Minggu, 31 Juli 2016

KAJIAN FATWA WAHABI “ NIKAH MISYAR “

NABLET LAGI BUAT KEDUNGUAN BUDAK POKEMON WOYO WOYO SALAPI WAHABI YANG SELALU APALAH APALAH...😉😉😉😉😉

KAJIAN FATWA WAHABI “ NIKAH MISYAR “

Bin Baaz Vs Al Bani

Nikah misyar yang juga dikenali sebagai ‘nikah musafir’ adalah adalah praktek pernikahan yang meniadakan kewajiban bagi suami untuk memberi nafkah. Praktek ini lazim dilakukan di Arab Saudi melalui fatwa dari Abdul ‘AzIz ibn Abdullaah ibn Baaz .

Meskipun sekilas hampir sama tapi ada perbedaan mendasar antara nikah misyar dan nikah mut’ah. Dalam nikah mut’ah tetap ada kewajiban nafkah & dibatasi waktu, sementara nikah misyar selain meniadakan kewajiban nafkah tapi menghalalkan hubungan suami istri juga tidak dibatasi waktu tertentu seperti nikah mut’ah.

Hal ini sesuai apa yang telah di katakan oleh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim mendefinisikan nikah mis-yaar dalam Kitab Shahih Fiqhis-Sunnah, 3/158 :

عقد الرجل زواجه على امرأة عقدًا شرعيّاً مستوفي شروطه وأركانه ، إلا أن المرأة تتنازل فيه - برضاها - عن بعض حقوقها على الزوج كالسكن والنفقة والمبيت عندها والقسم لها مع الزوجات ونحو ذلك

“Satu pernikahan dimana seorang laki-laki melakukan akad pernikahan terhadap seorang wanita dengan akad syar’iy yang memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya; namun si wanita mengugurkan sebagian haknya - dengan kerelaannya - seperti tempat tinggal, nafkah, giliran bermalam bersamanya, dan pembagian hak yang setara dengan istri-istri suaminya yang lain” .

1. Abdul ‘AzIz ibn Abdullaah ibn Baaz .

Dalam Fatawa ‘Ulama Balad Al Haram, 450-451 atau http://www.msyaronline.com/articles_desc.php?id=17

فتوى فضيلة الشيخ عبدالعزيز بن باز - رحمه الله - فحين سئل عن زواج المسيار والذي فيه يتزوج الرجل بالثانية او الرابعة، وتبقى المرأة عند والديها، ويذهب اليها زوجهافي اوقات مختلفة تخضع لظروف كل منهما.

‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya mengenai hukum nikah misyar, yaitu seorang pria menikah lagi dengan istri kedua, ketiga atau keempat, dan ia katakan pada istri tersebut untuk tetap tinggal di rumah orang tuanya, lantas si pria pergi ke rumah si istri ini pada waktu yang berbeda dari istri lainnya. Apa hukum dari nikah semacam ini?

اجاب رحمه الله: «لا حرج في ذلك اذا استوفى العقد الشروط المعتبرة شرعاً، وهي وجود الولي ورضا الزوجين، وحضور شاهدين عدلين على اجراء العقد وسلامة الزوجين من الموانع، لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: «احق ما اوفيتم من الشروط ان توفوا به ما استحللتم به الفروج» (رواه البخاري). وقوله صلى الله عليه وسلم: «المسلمون على شروطهم». فإن اتفق الزوجان على ان المرأة تبقى عند اهلها او على ان القسم يكون لها نهاراً لا ليلاً او في ايام معينة او ليالٍ معينة، فلا بأس بذلك بشرط إعلان النكاح وعدم إخفائه».

