Sabtu, 31 Mei 2014

Benarkah Al Qur`an menyatakan Allah berada di langit atau diatas `Arsy?!

Benarkah Al Qur`an menyatakan Allah berada di langit atau diatas `Arsy?!

Jikalau sebagian kawan-kawan ketika mendakwa
bahwa Al Quran menyatakan bahwa Allah berada di
atas arsy dan atau diatas langit. Dakwaan mereka
bermula dari pemahaman tekstual terhadapi QS:
Thaahaa: 5
ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang
bersemayam di atas ‘Arsy.”
dan ayat semisalnyal, kemudian menyimpulkan
bahwa Allah berada di atas `arsy atau berada di
atas langit.

Jikalau demikian titik tolok
memahaminya, mari kita perhatikan sebagian ayat-
ayat Al Qur`an di bawah ini dan kita pahami secara
tekstual juga.

Apakah ayat-ayat berikut singkron dengan pemahaman mereka atau justru terjadi
kotradiktif:

1. QS: An Nahal: 128:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻣَﻊَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﻘَﻮﺍْ ﻭَّﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢ ﻣُّﺤْﺴِﻨُﻮﻥَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.

2. QS: Al Ankabut: 69
ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻤَﻊَ ﺍﻟْﻤُﺤْﺴِﻨِﻴﻦَ
Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.

Jika kita lihat 2 ayat di atas secara tekstual, maka akan kita pahami bahwa Allah secara Zat bersama mereka yang bertaqwa dan berbuat baik. Berarti Allah turun dari `arsy?!

3. QS: Al Hadid: 4
ﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﻓِﻲ ﺳِﺘَّﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﻳَﻠِﺞُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎﻳَﻨﺰِﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﻌْﺮُﺝُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﻣَﻌَﻜُﻢْ ﺃَﻳْﻦَ ﻣَﺎ ﻛُﻨﺘُﻢْ
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa
yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja
kamu berada.

Pada satu ayat yang sama Allah menyatakan bahwa Allah berada di atas `arsy dan di akhir ayat Allah menyatakan bahwa Allah berada bersama
hambaNya di mana saja hambaNya berada.

4. QS; Al Mujadilaah: 7
ﺃَﻟَﻢْ ﺗَﺮَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻣَﺎﻳَﻜُﻮﻥُ ﻣِﻦ ﻧَّﺠْﻮَﻯ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﺭَﺍﺑِﻌُﻬُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺧَﻤْﺴَﺔٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ
ﺳَﺎﺩِﺳُﻬُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﻣِﻦ ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺃَﻳْﻦَ ﻣَﺎﻛَﺎﻧُﻮﺍ
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang,melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di
mana pun mereka berada.

Jikalau kita pahami secara tekstual Allah adalah ke 4 diantara 3 orang dan Allah adalah yang ke 6 diantara 5 orang yang berbicara. Dan Allah bersama mereka dimana saja mereka berada.

5. QS: Al Baqarah: 186
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟَﻚَ ﻋِﺒَﺎﺩِﻱ ﻋَﻨِّﻲ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻗَﺮِﻳﺐٌ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.

6. QS: Qaaf: 16
ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺣَﺒْﻞِ ﺍﻟْﻮَﺭِﻳﺪِ
Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,

7. QS: Al Waqi`ah: 85
ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻨﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻜِﻦ ﻟَّﺎ ﺗُﺒْﺼِﺮُﻭﻥَ
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu.
Tetapi kamu tidak melihat,
Jikalau kita pahami secara tekstual 3 ayat di atas, maka Allah sangat dekat sekali dengan kita, bagaimana mungkin berada di atas `arsy yang jauh dari kita, bahkan kita tidak tahu `arsy itu sendiri
dimana. Langit itu sendiri entah dimana, yang jelas
nun jauh lebih jauh dari pandangan mata kita!

8. QS:Al An`am: 3
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ
Dan Dialah Allah, baik di langit maupun di bumi;

9. QS: Al Zukhruf: 84
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀ ﺇِﻟَﻪٌ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺇِﻟَﻪٌ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﻜِﻴﻢُ
ﺍﻟْﻌَﻠِﻴﻢُ
Dan Dia-lah Tuhan di langit dan Tuhan di bumi dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Bukankah dua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah ada di langit dan di bumi, bukan hanya di langit saja atau di atas `arsy!

10. QS: Al `Alaq: 19
ﻛَﻠَّﺎ ﻟَﺎ ﺗُﻄِﻌْﻪُ ﻭَﺍﺳْﺠُﺪْ ﻭَﺍﻗْﺘَﺮِﺏْ
Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan),
Bukankah Allah menyuruh kita bersujud kemudian mendekat kepada Nya?! Apakah mungkin kita disuruh sujud dan disuruh mendekat sementara Allah jauh di atas arsy atau di atas langit?!

11. QS: Maryam: 52
ﻭَﻧَﺎﺩَﻳْﻨَﺎﻩُ ﻣِﻦ ﺟَﺎﻧِﺐِ ﺍﻟﻄُّﻮﺭِ ﺍﻟْﺄَﻳْﻤَﻦِ
Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur

12. QS: Al Qashash: 30
ﻧُﻮﺩِﻱ ﻣِﻦ ﺷَﺎﻃِﺊِ ﺍﻟْﻮَﺍﺩِﻱ ﺍﻟْﺄَﻳْﻤَﻦِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒُﻘْﻌَﺔِ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻛَﺔِ ﻣِﻦَﺍﻟﺸَّﺠَﺮَﺓِ ﺃَﻥ ﻳَﺎ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻧَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ
Diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan
semesta alam, Pada dua ayat di atas dari mana kah Allah menyeru Nabi Musa?! Apakah Allah menyeru dari langit atau
dari aats `arsy?!

13. QS: Al Baqarah: 115
ﻓَﺄَﻳْﻨَﻤَﺎ ﺗُﻮَﻟُّﻮﺍْ ﻓَﺜَﻢَّ ﻭَﺟْﻪُ ﺍﻟﻠّﻪِ
Maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Kemanapun kita menghadap, ada Allah, kita mendapatiNya selalu, bukan hanya saat
menengadahkan tangan ke langit!

14. QS: Al Ra`d: 2
ﺍﻟﻠّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺭَﻓَﻊَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋَﻤَﺪٍ ﺗَﺮَﻭْﻧَﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ ﻋَﻠَﻰﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﻭَﺳَﺨَّﺮَ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲَ ﻭَﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan.
Di ayat ini baru dijelaskan bahwa Allah berada diatas arsy.

Kesimpulan Jikalau ayat-ayat diatas dipahami keseluruhan
secara tekstual, maka akan kita pahami bahwa kebanyakan ayat justru menjelaskan Allah berada di bawah, di alam ini, bukan berada di atas langit
atau di atas `arsy. Meskipun sebagiannya tetap menegaskan Allah berada di langit. Ini artinya secara sekilas nampak kotradiktif tentang tempat keberadaan Allah sesungguhnya.

Saya yakin sahabat-sahabat saya tidak akan mengambil
sebagian ayat al Qur`an dan mengabaikan sebagian yang lain.
Karena ini bukan ciri-ciri
seorang muslim yang baik, apalagi dikatakan sebagai manhaj salaf!

Saya juga yakin, bahwa kita tidak akan mengambil makna secara zahirnya (makna yang langsung di pahami dari lafaz), karena akan menyebabkan kita
menyatakan Allah berada pada beberapa tempat yang disebutkan oleh ayat.

Berarti tidak ada jalan lain selain;
1. Tafwidl (takwil ijmaly/global), mengimani bahwa
apa yang disampaikan oleh Allah dan Rasul Saw adalah haq, makna yang mereka maksudkan adalah haq, dan kita tidak memaksa diri untuk
mengetahuinya secara rinci, namun kita mesti menafikan makna yang dipahami secara langsungdari tekstual.

2. Takwil tafshily (takwil secara rinci), memahami setiap nash yang bermakna ambigu untuk Al Khaliq dan makhluq, dengan makna yang sesuai dengan bahasa arab dan sifat yang layak bagi Allah. Karena setiap nama berasal dari bahasa atau
langsung dari syariat.
Tentu saja kita tidak akan melakukan takwil kepada
sebagian ayat dan menghalangi sebagian ayat
sesuai dengan kehendak kita.

Menurut Ibnu Al Jauzy di dalam kitab Daf`u Syubhatu Al Tasybih, kesalahan kelompok
musyabihhah dan mujassimah dalam memahami sifat khabariyah, seperti tentang istiwa` ,
disebabkan karena;
1. Mereka menamakan khabar-khabar dengan khabar sifat, padahal realitanya hanyalah sebagai idhafat (penyandaran).
Secara kaidah dijelaskan
bahwa tidak semua idhafah bermakna sifat.
Perhatikanlah Allah berfirman :
ﻭﻧﻔﺨﺖ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺭﻭﺣﻰ
“Aku meniupkan kepadanya ruhKu”
Di sini jelas bahwa ada idhafah Allah dengan ruh.

Akan tetapi tidak ada yang mengatakan bahwa Allah memiliki sifat ruh.

2. Mereka menyatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan adalah hadits mutasyabihat, yang tidak diketahui makna dan maksudnya kecuali oleh Allah.

