Sabtu, 23 April 2016

☆☆ USTMAN IBNU BISYR : KITAB 'ULWAN AL-MAJD FI TARIKH NAJD ☆☆

◎ Pembunuhan Umat Islam yang dilakukan
Muhammad bin Abdul Wahab ◎

● Ulama-ulama sejarah yang menyatakan, Wahabi telah memerangi dan membunuhi kelompok lain yang tidak sepaham dengan mereka dari umat Islam di Jazirah Arab dan sekitarnya,
Bukan hanya ulama-ulama di luar Wahabi,
Melainkan juga para Sejarawan Wahabi yang Berbangga dengan kenyataan itu...!!!

~ Seperti UTSMAN IBNU BISYR
(Kitab Unwan al-Majd)
~ HUSSEIN IBNU GHANNAM
(Tarikh Najd).

Saya tukilkan sedikit saja dari bentuk-bentuk penyerangan dan pembunuhan yang dilakukan Wahabi,
Sebagai gambaran sejauh mana kebengisan mereka.

● Sebelum menukilkan bentuk-bentuk penyerangan dan pembunuhan yang dilakukan Wahabi,
Terlebih dahulu bukti ilmiah dari buku-buku Wahabi tentang sejauh mana peran Ibnu Abdul Wahab dalam penyerangan dan pembantaian terhadap umat Islam, yang mereka namakan sebagai Jihad:

{ Lihat Scan Kitab Unwan al-Majd halaman 184 }.

Semua Penyerangan dan pembunuhan Wahabi terhadap kaum muslimin atas perintah pendiri Wahabi,
(Ibnu Abdul Wahab),
Bahkan dia yang menyiapkan pasukannya:

■ “Ibnu Abdul Wahab, dialah yang menyiapkan
pasukan-pasukan, mengirim kompi-kompi
(satuan-satuan militer) ke hadapan Muhammad ibnu Saud, menyurati penduduk-penduduk negeri dan menerima balasan surat mereka,
Menerima para tamu dan orang-orang yang datang kepada keduanya (Ibnu Abdul Wahab dan Ibnu Saud),
Keluarnya berbagai perintah dari sisinya, sehingga membuat penduduk Najd tunduk dan mengikuti(nya) untuk melakukan kebenaran.”

{ Lihat Scan Kitab Unwan al-Majd halaman 45-46 }

■ Menyatakan bahwa, Perintah jihad
(baca: perintah perampokan dan pembantaian terhadap umat Islam)
Datang dari pendiri Wahabi, (ibnu Abdul Wahab), 
Dan jihad pertama diikuti oleh hanya 7 penunggang kuda:

■ “Kemudian Syaikh itu (yakni Muhammad ibnu Abdul Wahab) memerintahkan jihad melawan orang yang menentang ahli Tauhid,
Mencacinya dan Mencaci Keluarganya.
Dia mengajak mereka (para pengikutnya) untuk jihad,
Maka mereka pun berjihad.
Pasukan pertama menunggang tujuh tunggangan.
Ketika mereka menungganginya dan memacunya terlalu cepat,
Mereka jatuh terpelanting dari pelananya, karena mereka belum terbiasa menunggangnya.
Kemudian mereka menyerang sebagian penduduk yang diyakini sebagai Arab kampung,
Sehingga kembali dengan (selamat) membawa harta ghanimah.” 

= Semua keputusan strategis terkait perintah penyerangan, penyerbuan dan pembantaian terhadap umat Islam yang tidak sepaham berada di tangan pendiri Wahabi,
(Ibnu Abdul Wahab):

■ “Ghanimah seperlima, zakat dan apa yang dibawa ke Dir’iyah dari barang-barang yang murah sampai yang mahal semuanya diberikan kepada Muhammad ibnu Abdul Wahab. Dia meletakkan semua harta-harta itu sekehendaknya.
Abdul Aziz (anaknya Muhammad ibnu Saud) maupun lainnya tidak mengambil harta itu kecuali atas perintahnya.

Maka di tangannyalah kekuasaan al-hal wa al-aqd (pengambilan keputusan), perintah mengambil, memberi, maju dan mundur.
Tidak ada perintah dari Muhammad (yakni Muhammad ibnu Saud) dan Abdul Aziz (anaknya) kecuali setelah ada perintah dan izin dari Ibnu Abdul Wahab.”.