Beliau rahimahullah menjawab, “Nikah misyar semacam ini tidaklah masalah asalkan terpenuhi syarat-syarat nikah, yaitu harus adanya wali ketika nikah dan ridho keduany pasangan, serta hadirnya saksi yang adil ketika akad berlangsung. Juga tidak adanya yang cacat yang membuat nikahnya tidak sah. Dalil akan bolehnya bentuk nikah semacam ini adalah keumuman dalil

أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوْفُوْا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ

"Syarat yang paling berhak untuk ditunaikan adalah persyaratan yang dengannya kalian menghalalkan kemaluan (para wanita)" (HR. Bukhari no 2721 dan Muslim no 1418)

Begitu pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ

"Dan kaum muslimin tetap berada diatas persyaratan mereka (tidak menyelishinya-pen)." (HR. Tirmidzi no. 1352 dan Abu Daud no. 3596)

Jika kedua pasangan sepakat jika si istri tetap di rumah bapaknya, atau si suami hanya bisa melayani istri di siang hari saja atau pada hari tertentu, atau pada malam tertentu, maka nikah semacam ini tidak bermasalah. Namun dengan syarat nikah ini dilakukan terang-terangan (diumumkan ke khalayak ramai), bukan sembunyi-sembunyi.
________________________Vs

2. Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Kitab Ahkaamut-Ta’addud fii Dlauil-Kitaab was-Sunnah oleh Ihsaan Al-‘Utaibi, hal. 28-29

ثم التقيت بشيخنا الألباني رحمه الله في 17 محرم /1418هـ في بيته وطرحتُ عليه بعض المسائل من هذا لكتاب ، ومنها هذه المسألة ، فأفتى بحرمة هذا الزواج لسببين :

Syaikh Ihsaan bin Muhammad bin ‘Ayisy
Syaikh Ihsaan bin Muhammad bin ‘Ayisy Al-‘Utaibi pernah berkunjung ke rumah Syaikh Al-Albani pada tanggal 17 Muharram 1418 dan bertanya tentang nikah mis-yaar yang dilakukan oleh banyak orang dewasa ini. Maka beliau rahimahullah memfatwakan keHARAMan Nikah Misyar dengan dua sebab :

1. أن المقصود من النكاح هو " السكن " كما قال تعالى : ( وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ) الروم/21 ، وهذا الزواج لا يتحقق فيه هذا الأمر

“Maksud dari pernikahan adalah tercapainya ketentraman sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar-Ruum : 21). Sedangkan pernikahan semacam ini tidak mewujudkan demikian.

2. أنه قد يقدَّر للزوج أولاد من هذه المرأة ، وبسبب البعد عنها وقلة مجيئه إليها سينعكس ذلك سلباً على أولاده في تربيتهم وخلقهم

“Boleh jadi Allah ta’ala mentaqdirkan si suami mendapatkan anak dari istrinya sebagai hasil dari pernikahan ini, lalu dengan sebab jauh dan jarangnya bertemu, maka akan menyebabkan dampak buruk bagi anak-anaknya di dalam urusan pendidikan dan akhlaq

##########################

Lagi-lagi wahabi saling semprot ..!!!
Emank wahabi Tukang usil melegalkan praktek budaya jahiliyah ............

KALIAN PILIH MANA ..😉😉😉😉😉

Selasa, 05 Juli 2016

KHUTBAH IEDUL FITRI 1437 H/2016M

KHUTBAH IEDUL FITRI 1437 H/2016M

Khutbah Ke-1
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا.
الحَمْدُ لِلَّه العَظِيْمِ جَلاَلُه، الكَثِيْرِ نَوَالُه، المَبْسُوطِ في الوُجُوْدِ كَرَمُهُ و اِفْضَالُه. حَمْدًا يَسْتَمِرُّ تَكْرَارُهُ في كُلِّ حِيْن، وَتَنتَشِرُ بَرَكَاتُهُ فِي الأَيَّامِ والشُّهُوْرِ والسِّنِيْن، وتَتَجَدَّدُ بِهِ فِي ايَّامِ جُمَعِنَا وَأَعْيَادِنَا غَوَامِرُ إِسْعَادِنَا وَإِمْدَادِنَا.
وأشهد انْ لَا اله اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، شَهَادَةً مُعْلِنَةً بِهَا اللِّسَان، وَمُصَدِّقَةً بها الأركانُ والجَنَانُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمدًا عبدُه و رَسُولُه، وَأَميْنُ وَحيِه الّذي تَعَيَّنَ على الأمةِ تَصديقُه وَقَبُولُه.
اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مَا تَنَفَّسَ صُبْحُ الْمَسَرَّةِ عَن وجْهٍ سَعِيْدٍ، فِي كُلِّ جُمُعَةٍ وَعِيْدٍ، وعَلَى آلِهِ وصَحْبِهِ، السَّالِكين سَبِيْلَهُ فِيْ كُلِّ وَصْفٍ حَمِيْدٍ، و فِعْلٍ سديدٍ.
أما بعد: فَيَا عِبَادَ الله، أُوصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، اِتَّقُوا اللهَ ، اِصْبِرُوا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن.
Hadirin sekalian yang dimuliakan ALLAH.