Namun kemudian mereka menafsirkannya dengan makna yang zhahir! Sangat mengherankan sekali, hal yang tidak diketahui kecuali oleh Allah, akan tetapi zhahir bagi mereka!

Bukankah makna zhahir dari kalimat ﺍﺳﺘﻮﺍﺀ (bersemayam) kecuali bermakna ﺍﻟﻘﻌﻮﺩ (duduk) ?! dan kalimat ﺍﻟﻨﺰﻭﻝ
(turun) tidak dipahami, kecuali bermakna ﺍﻻﻧﺘﻘﺎﻝ (perpindahan) ?!

3. Mereka kemudian menetapkan berbagai sifat
bagi Allah, sedangkan sifat yang layak bagi Allah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil yang layak untuk Zat Allah, yang bersifat qath`iy.

4. Di dalam masalah istbat (mentapkan sifat), mereka tidak bisa membedakan, bahwa khabar ada yang bersifat khabar masyhur seperti:
ﻳﻨﺰﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺍﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ
Allah turun ke langit dunia
Dan ada khabar yang tidak sahih, seperti: hadits
ﺭﺃﻳﺖ ﺭﺑﻰ ﻓﻰ ﺃﺣﺴﻦ ﺻﻮﺭﺓ .
Aku melihat Tuhanku pada sebaik-baik bentuk.

Akan tetapi mereka justru menetapkan sifat bagi Allah dengan hadits masyhur dan hadits yang tidak sahih ini!

5. Mereka tidak bisa membedakan antara hadits
yang marfu` (bersambungan sanad) kepada Rasul Saw., dan hadits yang mauquf (terputus sanad hanya sampai) kepada sahabat dan tabi`in, namun
mereka menetapkan sifat dengan kedua hadits tersebut.

6. Mereka mentakwil sebagian lafaz pada tempat-tempat tertentu, seperti hadits:
ﻭﻣﻦ ﺃﺗﺎﻧﻰ ﻳﻤﺸﻰ ﺍﺗﻴﺘﻪ ﻫﺮﻭﻟﺔ
Dan barangsiapa yang mendatangi Ku dengan
berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari.

Mereka mengatakan bahwa hadits ini adalah untuk
menunjukkan makna Allah memberikan nikmat.

Anehnya mereka tidak melakukan takwil pada
tempat yang lain?!

7. Mereka memahami hadits-hadits berdasarkan pemahaman indrawi, oleh karena itu mereka berani
mengatakan: “Allah turun dengan zatNya dan berpindah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain”, kemudian mereka mengatakan “bukan
sebagaimana yang difikirkan!”

Mereka justru sudah
duluan memikirkan dan membuat bingung orang-
orang yang mendengar pernyataan mereka serta
melumpuhkan indra dan akal mereka. Wollohu 'alamu bisshowab.

ahlusunnah- Indonesia NU (Nahdhatul ulama ) MENOLAK SYIAH

ahlusunnah- Indonesia NU (Nahdhatul ulama ) MENOLAK SYIAH
 
NU MENOLAK SYIAH (SYIAH SESAT)

 Sejak didirikan pertama kali pada 31 Januari 1926, NU melalui pendirinya Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari mengeluarkan rambu-rambu peringatan terhadap paham Syi’ah ini. Peringatan tersebut dikeluarkan agar warga NU ke depan hati-hati menyikapi fenomena perpecahan akidah.
Meski pada masa itu aliran Syi’ah belum sepopuler sekarang, akan tetapi Hasyim Asya’ari memberi peringatan kesesatan Syi’ah melalui berbagai karyanya.

Antara lain; “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, “Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah,al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin” dan “al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan”.Hasyim Asy’ari, dalam kitabnya “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’” memberi peringatan kepada warga nahdliyyin agar tidak mengikuti paham Syi’ah.Menurutnya, madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah bukan madzhab sah. Madzhab yang sah untuk diikuti adalah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.Beliau mengatakan: “Di zaman akhir ini tidak ada madzhab yang memenuhi persyaratan kecuali madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Adapun madzhab yang lain seperti madzhab Syi’ah Imamiyyah dan Syi’ah Zaidiyyah adalah ahli bid’ah. Sehingga pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti” (Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, halaman 9).Syeikh Hasyim Asy’ari mengemukakan alasan mengapa Syi’ah Imamiyyah dan Zaidiyyah termasuk ahli bid’ah yang tidak sah untuk diikuti.

Dalam kitab Muqaddimah Qanun Asasi halaman 7 mengecam golongan Syi’ah yang mencaci bahkan mengkafirkan sahabat Nabi SAW.Mengutip hadis yang ditulis Ibnu Hajar dalam Al-Shawa’iq al-Muhriqah, Syeikh Hasyim Asy’ari menghimbau agar para ulama’ yang memiliki ilmu untuk meluruskan penyimpangan golongan yang mencaci sahabat Nabi SAW itu.Hadis Nabi SAW yang dikuti itu adalah: “Apabila telah Nampak fitnah dan bid’ah pencacian terhadap sahabatku, maka bagi orang alim harus menampakkan ilmunya. Apabila orang alim tersebut tidak melakukan hal tersebut (menggunakan ilmu untuk meluruskan golongan yang mencaci sahabat) maka baginya laknat Allah, para malaikat dan laknat seluruh manusia”.

Peringatan untuk membentengi akidah umat itu diulangi lagi oleh Syeikh Hasyim dalam pidatonya dalam muktamar pertama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’, bahwa madzhab yang sah adalah empat madzhab tersebut, warga NU agar berhati-hati menghadapi perkembangan aliran-aliran di luar madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah tersebut.Dalam Qanun Asasi itu, Syeikh Hasyim Asy’ari menilai fenomena Syi’ah merupakan fitnah agama yang tidak saja patut diwaspadai, tapi harus diluruskan.

Pelurusan akidah itu menurut beliau adalah tugas orang berilmu, jika ulama’ diam tidak meluruskan akidah, maka mereka dilaknat Allah SWT.Kitab “Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’” sendiri merupakan kitab yang ditulis oleh Syeikh Hasyim Asy’ari, berisi pedoman-pedoman utama dalam menjalankan amanah keorganisasian Nahdlatul Ulama. Peraturan dan tata tertib Jam’iyyah mesti semuanya mengacu kepada kitab tersebut.Jika Syeikh Hasyim Asy’ari mengangkat isu-isu kesesatan Syi’ah dalam “Muqaddimah Qanun Asasi”, itu berarti persoalan kontroversi Syi’ah dinilai Syeikh Hasyim sebagai persoalan sangat penting untuk diketahui umat Islam Indonesia. Artinya, persoalan Syi’ah menjadi agenda setiap generasi Nahdliyyin untuk diselesaikan sesuai dengan pedoman dalam kitab tersebut.Sikap tegas juga ditunjukkan Syeikh Hasyim dalam karyanya yang lain. Antara lain dalam “Risalah Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah” dan “al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin” dan “al-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqrab wa al-Akhwan”, di mana cacian Syi’ah dijawab dengan tuntas oleh Syeikh Hasyim dengan mengutip hadis-hadis Nabi SAW tentang laknat bagi orang yang mencaci sahabatnya.Hampir setiap halaman dalam kitab “al-Tibyan” tersebut berisi kutipan-kutipan pendapat parra ulama salaf salih tentang keutamaan sahabat dan laknat bagi orang yang mencelanya.

Diantara ulama’ yang banyak dikutip adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Qadli Iyyadl.Hadis-hadis Nabi SAW yang dikutip dalam dua kitab tersebut antara lain berbunyi:”Janganlah kau menyakiti aku dengan cara menyakiti ‘Aisyah”. “Janganlah kamu caci maki sahabatku. Siapa yang mencaci sahabat mereka, maka dia akan mendapat laknat Allah SAW, para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima semua amalnya, baik yang wajib maupun yang sunnah”.Pandangan yang sama pernah dilontarkan oleh KH. As’ad Syamsul ‘Arifin (alm), kyai kharismatik dari PP. Salafiyyah Syafi’iyyah Situbondo Jawa Timur pada tahun 1985. Saat itu Kyai As’ad diwawancarai Koran Surabaya Pos tentang faham Syi’ah di Jawa Timur. Kyai yang disegani oleh warga nadliyyin itu menampakkan sikap tegas, menurutnya kelompok Syi’ah ekstrem harus dihentikan di Indonesia. Agar tidak meluas gerakannya, Kyai As’ad mengimbau umat Islam Indonesia diminta meningkatkan kewaspadaannya (dikutip dari Majalah AULA no I/Tahun XVII/Januari 1996 halaman 23).

Jadi, sebenarnya sejak awal pendiri NU berpandangan bahwa paham Syi’ah telah melakukan penodaan agama. Bahkan jika mengamati butir-butir fatwa Syeikh Hasyim tersebut, penodaan Syi’ah itu telah melampau batas dan menukik jauh ke dalam keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sehingga, sejak awalnya paham Syi’ah tidak diterima di kalangan NU.