Selasa, 12 April 2016

Mengenang Seputar Berpulangnya Syaikhuna, Tuan Guru Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul), Martapura.

Mengenang Seputar Berpulangnya Syaikhuna, Tuan Guru Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul), Martapura.

Setelah sembilan hari dalam perawatan di. RS. Mount Elizabeth Singapura, tepatnya pada minggu malam, Syaikhuna bersikeras meminta agar dibawa pulang. Kondisi kesehatan Beliau terlihat sangat lemah. Meski demikian, pihak keluarga belum bisa mengabulkan karena melihat kondisi Beliau yang tidak memungkinkan dan masih menunggu keputusan tim medis.

Besoknya, Senin 8 Agustus 2005, Syaikhuna kembali sesak napas. Beliau harus melakukan Cuci darah. Sorenya diketahui dari hasil pemeriksaan tim dokter bahwa keadaan Syaikhuna ini sangat sulit ditangani. Dan pada malam harinya mendadak tensi Beliau menurun drastis. Disaksikan oleh keluarga dekat termasuk salah satunya Guru H. Syarif Bustami, Syaikhuna membaca dzikir
ﻻإله إﻻالله
sebanyak tiga kali dengan suara rendah, kemudian dilanjutkan dengan menyebut
محمد رسول الله.
Dan setelah itu tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Beliau hingga akhir hayatnya.

Pada Selasa 9 Agustus 2005, sekitar jam 10 pagi waktu setempat, tercapailah keputusan musyawarah keluarga agar Syaikhuna segera dibawa pulang ke Indonesia. Hari itu pula seluruh pengurusan yang menyangkut kepulangan rombongan diselesaikan, hingga akhirnya pada jam 17. 30 sore, berangkatlah rombongan dengan menumpang pesawat carteran Foker 24, pesawat evakuasi yang bernama "Anugerah", menuju Banjarmasin melewati rute Singapura-Pontianak-Banjarmasin.

Saat masih dalam pesawat, sebelum sampai di bandara dikota Pontianak, Syaikhuna sempat mengalami kesulitan pernapasan. Tim medis yang mengiringi rombongan langsung memberikan perawatan. Namun, setelah transit di Pontianak, kondisi pernapasan Beliau sudah mulai normal kembali. Tepat jam 21.00 malam rombongan tiba di bandara Syamsuddin Noor, dan sekitar jam 21.30 tibalah rombongan di rumah kediaman Syaikhuna di Sekumpul.

MARTAPURA MENANGIS.

Kedatangan Syaikhuna dari Singapura hampir-hampir tidak diketahui oleh jamaahnya. Walau demikian, pada subuh itu terlihat banyak orang berkumpul di sekitar kediaman Syaikhuna, khususnya di pintu belakang kediaman Beliau. Di situ tampak sekelompok orang duduk sambil sesekali menengok ke arah pintu kecil yang menghubungkan jalan kecil itu dengan komplek Ar-Raudhah, berharap ada seseorang yang keluar dari pintu itu untuk menyampaikan kabar terbaru tentang keadaan Guru tercinta.

Di bagian dalam rumah Beliau sendiri, sejak kedatangan Syaikhuna dari Singapura, sebagian anggota keluarga sendiri dan tenaga medis terlihat enggan beranjak dari dekat Syaikhuna. Sebagian dari mereka terlihat membaca ayat-ayat suci al-qur an dengan suara lirih. Wajah-wajah yang mengelilingi Syaikhuna itu kelihatan tenang saja, sebab dari raut muka Syaikhuna tertampak ketenangan, sekalipun Beliau tidak berbicara lagi, hembusan napas Syaikhuna masih mengalir teratur dan anggota tubuh Beliau sesekali masih bergerak.
Dengan keadaan ini tenaga medis yang dibantu anggota keluarga pun menyiapkan peralatan cuci darah yang akan dilakukan besok siang. Sekitar jam 02.00 dini hari, semua peralatan siap digunakan. Namun apalah daya, takdir Allah SWT menghendaki lain.

Inna lillaahi wa Inna Ilaihi Roojji'uun......

Tepat pada pukul 04.40 (waktu jidar) subuh, Syaikhuna berpulang ke Rahmatullah. Keadaan yang sebelumnya gening dikejutkan dengan suara isak tangis yang sambung menyambung. Entah dari mana berita itu bermula, namun semakin jelas dan nyata bahwa kabar wafatnya Syaikhuna adalah merupakan kebenaran yang tak dapat dipungkiri.