Sejak tadi malam, berjuta-juta umat Islam di negara yang kita cintai ini, dan di negara-negara lain terus mengumandangkan suara takbir, tahlil dan tahmid sampai saat ini.  Kita serukan berulang kali: Allah Maha Besar, Allah Maha Agung, sembari kita amati bagaimana kesempurnaan ciptaan Allah, semuanya sangat indah, selaras dan harmonis.

الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ والمسلمات رحمكم الله

Hari ini, dan beberapa hari mendatang kita akan melihat umat Islam mengenakan pakaian baru dengan wajah berseri-seri yang membayangkan kebahagiaan.  Mereka saling berjabat tangan mengucapkan minal ‘aaidiin wal faaizin, yang artinya semoga kita tergolong ke dalam kelompok orang-orang yang kembali dan termasuk dalam kelompok orang-orang yang beruntung, orang-orang yang sukses.

‘Aaidiin berasal dari kata:
عاد – يعود – عودا أو عيدا
Artinya kembali, maksud kembali kepada fithroh, atau kembali kepada asal kejadian, atau kembali suci.  Bisa juga berarti kembali mengalami Romadhon yang akan datang.

Adapun faaiziin berasal dari kata
فاز – يفوز - فوزا
Yang artinya menang, atau beruntung atau sukses.

Bagaimana gambaran orang yang beruntung, orang yang sukses dalam Quran?  Quran menjelaskan sebagai berikut.

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنْ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
Artinya:
Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. (Al Imron : 185)

Memang istilah “minal aidin wal faizin” kurang begitu dikenal di luar negeri karena ini tradisi kaum muslimin di Indonesia namun setiap ucapan baik, apalagi merupakan doa, dalam momen nikmat atau bahkan musibah, adalah sesuatu yang boleh, bahkan baik untuk dilakukan.

Ucapan selamat atau tahniah atas datangnya momen tertentu bisa saja merupakan tradisi atau adat. Sementara hukum asal suatu adat adalah boleh, selagi tidak ada dalil tertentu yang mengubah dari hukum asli ini. Hal ini juga merupakan madzhab Imam Ahmad. Mayoritas ulama menyatakan, ucapan selamat pada hari raya hukumnya boleh (lihat: al-Adab al-Syar'iyah, jilid 3, hal. 219).

Di berbagai tempat di negara yang kita cintai ini akan banyak sekali diadakan pertemuan halal bi halal.  Di tempat itu mereka saling berjabat tangan sambil mengucap minal ‘aaidin wal faaizin, kemudian mereka tidak lupa menambahkan kalimat mohon maaf lahir dan batin, ada juga yang mengucapkan taqobbalalloohu minnaa wa minkum, yang artinya semoga Alloh menerima ibadah kami dan ibadah kalian.

Dalam Sunan al-Baihaqi disebutkan,

عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ: لَقِيتُ وَاثِلَةَ بْنَ الأَسْقَعِ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، قَالَ وَاثِلَةُ: لَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عِيدٍ فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ.
Artinya :
Diriwayatkan dari Khalid bin Ma'dan, ia berkata, "Aku bertemu Watsilah bin Asqa' pada hari Raya. Aku katakan padanya: Taqabbalallahu minna wa minka. Watsilah menanggapi, 'Aku pernah bertemu Rasulullah SAW pada hari raya, lantas aku katakan 'Taqabbalallahu minna wa minka'. Beliau menjawab, 'Ya, Taqabbalallahu minna wa minka."