Wacana-wacan NU untuk kembali ke khittah 1926 selayaknya tidak sekedar dimaknai bercerai dengan partai politik manapun, akan tetapi yang lebih terpenting lagi adalah khittah yang telah dibangun pendiri NU dilaksanakan saat ini oleh semua elemen warga NU. Yaitu khittah kembali kepada kitab Qanun Asasi.Operasionalisasi khittah ini adalah membendung aliran sesat, seperti Syi’ah dan Ahmadiyyah. Khittah ini dapat dimaknai sebagai khittah untuk menjaga kemurnian akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, bersih dari berbagai aliran-aliran sempalan yang menodai agama Islam. Karena berdirinya jam’iyyah NU adalah untuk menyebarkan paham yang benar tentang Ahlussunnah wal Jama’ah. Memang sudah semestinya, NU bersikap tegas terhadap aliran Syi’ah.

Sidang Pleno MUI Memutuskan, Pernyataan Umar Shihab Tentang Syi’ah Tidak Mewakili MUI
Jajaran pimpinan MUI Pusat selasa lalu (10/5) mengadakan sidang pleno yang membahas tentang pernyataan salah satu ketu MUI Prof. Umar Shihab tentang Syi’ah. Sidang pleno memutuskan, pernyataan Umar Shihab yang mengatakan madzhab Syi’ah sah, bukan atas nama MUI tapi pribadi.

MUI Pusat perlu menegaskan isu untuk menjelaskan bahwa MUI tidak pernah melegalkan atau mensahkan Syi’ah sebagai madzhab di Indonesia.Seperti disiarkan oleh salah satu website Syi’ah, http://abna.ir pada 29/4, Umar Shihab di hadapan komunitas pelajar Indonesia yang sedang menuntut ilmu di kota Qom Iran, mengatakan bahwa Syi’ah adalah madzhab sah di Indonesia. Website itu menulis judul “Ketua MUI: Syiah Itu Sah dan Benar sebagai Mazhab dalam Islam”.

Pernyataan Umar itu menurut salah satu ketua MUI merupakan kebohongan publik. Sebab tidak ada hubungannya dengan MUI. Dan MUI tidak menulis surat pelegalan Syi’ah sebagai madzhab sah.Membawa-bawa nama MUI jelas akan menyesatkan. Sebab MUI secara resmi tidak pernah mengeluarkan pernyataan bahwa Syi’ah itu madzhab yang sah di Indonesia. MUI tetap berpedoman kepada kriteria yang jelas tentang aliran yang dianggap menyimpang.Dalam sidang itu ditegaskan lagi, bahwa MUI tetap  konsisten dengan fatwa tahun 1984 tentang perbedaan pokok dan rambu kewaspadaan umat Islam terhadap keberadaan Syi’ah.

Selain itu dalam menentukan aliran sesat, MUI Pusat berpedoman kepada 10 butir kriteria tentang aliran yang dinilia sesat, yang telah disiarkan pada 2005. Sesungguhnya, aliran Syi’ah sudah masuk kriteria tersebut. Seperti tentang rukun iman, konsep imamah, dan kesucian al-Qur’an. Konsep fundamental ini berbeda dengan apa yang dipahami dalam Islam.Sebelumnya, protes terhadap pernyataan Umar Shihab dilontarkan oleh Ust. Ahmad bin Zein al-Kaff, ketua bidang organisasi Yayasan al-Bayyinat Surabaya. Ust. Ahmad meminta MUI memberi peringatan kepada Umar Shihab.Menurut Ustadz Zein, apa yang dikerjakan dan disampaikan oleh Umar Shihab itu merupakan penghianatan dan penghinaan serta tidak menghargai keputusan pengurus MUI Pusat yang terdahulu.Ia menulis surat resmi atas nama Yayasan al-Bayyinat tanggal    Mei   2011. Ust Ahmad yang juga anggota PWNU Jawa Timur ini mengingatkan bahwa komentar Umar itu dapat menyulut konflik fisik antara Sunni dan Syi’i.Oleh: Kholili Hasib

Tidak hanya membantah statemen Umar Shihab tentang Syiah, Ketua Komisi Hukum dan Perundangan-undangan MUI Pusat, Prof. Baharun juga mempertanyakan klaim yang dibuat Umar Shihab bahwa dunia Islam menerima Syiah. “Dunia Islam yang mana?” Tanya Prof. Baharun yang disampaikan kepada Eramuslim.com, Selasa, (3/01/2012).Menurut Prof. Baharun, klaim Umar Shihab terlalu dibuat-buat. Nyatanya, di belahan dunia Islam manapun mereka sepakat menolak Syiah. “Di Mesir, Syiah dilarang. Di Malaysia, membuat Yayasan Syiah pun tidak boleh. Di Brunei, sejak awal Syiah diharamkan. Di Bahrain, Syiah memberontak. Di Saudi, jangan tanya, lebih-lebih lagi. Jadi jika Umar Shihab menyatakan dunia Islam menerima Syiah, dunia Islam yang mana?” kembali tanya Doktor lulusan IAIN Sunan Ampel ini.

Oleh karena itu, Prof. Baharun berpesan jangan ada kebohongan demi melegalkan Syiah di Indonesia. Cara-cara memutar -balikkan fakta tidak boleh digunakan seorang muslim. Sebab berbicara Syiah bukan lagi perkara yang sepele, permasalahan Syiah sudah masuk ranah akidah. “Jadi, jangan dustai umat muslim,” pintanya.Jika di belahan dunia Islam sepakat menolak Syiah, lantas mengapa ajaran yang kerap mengkafirkan sahabat Nabi ini justru berkembang di Indonesia? Tidak lain karena kelihaian kelompok Syiah dalam memanfaatkan momentum reformasi. Momentum reformasi yang membolehkan segalanya atas dalih Hak Asasi Manusia menjadi alat penetrasi Syiah untuk masuk Indonesia.“Di kita kan serba boleh, jangankan membawa agama lain, membuat agama baru juga boleh atas nama hak asasi manusia,” imbuh Prof. Baharun mengkritik reformasi.

Renungan kepada syiah yang melaknati istri nabi

Renungan kepada syiah yang melaknati istri nabi

Allah SWT berfirman:
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka”. (QS. Al Ahzab: 6)

Orang-orang yg berpendapat bahwa SayyidatunaAisyah adalah seorang yg patut dilaknat. Apakah mereka tidak membaca ayat al Quran di atas? atau mereka akan mengatakan bahwa ayat Al QUran adalah dusta? apakah Aisyah bukan istri nabi? Allah yang dusta, atau mereka yang dusta?
Allah mengatakan di dalam Firman Al Quran: “dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka ( ummul mukminin)” maka barangsiapa yang tidak mengakui istri nabi sebagai ibu bagi kaum mukminin berarti dia bukan termasuk dari kaum mukminin .

Al Quran adalah Kalamullah, Al Quran tidak bisa diganggu gugat dan dikritisi kebenarannya barangsiapa yang ragu akan kebenaran Al Quran atau mendustakannya maka dia kafir.
Jika Nabi menyukai dan mencintai Aisyah bahkan menjadikannya Istri bahkan Allah pun menyebutnya demikian didalam AL quran, lalu kenapa ada sekelompok orang yang mengaku sebagai umat Nabi yang justru menghina, menjelek-jelekan dan mengutuknya. Inilah orang-orang zindiq  yang ingin menghancurkan ISlam dari dalam bagai serigala berbulu domba.

Seorang Muslim Harus mencintai Nabi. Bukti cinta kepada Nabi adalah mencintai apa-apa yang dicintai Nabi. Aisyah adalah Istri Nabi dan Ummul Mukminin (Ibunya Kaum Muslimin)

http://www.radiodakwahmustofa.com/index.php/arsip-artikel/57-desember-2011/342-renungan-buat-syiah.html
 
————-
Hati-hati dengan kesesatan aqidah syi’ah!
Dengan menggunakan kisah-kisah dan musibah yang menimpa ahlubait, mereka menyembunyikan kesesatan aqidah mereka….

 Hati-hati dgn agama buatan yahudi-majusi iran ini…..yang hakikatnya mereka “tidak mau” diperintah oleh muslim yang bukan keturunan majusi – parsia.

Versi bekas tokoh ulama Syi’ah Iran~Al ‘Allama Ismail Alu Ishaq Al-Khaouainy.
1. Membunuh Umar dengan “menyewa” jasa Abu Lu`lu—yang asli klan Irani Al-Majusy.
2. Membunuh Usman d Ibu kota Islam Medina dengan alibi chaos theory. sekelompok orang Kufa yang kala itu menggusur “Istana” kekhilafahan berjumlah sekitar 470 militan.
3. Membunuh Imam Ali ra, melalui perantara Ibn Muljam dari kota Kufa keturunan asli Iran.
4. Membunuh Imam Hasan ra, via Istrinya Ja’dah dari Kufa berkebangsaan Persian.
5. Mengundang Imam Husein ra, ke wilayah Karbala untuk dikhianati lalu kemudian dibunuh oleh tentara Yazid.
6. Mengkhianati Imam Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib ra, sehingga terpaksa harus berperang sendirian & gugur syahid di medan laga sebagai pahlawan revolusi Islam.

wallahu a’lam

Bukti : Fatwa Para Imam dan Ulama Tentang Kesesatan Syi’ah

Bukti : Fatwa Para Imam dan Ulama Tentang Kesesatan Syi’ah

Ajaran syiah dengan amalan dan doktrin sesat mereka

Imam Syiah dan Imam Yahudi
Berikut ini kami kutipkan fatwa-fatwa para Imam dan para Ulama mengenai aliran Syi’ah. Mereka itu mengeluarkan fatwa-fatwa setelah mempelajari dan mengetahui sampai dimana kesesatan Syiah. Bahkan dari mereka itu ada yang hidup dalam satu zaman dan satu daerah dengan orang-orang Syiah. Fatwa-fatwa para Imam dan Ulama ini kami kutip dari kitab “Ushul Mazhab Asy’Syiah Al-Imamiyah Al-Its’naasyariyah” oleh Dr. Nasir bin Abdullah bin Ali Al Ghifari.
Para Imam dan para Ulama tersebut dengan tegas menghukum Kafir orang-orang Rofidhoh atau orang-orang Syiah yang suka mencaci-maki dan mengkafirkan para sahabat, serta menuduh Siti Aisyah istri Rasulullah SAW berbuat serong dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang ini sudah tidak orisinil lagi (Muharrof).