Seperti digerakkan oleh tangan yang tak nampak, kelompok2 manusia yang tadinya tersebar di sekitar komplek ar-Raudhah semuanya menuju pintu kecil di belakang rumah Beliau. Mereka berjejal untuk memasuki celah yang hanya bisa dimasuki oleh dua orang. Semua berharap, sambil sesekali mengusap air yang menggenang di matanya, agar dapat memasuki kediaman Syaikhuna sekaligus dapat melihat orang yang dicintainya untuk terakhir kali dan bahkan kalau bisa melakukan ciuman terakhir yang menandakan ketaatan dan kebaktian seorang murid. Namun di antara sekian banyak, hanya sedikit saja yang mendapatkan keberuntungan itu.
Mereka yang tidak kebagian akhirnya memasuki mushalla ar-Raudhah, sehingga pada subuh itu padatlah Mushalla ar-Raudhah.

Kemudian setelah shalat Subuh, terdengar pengumuman dari pengeras suara Mushalla ar-Raudhah tentang berpulangnya Syaikhuna ke hadirat Allah SWT. Pengumuman ini kemudian menyebar luas melalui seluruh stasiun radio, segenap masjid dan mushalla yang ada di seluruh Kalimantan Selatan.
Hari itu terjadilah sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam sejarah keagamaan di Kalimantan Selatan. Berita wafatnya Guru tercinta langsung menyebar di kalangan murid-murid di berbagai pelosok daerah. Hampir seluruh instansi pemerintah meliburkan diri, para murid di sekolah-sekokah dipulangkan, dan pasar-pasar menjadi lenggang karena para pedagang menghentikan kegiatannya. Orang-orang dari berbagai pelosok bumi Banjar berdatangan menuju Martapura khususnya ke Sekumpul untuk ikut mengantar kepergian sang Guru. Hari itu kota Martapura, khususnya daerah Sekumpul, menjadi lautan manusia. Lautan manusia yang berduka karena kehilangan seorang Abah sekaligus Guru tercinta yang selama ini begitu istiqomah memberikan pengajaran, mengayomi, memperhatikan persoalan-persoalan hidup mereka, baik kehidupan sementara di dunia, maupun kehidupan abadi di akhirat kelak.

Transportasi menjadi sangat padat, semuanya berujung pada tempat yang sama. Bahkan penyeberangan ferry yang menghubungkan Kotabaru dan Batu Licin menjadi penuh, terlihat antrian sepanjang beberapa kilometer menunggu giliran untuk menyeberang. Sementara itu, dari jalan-halan Hulu Sungai maupun Banjarmasin terlihat mobil pribadi, angkutan umum, serta kendaraan roda dua, merayap pelan saking padatnya jalan yang dilalui. Semua polisi diturunkan ke jalann untuk ikut mengatur lalu lintas. Hari itu seakan semua penghuni Kalimantan ditumpahkan ke Martapura.

Tidak hanya transportasi darat, transportasi udara pun, khususnya dari pulau Jawa, menjadi penuh. Hari itu dan beberapa hari berikutnya merupakan masa-masa yang sulit untuk bisa mendapatkan tiket baik dari pulau Jawa ke Banjarmadin atau sebaliknya. Seandainya adapun, maka harganya telah melambung tinggi sampai beberapa kali lipat dari harga biasanya.

Di tempat kediaman Syaikhuna sendiri, terlihat kesibukan keluarga dibantu beberapa murid terdekat Beliau yang sedang menyiapkan acara pemakaman. Dalam kejadian ini sekali lagi terlihat kehati-hatian Syaikhuna dalam menjalankan perintah Agama Islam, di mana jauh hari sebelumnya Beliau telah membuat wasiat untuk keluarga dan murid-murid Beliau. Dimulai dari orang yang memandikan jenazahnya, imam shalat jenazah, menggali lubang kubur, hingga orang yang membacakan talqin. Tak lupa pula Beliau telah mempersiapkan sejumlah amplop berisi uang yang akan diserahkan kepada para penyelenggara pemakaman.
Tepat pukul 10.00 WITA, jenazah Beliau mulai dimandikan dengan dipimpin oleh (alm) Allahu Yarham Guru Abdus Syukur pada waktu itu. Jenazah Syaikhuna dipangku oleh beberapa orang keluarga terdekat Beliau. Tak ketinggalan, dalam memandikan jenazah Syaikhuna ini, kedua anak Beliau ikut menyiramkan air ke tubuh ayah tercinta. Tak terdengar isak tangis dari mereka berdua, hanya beberapa tetes air mata tampak membasahi kedua pipi mereka. Kemudian setelah pemandian, Syaikhuna dikapankan, setelah sebelumnya dipakaikan jubah serta sorban yang telah disiapkan Beliau jauh hari sebelum wafatnya.