Tradisi halal bi halal ini hanya ada di Indonesia, di negara-negara lain tradisi ini tidak dikenal, di zaman Rasulullah saw pun tidak dikenal.  Tradisi ini khas Indonesia, namun pada hakikatnya merupakan ajaran Islam.

Mereka yang melakukan ibadah puasa dengan baik, harus yakin, atau husnuzh zhon kepada Allâh, bahwa Allâh telah mengampuni dosa-dosanya.  Sebab Rasulullah saw bersabda

من صام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه   (رواه البخاري و مسلم)

Artinya : Barangsiapa berpuasa romadhon dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka diampuni semua dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim(

Akan tetapi harus kita ketahui, bahwa yang bisa mendapatkan pengampunan lewat ibadah adalah dosa dalam rangka hubungan kita dengan Allâh.

Adapun dosa dengan sesama manusia harus diselesaikan sendiri.  Kalau kita pernah menzalimi bawahan kita, kalau kita pernah menyakiti hati teman kita, kalau kita pernah melakukan kesalahan terhadap orang lain maka kita harus meminta maaf.  Seorang anak minta maaf kepada orang tuanya.  Suami istri saling bermaafan.  Tetangga saling mengunjungi dan saling bermaafan, teman dan sahabat berjabat tangan masing-masing memohon maaf.  Mereka yang berjauhan, kirim sms atau atau kartu lebaran untuk mengucapkan Selamat Lebaran dan memohon maaf.

Namun, kalau kita berhutang, kalau kita pernah mencuri, atau merampas hak seseorang maka kita wajib membayar, atau mengembalikan atau mengganti rugi.  Kalau kita tidak mampu mengganti maka kita harus minta ridhonya atau minta dihalalkan.

Kepada seseorang yang hendak kita bebaskan hutangnya, atau kita ikhlaskan barang yang telah diambilnya, kita berkata halalun laka, artinya: halal bagimu.

Halal bi halal, atau halal dengan halal, ini dilakukan dengan maksud agar semuanya menjadi halal, tidak haram, atau tidak berdosa.  Mungkin dari sinilah istilah halal bi halal itu lahir.

الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ والمسلمات رحمكم الله

Marilah kita sekarang melakukan evaluasi, setelah Romadhon menggembleng kita sebulan penuh, setelah Romadhon mengasuh dan mengasah kita, apakah kita ini termasuk orang yang ‘aaidiin dan faaiziin?  Juga perlu kita evaluasi apa hasil yang kita peroleh dari ibadah Romadhon.

Dikatakan bahwa:

لَيْسَ الْعِيدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيدَ بَلْ هُوَ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيدُ.
Bukanlah hari raya itu untuk orang yang memakai pakaian baru, tapi hari raya adalah untuk orang yang ketaatannya bertambah.

Kemudian dikatakan pula:

وَلا لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللُّبْسِ وَالرُّكُوبِ بَلْ لِمَنْ غُفِرَ لَهُ الذُّنُوبُ.
Dan bukan pula untuk orang mempercantik diri dengan pakaian dan kendaraan, tetapi hari raya adalah untuk mereka yang diampuni dosa-dosanya.

Kalau kita nanti lebih sering sholat berjamaah, lebih sering mengkaji Quran, lebih sering sholat malam, lebih sering sholat Dhuha, lebih sering bersedekah, lebih taat kepada orang tua, lebih banyak ketaatan yang kita lakukan.  Maka kita pantas merayakan lebaran ini.

Dalam buku Tuhfatul Asyroof diceritakan

Dahulu ada seorang lelaki miskin.  Ia memiliki seorang anak laki-laki.  Ketika hari raya tiba, ia tidak memiliki harta sedikit pun.  Melihat anak-anak tetangga mengenakan pakaian baru, sedang anaknya berpakaian lusuh, ia lalu menangis.
“Ayah mengapa engkau menangis?” tanya anaknya.
“Aku menangisi nasibmu, Nak.  Aku lihat anak-anak tetangga mengenakan pakaian yang bagus, sedangkan pakaianmu compang-camping. Aku menyesal tidak dapat membahagiakanmu,” jawab ayahnya.
“Ayah, janganlah menangis.  Bagiku, hari raya adalah hari ketika kedua orang tuaku ridha kepadaku.  Pakaian dan makanan bukanlah sesuatu yang penting bagiku.”

الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ والمسلمات رحمكم الله

Apalah gunanya pakaian baru, kendaraan baru, makanan lezat kalau orang tua tidak ridho kepada kita.  Karena mereka yang durhaka kepada orang tua tidak mungkin hidup bahagia di dunia, apalagi di akhirat nanti.

Semoga kita semua menjadi orang yang bahagia didalam hari yang suci ini.

جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ العَائِدِيْن الفَائِزِيْن، الظَّافِرِيْنَ بِرِضَى رَبِّ العَالِمِيْنَ وَأَنْ يَكْتُبَنَا وَإِيَّاكُمْ مِمَّنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا، حَتَّى نَحْظَى بِالرَّحْمَةِ وَالغُفْرَان، وَالعِتْقِ مِنَ النِّيْرَان.

اِنَّ أَشْرَفَ الكلامِ وأَحْسَنَه، وَأَبْيَنَ النِّظَامِ وَأَتْقَنَه، كَلَامُ اللهِ القَديم، الهادي الى الصّراطِ المستقيم، فقد قال في ذالك اللفظِ القَويم: فإذا قرأت القرآنَ فاستعذ بالله من الشيطان الرجيم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ النَّذِيرُ

وَفَّقَنا الله و اياكم لِحِفْظِ حقِّ هذا الكتاب، وَأَدَآءِ مَا لَهُ مِنَ الْأَدَبِ، وَهَدَانَا لِلْعَمَلِ به الى طريقِ الصَّوَاب. اقول قولي هذا و اَسْتغْفِرُوا اللهَ العظيمَ لي و لكم، ولوالدينا وَوَالديكم وجميعِ المسلمين، فاستغفروه اِنه هو الغفور الرحيم.


خطبة الثانية
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا.

الحمدُ لله العَالِمِ بِمَا أَسَرَّهُ العَبْدُ وأَعْلَنَه، الكَرِيْمِ الَّذِي خَلَقَ الوُجُوْدَ وأَحْكَمَ صُنْعَهُ وأَتْقَنَه.
أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، شَهَادَةَ عبدٍ أَقَرَّ لَهُ بِالتَّوْحِيْد وآيَاتِهِ الْبَيِّنَة، وأشْهَدُ اَنَّ سَيِّدِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُوْلُهُ جَامِعُ المَحَاسِنِ فَمَا أحْسَنَه.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ و صَحْبِهِ مَا تَكَرَّرَ ذِكْرُهُم على الْألسِنَةِ.
أمَّا بَعْدُ يَا مَعْشَرَ الأِخْوَان، الحَاضِرِيْن فِي هَذَا الزَّمَانِ وَاْلمَكَان، أُوصِيْكُمْ وَ نَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِتَّقُوْا اللهَ, إِتَّقُوْ اللهَ حَقَّ تَقاتهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعاَلى صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْماً، وَأَمَرَناَ بِذٰلِكَ إِرْشَاداً لَناَ وَتَعْلِيْماً. فَقاَلَ تَعَالى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْماً. إِنَّ اللهَ وَ مَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
أللهم صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَ حِيْن، عَدَدَ أضْعَافِ صَلَوَاتِ المُصَلِّيْن والمُصَلِّيْن، وَعَدَدَ أضْعَافِ ذِكْرِ الذَّاكِرِيْن و الذاكِرِيْن.
و خَصَّ بشريف تِلْكَ الصَّلَاةِ وَ التَّسْلِيْم، أَفْضَلَ الصَّحَابَةِ وأَكْرَمَهم، وأَقْرَبَهُمْ اِلَى المُصْطَفَى، وأَعْلَمَهُم، السَّالِكَ فِي حُبِّ اللهِ وَرَسُوْلِهِ أَقْوَمَ الطَرِيْق، سَيِّدَنَا أبَابَكْرٍ الصِّدِّيق، و أَدْخِلْ فِي بَرَكَاتِ تِلْكَ الدّعْوةِ و الصَّلَاة، السَّيِّدَ الصَّادِقَ فِي حُبِّ اللهِ وَ حُبِّ رَسُوْلِه ، المُوَفَّق لِلصَّوَاب، سَيِّدَنا عمرَ بنَ الخطاب، والسيدَ الّذي بَلَغَ مِنْ مَرَاتِبِ الأِحْسَان، مَا يَرْجَحُ له عندَ الله المِيْزَان، سَيِّدَنا عُثمَانَ بنِ عَفَّان، وَالأمَامَ الَّذي بَلَغَ فِي الشَّرَفِ أعلى المَرَاتِب، سَيِّدَنا عليَّ بْنَ اَبِي طَالِب.