Diantara para Imam dan para Ulama yang telah mengeluarkan fatwa-fatwa tersebut adalah :
1. Imam Malik
االامام مالك
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سمعت أبا عبد الله يقول :قال مالك : الذى يشتم اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام.( الخلال / السن: ۲،٥٥٧ )
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya : Saya mendengar Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata : “Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam” ( Al Khalal / As Sunnah, 2-557 )

2. Ibnu Katsir
Ibnu Katsir berkata, dalam kaitannya dengan firman Allah surat Al Fath ayat 29, yang artinya :
“ Muhammad itu adalah Rasul (utusan Allah). Orang-orang yang bersama dengan dia (Mukminin) sangat keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka, engkau lihat mereka itu rukuk, sujud serta mengharapkan kurnia daripada Allah dan keridhaanNya. Tanda mereka itu adalah di muka mereka, karena bekas sujud. Itulah contoh (sifat) mereka dalam Taurat. Dan contoh mereka dalam Injil, ialah seperti tanaman yang mengeluarkan anaknya (yang kecil lemah), lalu bertambah kuat dan bertambah besar, lalu tegak lurus dengan batangnya, sehingga ia menakjubkan orang-orang yang menanamnya. (Begitu pula orang-orang Islam, pada mula-mulanya sedikit serta lemah, kemudian bertambah banyak dan kuat), supaya Allah memarahkan orang-orang kafir sebab mereka. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk orang-orang yang beriman dan beramal salih diantara mereka”.

Beliau berkata : Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, beliau mengambil kesimpulan bahwa golongan Rofidhoh (Syiah), yaitu orang-orang yang membenci para sahabat Nabi SAW, adalah Kafir.

Beliau berkata : “Karena mereka ini membenci para sahabat, maka dia adalah Kafir berdasarkan ayat ini”. Pendapat tersebut disepakati oleh sejumlah Ulama. (Tafsir Ibin Katsir, 4-219)

3. Imam Al Qurthubi
Imam Al Qurthubi berkata : “Sesungguhnya ucapan Imam Malik itu benar dan penafsirannya juga benar, siapapun yang menghina seorang sahabat atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan membatalkan syariat kaum Muslimin”. (Tafsir Al Qurthubi, 16-297).
4. Imam Ahmad
الامام احمد ابن حمبل
:
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سألت ابا عبد الله عمن يشتمأبا بكر وعمر وعائشة ؟  قال: ماأراه على الاسلام
.( الخلال / السنة : ۲، ٥٥٧)
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, ia berkata : “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar dan Aisyah? Jawabnya, saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam”. ( Al Khalal / As Sunnah, 2-557).

Beliau Al Khalal juga berkata : Abdul Malik bin Abdul Hamid menceritakan kepadaku, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata : “Barangsiapa mencela sahabat Nabi, maka kami khawatir dia keluar dari Islam, tanpa disadari”. (Al Khalal / As Sunnah, 2-558).
Beliau Al Khalal juga berkata :
وقال الخلال: أخبرنا عبد الله بن احمد بن حمبل قال : سألت أبى عن رجل شتم رجلا من اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم فقال : ما أراه على الاسلام(الخلال / السنة : ۲،٥٥٧)
“ Abdullah bin Ahmad bin Hambal bercerita pada kami, katanya : “Saya bertanya kepada ayahku perihal seorang yang mencela salah seorang dari sahabat Nabi SAW. Maka beliau menjawab : “Saya berpendapat ia bukan orang Islam”. (Al Khalal / As Sunnah, 2-558)

Dalam kitab AS SUNNAH karya IMAM AHMAD halaman 82, disebutkan mengenai pendapat beliau tentang golongan Rofidhoh (Syiah) :
“Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari sahabat Muhammad SAW dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya, kecuali hanya empat orang saja yang tidak mereka kafirkan, yaitu Ali, Ammar, Migdad dan Salman. Golongan Rofidhoh (Syiah) ini sama sekali bukan Islam.”

5. Imam Al-Bukhori
الامام البخارى
.
قال رحمه الله : ماأبالى صليت خلف الجهمى والرافضىأم صليت خلف اليهود والنصارى ولا يسلم عليه ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم.( خلق أفعال العباد :١٢٥)
Iman Bukhori berkata : “Bagi saya sama saja, apakah aku sholat dibelakang Imam yang beraliran JAHM atau Rofidhoh (Syiah) atau aku sholat di belakang Imam Yahudi atau Nasrani. Dan seorang Muslim tidak boleh memberi salam pada mereka, dan tidak boleh mengunjungi mereka ketika sakit juga tidak boleh kawin dengan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai saksi, begitu pula tidak makan hewan yang disembelih oleh mereka.” (Imam Bukhori / Kholgul Afail, halaman 125).

6. Al-Faryabi
الفريابى :
روى الخلال قال : أخبرنى حرب بن اسماعيل الكرمانى
قال : حدثنا موسى بن هارون بن زياد قال: سمعت الفريابى ورجل يسأله عمن شتم أبابكر
قال: كافر، قال: فيصلى عليه، قال: لا. وسألته كيف يصنع به وهو يقول لا اله الا الله،
قال: لا تمسوه بأيديكم، ارفعوه بالخشب حتى تواروه فى حفرته.
(الخلال/السنة: ۲،٥٦٦)
Al Khalal meriwayatkan, katanya : “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail Al Karmani, katanya : “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami : “Saya mendengar Al Faryaabi dan seseorang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya : “Dia kafir”. Lalu ia berkata : “Apakah orang semacam itu boleh disholatkan jenazahnya ?”. Jawabnya : “Tidak”. Dan aku bertanya pula kepadanya : “Mengenai apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh?”. Jawabnya : “Janganlah kamu sentuh jenazahnya dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu turunkan ke liang lahatnya”. (Al Khalal / As Sunnah, 6-566).

7. Ahmad bin Yunus 
Beliau berkata : “Sekiranya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang dan seorang Rofidhi (Syiah) juga menyembelih seekor binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi dan aku tidak mau makan sembelihan si Rofidhi (Syiah), sebab dia telah murtad dari Islam”. (Ash Shariim Al Maslul, halaman 570).

8. Abu Zur’ah Ar-Rozi
أبو زرعة الرازى.
اذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم فاعلم أنه زنديق، لأن مؤدى قوله الى ابطال القران والسنة.
( الكفاية : ٤٩)
Beliau berkata : “Bila anda melihat seorang merendahkan (mencela) salah seorang sahabat Rasulullah SAW, maka ketahuilah bahwa dia adalah ZINDIIG. Karena ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur’an dan As Sunnah”. (Al Kifayah, halaman 49).

9. ABDUL QODIR AL BAGHDADI Beliau berkata : “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah dan Imamiyah adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu yang telah mengkafirkan sahabat-sahabat terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak boleh di sholatkan dan tidak sah berma’mum sholat di belakang mereka”. (Al Fargu Bainal Firaq, halaman 357).

Beliau selanjutnya berkata : “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, sebab mereka menyatakan Allah bersifat Al Bada’ 10. IBNU HAZM Beliau berkata : “Salah satu pendapat golongan Syiah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah, bahwa Al-Qur’an sesungguhnya sudah diubah”.

Kemudian beliau berkata : ”Orang yang berpendapat bahwa Al-Qur’an yang ada ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan mendustakan Rasulullah SAW”. (Al Fashl, 5-40).
11. ABU HAMID AL GHOZALI Imam Ghozali berkata : “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar Rodhialloh Anhuma, maka berarti ia telah menentang dan membinasakan Ijma kaum Muslimin. Padahal tentang diri mereka (para sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”.

Kemudian kata beliau : “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para sahabat itu kafir, maka orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut Ijma’ kaum Muslimin, orang tersebut adalah kafir”. (Fadhoihul Batiniyyah, halaman 149).

12. AL QODHI IYADH
Beliau berkata : “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang Syiah yang telah berlebihan dalam keyakinan mereka, bahwa para Imam mereka lebih mulia dari pada para Nabi”.
Beliau juga berkata : “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat yang diubah atau ditambah di dalamnya, sebagaimana golongan Batiniyah (Syiah) dan Syiah Ismailiyah”. (Ar Risalah, halaman 325).

13. AL FAKHRUR ROZI Ar Rozi menyebutkan, bahwa sahabat-sahabatnya dari golongan Asyairoh mengkafirkan golongan Rofidhoh (Syiah) karena tiga alasan :
Pertama: Karena mengkafirkan para pemuka kaum Muslimin (para sahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seorang Muslimin, maka dia yang kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW, yang artinya : “Barangsiapa berkata kepada saudaranya, hai kafir, maka sesungguhnya salah seorang dari keduanya lebih patut sebagai orang kafir”.

