah :
(dan memanjangkan kaki ke arah mushaf, selama mushaf tidak berada pada tempat yang tinggi). Artinya : haram memanjangkan kaki ke arah Al Qur’an (mushaf) karena hal itu ada unsur merendahkan Al Qur’an. Dalam kitab Nughni dikatakan : haram menginjak alas (kambal) atau kayu papan yang diukir dengan Al Qur’an seperti keterangan dalam kitab Al Anwar, jilid 1 hal 33 atau diukir dengan sesuatu dari Asma, Allah SWT.

2.      Al Iqna’ I / 95

ويكره كتب القرآن على حائط ولو لمسجد وسياب وطعام ونحو ذلك ويحرم المشي على فراش أو خشب نوقش بشيئ من القرآن.

Terjemah :
Makruh menulis Al Qur’an di tembok walaupun tembok masjid, pakaian dan makanan serta sesamanya. Dan haram berjalan pada alas (lemek) atau papan yang diukir dengan sesuatu (lafadz) Al Qur’an.

3.      Ahkamu Al Fuqoha’ III / 64

Tidak ada komentar:

Posting Komentar