وَ جَمِيْعَ أَصْحَابِ رَسُوْلِ الله، الَّذِيْنَ بَلَغُوا مِنَ الشَّرفِ أَقْصَاه، لَا سِيَّمَا بَقِيَّةِ العَشْرَة، الذِيْنَ بَشَّرَهُمُ النَبِيُّ بِالجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَة، طَلْحَةَ، والزّبَيْر، وَ عَبْد الرحمنِ بنِ عوفٍ، و سَعْدٍ وَ سَعِيْدٍ،  وَعَامرِ بْنِ الجرَّاح، وَجَمِيْعِ مَنْ شَمَلَتْهُ دَائِرَةُ الفَلَاحِ وَالصَّلَاح، وَالسَّيِدَيْنِ الكَرِمَيْن، سيِّدِنَا الحَسَنِ و الحُسَيْنِ، وأُمِّهِمَا الزَّهْرَاء بِنْتِ سَيِّدِ الكَوْنَيْن، وَجَمِيْعِ أَزْوَاجِ رَسُوْلِ الله وعِتْرَتِه، وَالثَابِتِينَ عَلَى حُبِّه وَ مَوَدَّتِه، لَا سِيَّمَا سَيِّدِنَا حَمْزَةَ والعَبَّاس، وَمَنْ أَحَبَّهُمْ مِنْ خِيَارِ النَّاس:

أللهُمَّ ارْزُقْنَا حُبَّهُمْ، وَيَسِّرْلَنَا قُرْبَهُم، وَاجْعَلْنَا بِهَدْيِهِمْ مُهْتَدِيْن، وَ بِهِمْ فِي جَمِيْعِ اَحْوَالِنَا مُقْتَدِيْن، يَا رَبَّ العَالَمِيْن
ألَّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤمِنِيْنَ وَ المُؤْمِنَات  وَ المُسْلِمِيْنَ و المُسْلِمَات وَوَفِّقْنَا اَجْمَعِيْنَ لِلْأَعْمَالِ الصَّالِحَاتِ   وَالنِّيَّاتِ الصَّالِحَات   بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْن...
اللهم يَا مَنْ اِلَيْهِ تُرْفَعُ الحَاجَات، وبِرِعَايَتِه تُدْفَعُ الْمُهِمَّات، وَبِعِنَايَتِهِ تُسَدُّ الفَاقَات: وَقِفْنَا على اَعْتَابِ فَضْلِكَ طَامِعِيْن، وَوَرَدْنَا اِلَى اَبْوَابِ فَضْلِكَ الرَّاغِبِيْن، حَمَلَنا اِلَيْكَ حُسْنُ الرّجاءِ فِيك، وَجَمَعَنَا عَلَيْك صِدْقُ الإلْتِجَاءِ اِلَيْك، وَقَدْ دَعوْنَاكَ بِأَلْسُنٍ نَاطِقَة، وَ رَجَوْنَاكَ بِأفْئِدَةٍ مِنَ الخَوْفِ مِنْكَ خَافِقَة، نُؤَمِّلُ مِنْك تَحْقِيْقَ مَا رَجَوْنَاه، وَغُفْرَ مَا جَنَيْنَاه، وَقَبُوْلَ مَا عَمِلنَاه، وَ اِجَابَةَ مَا دَعَوْنَاه.