Dengan demikian mereka (golongan Syiah) otomatis menjadi kafir.
Kedua: “Mereka telah mengkafirkan satu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang terpuji dan memperoleh kehormatan (para sahabat Nabi)”.
Ketiga: Umat Islam telah Ijma’ menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan sahabat.
(Nihaayatul Uguul, Al Warogoh, halaman 212).

14. SYAH ABDUL AZIZ DAHLAWI Sesudah mempelajari sampai tuntas mazhab Itsna Asyariyah dari sumber-sumber mereka yang terpercaya, beliau berkata : “Seseorang yang menyimak aqidah mereka yang busuk dan apa yang terkandung didalamnya, niscaya ia tahu bahwa mereka ini sama sekali tidak berhak sebagai orang Islam dan tampak jelaslah baginya kekafiran mereka”. (Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyariyah, halaman 300).

15. MUHAMMAD BIN ALI ASY SYAUKANI Perbuatan yang mereka (Syiah) lakukan mencakup empat dosa besar, masing-masing dari dosa besar ini merupakan kekafiran yang terang-terangan.
Pertama : Menentang Allah.
Kedua : Menentang Rasulullah.
Ketiga : Menentang Syariat Islam yang suci dan upaya mereka untuk melenyapkannya.
Keempat : Mengkafirkan para sahabat yang diridhoi oleh Allah, yang didalam Al-Qur’an telah dijelaskan sifat-sifatnya, bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan Kuffar, Allah SWT menjadikan golongan Kuffar sangat benci kepada mereka. Allah meridhoi mereka dan disamping telah menjadi ketetapan hukum didalam syariat Islam yang suci, bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir, sebagaimana tersebut di dalam Bukhori, Muslim dan lain-lainnya.
(Asy Syaukani, Natsrul Jauhar Ala Hadiitsi Abi Dzar, Al Warogoh, hal 15-16)

16. PARA ULAMA SEBELAH TIMUR SUNGAI JAIHUN
Al Alusi (seorang penulis tafsir) berkata : “Sebagian besar ulama disebelah timur sungai ini menyatakan kekafiran golongan Itsna Asyariyah dan menetapkan halalnya darah mereka, harta mereka dan menjadikan wanita mereka menjadi budak, sebab mereka ini mencela sahabat Nabi SAW, terutama Abu Bakar dan Umar, yang menjadi telinga dan mata Rasulullah SAW, mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, menuduh Aisyah Ummul Mukminin berbuat zina, padahal Allah sendiri menyatakan kesuciannya, melebihkan Ali r.a. dari rasul-rasul Ulul Azmi. Sebagian mereka melebihkannya dari Rasulullah SAW dan mengingkari terpeliharanya Al-Qur’an dari kekurangan dan tambahan”.
(Nahjus Salaamah, halaman 29-30).

Demikian telah kami sampaikan fatwa-fatwa dari para Imam dan para Ulama yang dengan tegas mengkafirkan golongan Syiah yang telah mencaci maki dan mengkafirkan para sahabat serta menuduh Ummul mukminin Aisyah berbuat serong, dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang ini tidak orisinil lagi (Mukharrof). Serta mendudukkan imam-imam mereka lebih tinggi (Afdhol) dari para Rasul.

Semoga fatwa-fatwa tersebut dapat membantu pembaca dalam mengambil sikap tegas terhadap golongan Syiah.

“Yaa Allah tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu benar dan jadikanlah kami sebagai pengikutnya, dan tunjukkanlah pada kami bahwa yang batil itu batil dan jadikanlah kami sebagai orang yang menjauhinya.”

Read more: http://www.sarkub.com/2012/fatwa-para-imam-dan-ulama-tentang-syiah/#ixzz29E7XOCJm

17 Perbedaan Mendasar Syi’ah Dengan Ahlussunnah

17 Perbedaan Mendasar Syi’ah Dengan Ahlussunnah

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah(Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Syafi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan?. 

Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah(Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.
Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.

Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).
Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.

Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
1. Rukun Islam
Rukun Islam Ahlussunnah kita ada 5:
Syahadatain
As-Sholah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj

Rukun Islam Syiah juga ada 5 tapi berbeda:
As-Sholah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj
Al wilayah

2. Rukun Iman
Rukun Iman Ahlussunnah ada enam:
Iman kepada Allah
Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
Iman kepada Kitab-kitab Nya
Iman kepada Rasul Nya
Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.

Rukun Iman Syiah ada 5 :
At-Tauhid
An Nubuwwah
Al Imamah
Al Adlu
Al Ma’ad
3. Syahadat

Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada, yakni: “Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”.
Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping “Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

4. Imamah 
Ahlussunnah meyakini bahwa para imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah meyakini dua belas imam-imam mereka, dan termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

5. Khulafaur Rasyidin 
Ahlussunnah mengakui kepemimpinan khulafaurrosyidin adalah sah. Mereka adalah: a) Abu Bakar, b) Umar, c) Utsman, d) Ali radhiallahu anhum
Syiah tidak mengakui kepemimpinan tiga Khalifah pertama (Abu Bakar, Umar, Utsman), karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).

6. Kemaksuman Para Imam
Ahlussunnah berpendapat khalifah (imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Mereka dapat saja berbuat salah, dosa dan lupa, karena sifat ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi. Sedangkan kalangan syiah meyakini bahwa 12 imam mereka mempunyai sifat maksum dan bebas dari dosa.

7. Para Sahabat
Ahlussunnah melarang mencaci-maki para sahabat. Sedangkan Syiah mengangggap bahwa mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

8. Sayyidah Aisyah 
Sayyidah Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah. Beliau adalah termasuk ummahatul Mu’minin. Syiah melaknat dan  mencaci maki Sayyidah Aisyah, memfitnah bahkan mengkafirkan beliau.

9. Kitab-kitab hadits
Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidz, Sunan Ibnu Majah dan Sunan An-Nasa’i. (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).

Kitab-kitab hadits Syiah hanya ada empat : a) Al Kaafi, b) Al Istibshor, c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih, dan d) Att Tahdziib. (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).

10. Al-Quran
Menurut Ahlussunnah Al-Qur’an tetap orisinil dan tidak pernah berubah atau diubah. Sedangkan syiah menganggap bahwa Al-Quran yang ada sekarang ini tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).

11. Surga
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. dan Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya. Menurut Syiah, surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

12. Raj’ah
Aqidah raj’ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah ialah besok di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.

Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah, dimana diceritakan bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain. Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali, sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri, yang berlainan dengan Imam Mahdi yang diyakini oleh Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

13. Mut’ah
Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram. Sementara Syiah sangat dianjurkan mut’ah dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.

14. Khamr 
Khamer (arak) najis menurut Ahlussunnah. Menurut Syiah, khamer itu suci.

15. Air Bekas Istinjak
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci, menurut ahlussunnah (sesuai dengan perincian yang ada). Menurut Syiah air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.

16. Sendekap
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. Menurut Syiah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri sewaktu shalat dapat membatalkan shalat. (jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah dan batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

17. Amin Sesudah Fatihah 
Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Menurut Syiah mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah dan batal shalatnya. (Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).

Demikian telah kami nukilkan beberapa perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap). Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).
Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).

Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu). Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.

Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.

Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita. Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.
 

Kamis, 29 Mei 2014

Dilema & Kelicikan Nawashib Kaum Pembenci Nabi Muhammad dan Keluarga Muhammad

Dilema & Kelicikan Nawashib
Kaum Pembenci Nabi Muhammad dan Keluarga Muhammad

Dari seorang mantan Salafi Ekstrem, 
Syaikh Hasan bin Farhan Al-Maliki di Riadh, SA.

Apa yang saya maksud dengan para pembenci keluarga Nabi Muhammad (saw), atau lebih dikenal dengan istilah "Nawashib", tentu tidak saya maksudkan Ahlussunnah. Sebab, saya termasuk salah seorang yang bermazhab Ahlussunnah.

"Nawashib" yang dimaksud di sini adalah mereka yang dapat dianggap sebagai para penyusup ke dalam tubuh Ahlussunnah. Mereka adalah para pembenci keluarga Nabi.

Mereka sungguh berada dalam dilema.

"Nawashib" adalah satu-satunya kelompok muslim yang tidak dapat memproklamirkan diri mereka sebagai kaum pembenci keluarga Nabi Muhammad (saw). Sebab, Allah (SWT) telah mematenkan penyebutan nama 'Muhammad' di dalam azan, dan nama 'Keluarga Muhammad' di dalam tasyahud!!!

Karena itu, mereka tak mampu menghapus nama 'Muhammad' dari azan. Salah seorang dari Bani Umayyah bahkan sempat berkata, "Nama suku kami tidak disebut-sebut, sedangkan putra Abi Kabsyah (maksudnya adalah Rasulullah saw) disebut-sebut dalam setiap azan sebanyak 5 kali dalam setiap hari. Adapun kami, nama suku kami, benar-benar telah terkubur dalam-dalam."

Nawashib kemudian berupaya memisahkan penyebutan nama 'Muhammad' dari 'Keluarga Muhammad'... Salah seorang dari mereka bahkan sampai ada yang memfatwakan perlunya menghindari ucapan salawat kepada keluarga Muhammad.
 
Hal ini merupakan sebuah dilema bagi Nawashib, sekaligus 'borok' serta 'cacat' pada keyakinan mereka, yang sepanjang zaman selalu mereka perlihatkan sendiri kepada khalayak umat Islam.
Nawashib adalah kaum pengecut dan munafik. Sebagian mereka ada yang kemudian menunjukkan boroknya seraya mengatakan, "Maksud dari keluarga Muhammad adalah segenap umat Islam".

Demikianlah, Ahlul Bait Nabi (saw) adalah dilema bagi para Nawashib. Ahlul Bait Nabi (saw) adalah barometer kerusakan keberagamaan mereka. Sikap mereka terhadap Ahlul Bait sepanjang sejarah menunjukkan hakikat mereka yang sesungguhnya.
Ini juga merupakan salah satu keberkahan Ahlul Bait sepanjang zaman.

Ahlul Bait Nabi (saw), salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada mereka, ibarat sebongkah batu yang menghadang Nawashib. Mereka adalah 'mimpi buruk' yang setiap saat mengganggu Nawashib.
Para Nashibi tak mampu melenyapkan penyebutan mereka, apalagi melenyapkan kecintaan terhadap mereka.
Sungguh hal ini merupakan dilema yang selalu membuat Nawashib tidak pernah stabil, selalu saja tampak kemurkaan pada wajah-wajah mereka.

Tak heran jika Anda selalu menemukan wajah para Nashibi itu bermuram durja, tampak mengalami tekanan jiwa, pendengki, cenderung takfiiri (mudah mengafirkan sesamanya).

Ini merupakan sanksi yang dipersegerakan oleh Allah (swt) terhadap mereka.
Mereka selalu tampak mengalami kondisi kejiwaan yang rumit, tertekan, jenuh, dan lelah.

Andai saja mereka mencintai keluarga Nabi Muhammad (saw) dan selalu menyegarkan ingatan mereka dengan selalu mengenang keluarga Nabi (saw), lantas mereka tak menyibukkan diri dengan segala bentuk penentangan atas riwayat-riwayat keutamaan mereka dan memurkai setiap hadis sahih yang menceritakan keutamaan keluarga Nabi (saw), niscaya mereka mengalami ketenteraman jiwa. Senyum manis pun tentunya akan selalu menghiasi wajah mereka.

*****
Rasulullah Muhammad (saw), semoga salawat serta salam senantiasa tercurah kepada beliau dan kepada keluarga sucinya, telah menerima aneka ujian Allah (SWT) agar beliau menempati suatu kedudukan yang tak tertandingi oleh siapapun di dunia ini.

Di masa hidupnya, beliau (saw) pernah menangis karena beliau mengetahui, berdasarkan informasi yang beliau terima melalui wahyu, bahwa musibah besar akan menimpa Ahlulbaitnya.

Rasulullah (saw) pun menangisi cucunya, Al-Husain ra. Rasulullah (saw) kemudian memberitahukan Ahlulbaitnya akan musibah tersebut.

Sebuah hadis, Rasulullah (saw) pernah bersabda, 
"Tidak ada seorang pun nabi yang mengalami gangguan seperti yang aku alami." 
Mengapa? Sebab gangguan itu berlangsung hingga kepada anak cucu beliau (saw) sampai hari Kiamat.

Hal serupa diungkapkan oleh Ali bin Abi Thalib (ra): 
"Suatu ketika Nabi (saw) pernah memeluk aku seraya menangis. Kutanya penyebab tangisannya. Beliau menjawab, 'Kedengkian yang terpendam di dada sejumlah kaum. Mereka tidak akan mengungkapkan kedengkian itu kecuali sepeninggalku nanti."

Riwayat di atas disebutkan melalui tujuh jalur periwayatan, antara lain yang paling populer diriwayatkan melalui Imam Ali bin Abi Thalib langsung. Sahabat lain seperti Ibn Abbas, Anas bin Malik, 'Imran bin Hushain, Abu Ubaidah Al-Azdi, Al-Abbas, Sa'd bin Ubadah, juga memperkuat kebenaran hadis di atas.

Ibn Abi Syaibah juga meriwayatkan hadis tersebut dengan redaksi yang sedikit berbeda.

Abu Ya'la, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Bazzar juga meriwayatkannya. Al-Hakim pun men-shahih-kannya. Al-Ajuri meriwayatkannya secara terputus. Abu Asy-Syeikh, Ibn 'Asakir dan masih banyak lagi perawi lain juga meriwayatkannya.

Ketika saya katakan bahwa hadis tersebut "shahih" artinya shahih secara sanad (rantai periwayatan) dan didukung oleh sejumlah penguat.

Hadis Nabi (saw) tentang pembantaian cucunya Al-Husain di Karbala, adalah hadis yang diriwayatkan melalui sejumlah jalur periwayatan yang cukup banyak. Diriwayatkan misalnya oleh Umm Salamah, Ali bin Abi Thalib, Ibn 'Abbas dan perawi lainnya. Mata rantai periwayatan hadis tersebut adalah bernilai "shahih" bahkan di-shahih-kan oleh Nasiruddin Al-Albani, meski ia dikenal sangat fanatik.
 
Hadis tersebut diriwayatkan dengan berbagai redaksi yang cukup banyak. Pada intinya hadis tersebut mengisahkan bahwa suatu saat Jibril (as) turun menemui Rasulullah (saw) untuk mengabarkan bahwa kelak cucunya akan dibantai di Karbala. Mendengar kabar tsb, Rasulullah (saw) pun langsung menangis.

Nabi (saw) juga telah mengetahui bahwa "manusia yang paling celaka" akan membunuh saudara sepupu sekaligus menantunya, Imam Ali bin Abi Thalib (ra).

Kesimpulannya, Nabi (saw) telah mengetahui keniscayaan sejumlah musibah besar yang akan menimpa Ahlul Baitnya sepeninggalnya.

Ujian yang dialami Rasulullah (saw) adalah sama dengan ujian yang dialami para nabi sebelumnya. Nabi Ya'qub (as) misalnya, kehilangan putranya Yusuf (as). Nabi Zakariya (as) dan putranya Nabi Yahya (as), disembelih oleh musuh-musuh Allah di zamannya.

Para Nabi adalah hamba-hamba Allah (SWT) yang paling besar ujiannya. Mereka sungguh telah mempersembahkan nyawa serta segenap jiwa mereka kepada Allah (SWT).
Allah (SWT) menguji mereka untuk meninggikan kedudukan mereka, memberi mereka ganjaran tiada tara sesuai kadar derita dan pengorbanan mereka.

Ini adalah sunnatullah atas manusia di alam dunia. Setiap hamba yang teraniaya pasti memiliki tempat yang agung di surga, yg tidak dapat diraih kecuali dengan ujian berat yang dialaminya serta yg dialami oleh sanak famili terdekatnya. Sebaliknya, setiap pelaku kezaliman memiliki tempatnya tersendiri di neraka yang tak dapat diraih kecuali melalui perbuatan zalim mereka itu.

Filosofi "Sunnatullah" terkait permasalahan yg sedang kita bahas ini, tidak dipahami oleh para Nawashib. Mereka mengira bahwa siapa saja yang telah dibunuh, maka ia memang pantas dibunuh dan Allah meridhai pembunuhan atasnya itu.

Mereka melupakan peristiwa terbunuhnya Nabi Zakariyya dan Nabi Yahya (as). Apakah mereka pantas dibunuh?? Tentu tidak!!

Para Nawashib sejati takkan pernah Allah beri mereka petunjuk. Mengapa? Sebab, kecintaan kepada kerabat terdekat adalah suatu kecenderungan fitrah yang harusnya terkandung di dalam setiap jiwa manusia sehingga, tentunya siapapun takkan pernah menginginkan atau merelakan putranya dibunuh.

Apabila salah seorang dari mereka misalnya berpikir, "Akankah seseorang yang mencintaiku kemudian membunuh manusia yang paling aku cintai sepeninggalku? Membunuh seseorang yang merupakan kerabat terdekatku yang menegakkan ajaranku, metode pendidikanku, serta agama yg kubawa..?? Tentu Tidak!! Dengan demikian, mereka telah menyalahi kesucian fitrah.

Rasulullah Muhammad beserta keluarga sucinya, Ahlul Baitnya, telah Allah (SWT) uji dengan sekelompok kaum yang merasa terpuaskan apabila telah menganiaya, menzalimi mereka.

Karena itu, dapat kita saksikan dalam sejumlah karya tulis mereka, sebagian Nawashib tak segan-segan mengekspresikan kebahagiaan mereka, kepuasan mereka, atas setiap apa saja yang telah menimpa keluarga suci Rasulullah (saw), padahal dalam tasyahud, para Nawashib itu mau tak mau tetap membacakan shalawat kepada keluarga suci Rasulullah (saw)..!!

Ini merupakan bentuk lain kemunafikan!!!

*****

Kebencian terhadap Ahlul Bait mulia Rasulullah (saw) semacam ini, tak mungkin dapat muncul kecuali melalui sebuah pengaruh kuat "budaya setan" yang selalu menunjukkan penentangan terhadap keutamaan-keutamaan Rasulullah (saw) dan keluarga sucinya dan yang selalu berlebih-lebihan dalam menunjukkan sikap permusuhan. Kebencian setani ini kemudian mengisi pikiran, perasaan dan hati para Nawashib dengan sejumlah informasi palsu, dusta, serta mengisinya dengan sikap iri dan kedengkian, seraya menjejali mereka dengan berbagai argumen. 