وَقَدْ بَرَّزْنَا فِي مُصَلَّى العِيد، طَامِعِيْنَ فِي المَزِيْد، وَرَجَاؤُنَا فِيْك اَنْ تُعِيْدَ عَلَيْنَا هَذِهِ الأعْيَادَ فِي صِحَّةٍ كَامِلَةٍ، وَ ازْدِيَادٍ فِي الأرْوَاحِ وَ الأجْسَادِ سِنِيْنًا بَعْدَ سِنِيْن، وَأعْوَامًا بَعْدَ أَعْوَام فِيْ جَمِيْلِ بِرٍ و اِنْعَامٍ تَتَنَعَّمُ بِهِ الأرْوَاحُ وَ الأَجْسَامُ  يااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

اللهم ارحَمْنَا وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ، يَاعَزِيْزُ، يَاغَفَّارُ، يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Senin, 04 Juli 2016

Hukum Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan atau Hari Raya

Hukum Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan atau HARI RAYA adalah boleh (Tidak ada larangan kecuali Kaum Wahabi yang Melarang)

Pada prinsipnya, ziarah ke makam orang tua, keluarga, guru dan para ulama itu dapat dilaksanakan kapan saja; mau pagi, siang, sore, malam, boleh-boleh saja; hari Senin, Selasa, atau yang lainnya; seminggu sekali, dua kali atau tiga kali, silakan. Sebab inti (hikmah) dari ziarah ialah menebalkan keimanan dengan mengingat mati.

Oleh karena itu, ziarah di bulan suci Ramadhan ataupun di Hari Raya, sekalipun sebenarnya tidak ada perintah dan tidak ada larangan.

Dan karena tidak adanya larangan, orang yang suka ziarah mengambil inisiatif alangkah indahnya jika dapat kirim doa pada hari-hari yang penuh rahmat dan ampunan (hari-hari bulan Ramadhan) dan hari yang bahagia (Idul Fithri).

Di dalam kitab "Nuzhatul Muttaqin Syarah Riyadhus Shalihin" jilid 1 halaman 500 masalah ziarah kubur diterangkan sebagai berikut:

LIHAT SCAN KITAB DI BAWAH INI..!

عن عائشة رضي الله عنها قالت : كان رسول الله صلى الله عليه و سلم كلما كان ليلتها من رسول الله صلى الله عليه و سلم يخرج من أخر الليل الى البقيع , فيقول : السلام عليكم , دار قوم مؤمنين , و اتاكم ما توعدون , غدا مؤجلون , و انا ان شاء الله بكم لاحكون ! اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقدرواه مسلم

Artinya: Dari Sayyidah 'Aisyah ra berkata: "Setiap Rasulullah saw bergilir bermalam ditempat 'Aisyah, pada akhir malam beliau keluar menuju ke makam Baqi', kemudian mengucapkan:

"Assalaamu 'alaikum daara qaumin mu'minina wa ataakum maa tuu'aduuna ghadan mu'ajjaluuna, wainnaa insyaa Allaahu bikum laahikuun. Allaahummaghfir li ahli Baqi'il Gharqad (Semoga kesejahteraan dilimpahkan atas kalian wahai penghuni perkampungan kaum mu'minin, dan akan datang kepada kalian apa-apa yang dijanjikan besok pada masa yang telah ditentukan. Dan insya Allah aku akan menyusul kalian. Ya Allah ! Ampunilah dosa-dosa penghuni Baqi' Gharqad !" (Hadits Riwayat Muslim).

Faedah (maksud) Hadits:

Sunnah hukumnya mengucapkan salam kepada ahli kubur dan bacaan-bacaan yang diucapkan Nabi saw, seperti istighfar.

Begitu pula, boleh hukumnya berziarah ke kuburan pada waktu malam hari.