Padahal, di lain pihak, para Nawashib itu, apabila mereka menemukan putra seorang Syekh atau tokoh tertentu yang mereka cintai, mereka pasti kontan mengagung-agungkannya, mengelu-elukannya dan tak sudi menyaksikannya mengalami sedikit pun gangguan. Apalagi, misalnya kalau mereka menyaksikan sang putra tsb masih menyusui, apa kira-kira pendapat dan kebijakan mereka terhadap sang pembunuh??

*****

Hanya para Nawashib saja yang murka manakala disebutkan keutamaan mereka.

Merekalah yang selalu mendambakan adanya perpecahan hingga mereka dapat "menyelinap" masuk ke dalam tubuh umat Islam dengan penuh leluasa.
Keutamaan keluarga Rasulullan saw sungguh telah membakar hati kaum munafik yang Nawashib itu, melelahkan mereka, menciptakan bagi mereka sejumlah bencana yang hanya Allah-lah saja yang mengetahui derita mereka.

Itu baru berupa siksa duniawi.

Karena itu, perbanyaklah bacaan salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad!!!

(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ....

Pesan saya kepada segenap pengikut Ahlussunnah, apabila Anda ingin mengetahui hakikat para Nawashib, maka perbanyaklah membaca salawat kepada Muhammad dan keluarga suci Muhammad. Di saat itulah Anda akan menyaksikan mereka para Nawashib menentang Anda, murka terhadap Anda.

Ini adalah cara paling mudah untuk mengetahui para Nawashib.

*****
Mereka kemudian akan bereaksi dengan mengalihkan perhatian Anda misalnya balik bertanya kepada Anda: 

"Baiklah, apa pendapat Anda tentang masalah ini, masalah itu, dan aneka rupa pertanyaan pengalihan lainnya.

Katakan pada mereka: "Saya tak memiliki urusan atau kesibukan lain selain bersalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad!!!"

(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ....

*****

Kemarahan dan kedengkian mereka setelah itu pasti akan semakin bertambah. Anda tak perlu repot. Biarkan mereka terbakar oleh kedengkian dan kemarahan mereka sendiri!!!

Teruslah Anda memperbanyak salawat!!!

(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ....

Mereka takkan pernah berhenti sampai di situ. Mereka akan mengatakan kepada Anda bahwa Anda adalah Rafidhi...!!!

Katakan pada mereka, "Itu bukan urusanmu!!! Yang penting kami mencintai Muhammad dan keluarga Muhammad...!!!!"

(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ....

"Silahkan kalian kelompokkan kami sesuka kalian, tuduh kami sebagai Rafidhi atau apapun!"

Mereka pasti takkan tahan mendengar ucapan Anda. Mereka pasti akan selalu terbakar setiap kali mendengar nama Muhammad dan keluarga Muhammad diucapkan!!

Inilah cara yang sangat mudah sekali yang dapat mengungkap hakikat para Nawashib di sekitar kita.

Anda takkan dapat mengenali mereka dengan cara berdebat, beradu argumen dg mereka. Sebab mereka akan selalu mengalihkan permasalahan. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana kita selalu berada di luar persoalan Muhammad dan keluarga Muhammad.

Silahkan Anda coba teknik jitu di atas.

Anda pun akan secara otomatis mampu membedakan siapa Ahlussunnah yang sesungguhnya, yaitu para pengikut Sunnah Nabi Muhammad (saw), dan siapa para Nawashib. Ahlussunnah yang sesungguhnya akan tampak selalu bergembira manakala disebutkan nama Rasulullah (saw) Muhammad dan Ahlul Baitnya.

Adapun Nawashib, sebaliknya mereka akan tampak bermuram durja, jengkel dan marah.

Tentu, menyebut nama Rasulullah Muhammad (saw) dan keluarga sucinya merupakan cerminan keimanan. Hal itu adalah suatu kewajiban yang saya atau Anda melakukannya atas dasar keimanan. Marilah terus kita kaji, kita gali, keutamaan-keutamaan mereka, pelajari sejarah hidup mereka, agar kita dapat menangkap rahasia Allah pada diri mereka.

Para Nawashib akan menyibukkan Anda dengan sejumlah kutipan-kutipan referensi yang dinisbatkan kepada Syiah, namun Wallahu A'lam mengenai kesahihannya.

Pada intinya, sebaiknya Anda memotong dan mempersingkat jalan Anda di hadapan mereka. Tak perlu mempedulikan semua yang mereka lontarkan. Katakan: "Aku tidak peduli, Aku tak punya urusan dengan mereka yang kalian sebut sebagai Syiah, tak peduli apapun keadaan mereka yang kalian sebut Syiah!! Kafirkah mereka, berimankah mereka, bukan urusanku.
Yang penting bagiku adalah kecintaanku kepada Rasulullah Muhammad (saw) dan Ahlul Baitnya."

Semoga bermanfaat

2014@abdkadiralhamid

Berziarah kubur dan hadiah pahala

Berziarah kubur dan hadiah pahala

Matholib ulinnuha kitab fiqh, juz 5 hal 2, tentang: ziarah kubur dan hadiah pahala.

( وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ )

قَالَ الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ .

وَأَخْرَجَ السَّمَرْقَنْدِيُّ عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا { مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ ؛ أُعْطِي مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ } وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ : إنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ؛ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى } ، وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا : { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُ يَاسِينَ ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } ، رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ .

( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( بِالنِّيَّةِ ، فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ ، ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ ، وَنَفَعَهُ ذَلِكَ بِحُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ، وَلَوْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ، ذَكَرَهُ الْمَجْدُ .

(dan disunnahkan membaca bacaan di kuburan)

al Marwadzi berkata; aku mendengar imam Ahmad bin Hanbal ra berkata :apa bila kamu memasuki pekuburan maka bacalah fatihah,mu’awwidatain,qul huwallahu ahad dan jadikanlah pahala bacaan tersebut untuk ahli pekuburan maka pahala tersebut akan sampai kepada mereka. dan seperti inilah adat para shahabat Nabi saw dari kaum Anshar dalam hilir mudik mereka dalam (mengubur)orang-orang mati mereka, dan mereka membacakan al qur’an.

Al-samarqandi meriwayatkan dari Ali ra dalam hadits marfu’ :” barang siapa yang melewati pekuburan kemudian membaca qul huwallohu ahad sebelas kali, kemudaian dia hibahkan pahala bacaan tersebut kepada orang-orang yg telah mati,maka ia akan di beri pahala sejumlah bilangan orang yang telah mati.

dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda :”barangsiapa memasuki pekuburan kemudian dia membaca al Fatihah,Qulhuwallohu ahad dan alhakum al takatsur, kemudian dia mengatakan : aku jadikan pahala bacaan kitabmu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan, maka mereka akan menjadi penolong nya di sisi Allah kelak.

dari Aisyah ra dari Abi bakar ra dalam hadits marfu’ : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap jum’ah atau salah satu dari mereka kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah ayat atau hurufnya (HR. Abu Syaikh).

(dan setiap qurbah/ibadah yang dilakukan oleh orang muslim)dan dia jadikan dengan niatnya (bukan hanya dg lafadz nya) untuk muslim lainnya baik yg sudah meninggal maupun masih hidup maka boleh dan dapat memberikan manfa’at dengan mendapatkan pahala untuknya meskipun untuk baginda Rasulillah saw. begitulah seperti apa yang dituturkan oleh al Majd.

Syarah Muntahal Irodat (Kitab Fiqh Madzhab Hanbali) Juz 3 Hal 9, tentang ziarah kubur.

( (وَسُنَّ ) لِزَائِرِ مَيِّتٍ فِعْلُ ( مَا يُخَفِّفُ عَنْهُ وَلَوْ بِجَعْلِ جَرِيدَةٍ رَطْبَةٍ فِي الْقَبْرِ ) لِلْخَبَرِ ، وَأَوْصَى بِهِ بُرَيْدَةَ ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ .

… ( وَ ) لَوْ ( بِذِكْرٍ وَقِرَاءَةٍ عِنْدَهُ ) أَيْ الْقَبْرِ لِخَبَرِ الْجَرِيدَةِ لِأَنَّهُ إذَا رُجِيَ التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِهَا فَالْقِرَاءَةُ أَوْلَى وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ } .

وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يس غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ فِي فَضَائِلِ الْقُرْآنِ ( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( ثَوَابَهَا لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ حَصَلَ ) ثَوَابُهَا ( لَهُ وَلَوْ جَهِلَهُ ) أَيْ الثَّوَابَ ( الْجَاعِلُ ) لِأَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ كَالدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَوَاجِبٌ تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ وَصَدَقَةُ التَّطَوُّعِ إجْمَاعًا وَكَذَا الْعِتْقُ وَحَجُّ التَّطَوُّعِ وَالْقِرَاءَةُ وَالصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ .

قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .

وَمِنْهَا مَا رَوَى أَحْمَدُ { أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَمَّا أَبُوك فَلَوْ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ فَصُمْت أَوْ تَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ } رَوَى أَبُو حَفْصٍ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ ” “

أَنَّهُمَا كَانَا يُعْتِقَانِ عَنْ عَلِيٍّ بَعْدَ مَوْتِهِ ” وَأَعْتَقَتْ عَائِشَةُ عَنْ أَخِيهَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْدَ مَوْتِهِ ، ذَكَرَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ .

artinya: dan “disunnahkan” bagi orang yang berziarah kepada mayit untuk berbuat sesuatu yang meringankan beban mayit tersebut,meskipun dengan meletakkan pelepah kurma yang basah diatas kuburan –karena ada al khobar (hadits)dan buraidah ra berwashiyat dengan demikian sesuai riwayat al Bukhori, juga dengan “dzikir” dan bacaan al Qur’an di samping kuburan tersebut dikarenakan apabila dengan pelepah kurma tersebut dapat diharap dengan tasbihnya maka lebih-lebih dengan bacaan al Qur’an.

dari Ibni Umar ra bahwasanya beliau menyenangi apabila mayit dikubur untuk dibacakan dengan pembukaan dan akhir surat al Baqoroh demikian riwayat Allalka’ie. dan riwayat tersebut diperkuat dengan keumuman hadits (bacalah Yasin untuk orang mati kalian)

dari siti Aisyah ra dari sayyidina Abu bakar ra dalam hadits marfu’ dikatakan : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap hari jum’at atau salah satu dari mereka ,kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah huruf atau ayat surat tersebut. (HR Abu Syaikh di fadhail al qur’an.)

dan seiap qurbah (ibadah) yang dilakukan seorang muslim kemudian dia jadikan pahalanya sebagai hadiah bagi muslim lain baik hidup maupun sudah mati maka hal tersebut dapat dilakukan meskipun ia tidak tahu,sebab allah swt mengetahuinya seperti halnya do’a dan istighfar,ibadah yg bisa digantikan,shodaqoh sesuai ijmak para ulama begitu juga memerdekakan budak,haji sunnah,bacaan qur’an,sholat dan puasa.

Imam Ahmad berkata :dapat sampai kepada mayit segala kebaikan seperti shodaqoh,sholat atau yang lainnya karena beberapa hadits diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwa : Umar bin khoththob ra bertanya kepada Nabi saw lalu Nabi saw menjawab : adapun ayahmu bila ia mengakui ke Esaan Allah,kemudian kau berpuasa dan bersedekah untuknya maka hal itu akan memberi manfa’at baginya.

Abu Hafash meriwayatkan dari al Hasan dan al Husain bahwa mereka berdua memerdekakan budak untuk ayahnya Ali bin Abi thalib ra setelai ia meninggal dunia. dan Aisyah ra memerdekakan budak untuk saudaranya Abdurrahman setelah ia meninggal dunia,sebagaimana yang dikatakan Ibnul Mundzir

pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab :

[ محمد بن عبدالوهاب ]
ذكر محمد بن عبد الوهاب في كتابه أحكام تمني الموت [ ص75 ] مايفيد وصول ثواب الأعمال من الأحياء إلى الأموات ومن ضمنها قراءة القران للأموات حيث ذكر:
((وأخرج سعد الزنجاني عن أبي هريرة مرفوعا من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله أحد والهاكم التكاثر ثم قال أني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاء له إلى الله تعالى
وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسنده عن أنس مرفوعا من دخل المقابر فقرأ يس خفف الله عنهم وكان له بعدد من فيها حسنات
انتهى

Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya “ahkam tamannil al maut ” halaman 75: mengatakan apa yang memberi pengertian bahwa bisa sampainya pahala amal ibadah dari orang hidup untuk orang-orang mati termasuk dengan bacaan al qur’an, ketika dia mengatakan dalam kitab tersebut:

“sa’ad azzanjani meriwayatkan hadits dari abu huroiroh ra dengan hadits marfu’: barang siapa memasuki pekuburan kemudian membaca fatihah, qul huwallohu ahad, alha kum attakatsur kemudian dia berkata : Ya Allah aku menjadikan pahala bacaan kalammu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min, maka ahli kubur itu akan menjadi penolongnya nanti dihadapan Allah swt…..

Abdul Aziz Shahib al Khollal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu’…

Nabi saw bersabda: barangsiapa yang memasuki pekuburan kemudian dia membaca Yasin maka Allah akan meringankan siksaan mereka, dan dia akan mendapatkan pahala ahli kubur tersebut……

Mari Kita Telaah Kitab Ar-Ruh Hal 11 Karangan Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah

اخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه يوم الجمعة
فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر فلما كان يوم الجمعة التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقa ابر فأصابنا من روح ذلك
أو غفر لنا أو نحو ذلك

Al Hasan bin al Haitsam memberi khabar, dia berkata aku mendengar Abu Bakar bin al Athrusy ibn binti Abi Nashor al Tammar dia berkata:

“ada seorang laki-laki mendatangi kuburan ibunya pada hari jum’at kemudian dia membacakan surat yasin,selang beberapa hari lagi dia datang berziarah dan membaca yasin pula…laki-laki itu berkata: ya Alloh, kalau engkau sudi membagikan pahala surat ini,maka bagikanlah pahalanya untuk seluruh ahli kubur ini….”

kemudian jum’at berikutnyapun tiba…..namun tiba-tiba ada wanita tidak dikenal bertanya kepada dia :”engkaukah fulan bin fulanah……..? dia menjawab: ia betul….si wanita tadi berkata: sungguh aku mempunyai anak wanita yang sudah meninggal….kemudian aku bermimpi dia sedang duduk disamping kuburannya dengan senang….maka aku bertanya: apa yang membuatmu duduk-duduk di sini seperti ini….???

dia menjawab: sungguh ada seorang pria si fulan bin fulanah yang berziarah di kuburan ibunya dengan membaca surat yasin dan memohon pahalanya di bagikan untuk seluruh ahli kubur….sehingga aku kebagian anugerah bacaan tersebut atau Allah mengampuni kami atau semacamnya….

Imam Al Allamah Ibnu Qudamah Al-Hanbali Al-Maqdisy dan bepergian untuk ziarah kubur

قال ابن قدامة في المغني
( فَصْلٌ : فَإِنْ سَافَرَ لِزِيَارَةِ الْقُبُورِ وَالْمَشَاهِدِ .
… فَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : لَا يُبَاحُ لَهُ التَّرَخُّصُ ؛ لِأَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ السَّفَرِ إلَيْهَا ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ } .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَالصَّحِيحُ إبَاحَتُهُ ، وَجَوَازُ الْقَصْرِ فِيهِ ؛ لَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِي قُبَاءَ رَاكِبًا وَمَاشِيًا ، وَكَانَ يَزُورُ الْقُبُورَ ، وَقَالَ : { زُورُوهَا تُذَكِّرْكُمْ الْآخِرَةَ } .

وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ ” فَيُحْمَلُ عَلَى نَفْيِ التَّفْضِيلِ ، لَا عَلَى التَّحْرِيمِ ، وَلَيْسَتْ الْفَضِيلَةُ شَرْطًا فِي إبَاحَةِ الْقَصْرِ ، فَلَا يَضُرُّ انْتِفَاؤُهَا “”".
وقال:”"

فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ الدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ الَّتِي يَكْثُرُ فِيهَا الصَّالِحُونَ وَالشُّهَدَاءُ ؛ لِتَنَالَهُ بَرَكَتُهُمْ ، وَكَذَلِكَ فِي الْبِقَاعِ الشَّرِيفَةِ .

وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ بِإِسْنَادِهِمَا { أَنَّ مُوسَى – عَلَيْهِ السَّلَامُ – لَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ سَأَلَ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُدْنِيَهُ إلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ

Ibnu Qudamah al Hanbali berkata di kitab al Mughni:

(fashal) maka apabila seseorang bepergian untuk menziarahi kuburan dan masyahid, ibnu Aqil berkata:ia tidak beroleh rukhshoh(mengqoshor & menjama’ shalat) karena bepergian tersebut dilarang Nabi saw bersabda:(tidak dipersiapkan bepergian kecuali ke 3 masjid) muttafaq ‘alaih.

Yang benar (shohieh) adalah diperbolehkannya dan ia boleh mengqoshor shalat itu karena Nabi saw seringkali mendatangi Quba’ dengan berjalan kaki dan naik kendaraan dan seringkali berziarah kubur, Nabi Saw bersabda:”berziarah ke kuburan, karena mengingatkan kalian akan akhirat.

Adapun hadits Nabi saw tadi adalah bukan larangan tetapi sedang menerangkan fadhilah(keutamaan masjid yang tiga)dan fadhilah atas sesuatu itu tidak menjadi syarat atas kebolehan dari mengqoshor shalat. Maka tidak ada fadhilah pun boleh mengqoshor.

Ibnu Qudamah berkata:

(Fashal) dan disunnahkan untuk dikubur di tempat yang terdapat orang-orang sholeh dan para syuhada’ supaya mendapat barokah mereka, juga di tempat-tempat mulia karena telah diriwayatkan oleh imam Bukhory dan Muslim bahwasanya: Nabi Musa As ketika akan meninggal beliau memohon kepada Allah swt untuk dikubur didekatkan dengan tanah suci sepelempar batu…….Nabi saw bersabda:”kalau saya ada di sana maka kalian akan saya tunjukkan (kuburannya) di dekat bukit merah.