Sebelum kain kafan sempurna ditutupkan ke jenazah Beliau, bergiliran beberapa orang terdekatdi mulai dari keluarga memberikan ciuman perpisahan. Beberapa dari mereka tak mampu untuk menahan air mata yang berjatuhan, air mata kesedihan karena ditinggalkan oleh orang yang selama ini mencintai mereka dan mereka cintai.

Setelah acara pengkafanan, dilaksanakan acara Bahillah yang dipimpin juga oleh (alm) Guru Abdus Syukur, dilanjutkan dengan shalat jenazah sebanyak tiga kali di dalam rumah, yang pertama diimami oleh (alm) Guru Abdus Syukur, kemudian oleh (alm) Guru Anang Djazouly, dan terakhir oleh Habib Zaki dari Solo.
Di Mushalla Ar-Raudhah dan sekitarnya yang tidak mampu menampung seluruh jamaah, terlihat wajah-wajah sedih yang tak dapat disembunyikan. Sesekali terdengar pengumuman yang meminta para jamaah agar tenang, namun semua seakan tak berbekas sedikitpun untuk mengurangi kegundahan hati mereka. Sebagian besar jamaah terus mengarahkan pandangan mata mereka ke pintu rumah Syaikhuna. Mereka menanti dibawanya jenazah Syaikhuna ke Mushalla untuk dapat mereka shalatkan bersama.

Setelah shalat Dzuhur, terlihat beberapa orang berpakaian polisi berbaris dari pintu rumah Syaikhuna sampai ke pintu Mushalla yang menuju mihrab. Kontan saja tindakan ini menjadi perhatian dari semua orang, mereka menyadari bahwa sebentar lagi saat yang ditunggu akan tiba. Kemudian pintu Syaikhuna terbuka, dan dari dalamnya keluarlah keranda yang diusung oleh beberapa orang. Serempak terdengar gemuruh dzikir rak henti-henti, komplek Ar-Raudhah seakan terhentak oleh suara ini, diselingi tangisan kesedihan yang keluar tak tertahan oleh sebagian besar jamaah. Semua orang berdesakan ingin menyentuh keranda Guru tersayang, seorang jamaah yang histeris menarik kain yang menutupi keranda hingga hampir terlepas, dan terlihat jenazah Guru yang tetap tak bergerak walaupun keranda itu bergerak di antara desakan sekian banyak jemaah. Beberapa saat kemudian keranda itu pun mencapai pintu Mushalla yang hanya berjarak 25 meter dari rumah Syaikhuna. Gemuruh dzikir terus menggema sampai keranda diletakkan di depan imam, dan kemudian terdengar pengumuman bahwa shalat jenazah akan dimulai.

Dikarenakan sedemikian banyaknya para jamaah sehingga shalat jenazah dilakukan secara bergantian. Berpuluh-puluh kali shalat jenazah dilaksanakan sampai menjelang shalat Ashar.
Menjelang shalat Ashar, jenazah dibawa ke kubah turbah al-Mahya, diiringi dzikir yang bergemuruh dari ratusan ribu jamaah di komplek ar-Raudhah.
Tinggal beberapa menit lagi sebelum shalat Ashar tiba, salah seorang keluarga almarhum membagikan beberapa gumpalan tanah yang sudah disediakan kepada Guru-Guru untuk dibacakan Surah al-Qadr sebanyak 7 kali, selanjutnya akan dijadikan sebagai penyangga tubuh bagian belakang almarhum. Selang beberapa menit kemudian adzan shalat Ashar dikumandangkan, jasad Syaikhuna pun mulai diturunkan pelan-pelan hingga masuk ke liang lahat oleh Zainal Abidin, H. Anang Kurdi, dan H. Rusdi. Satu persatu ikatan tali bagian kepala, dada, dan kaki dibuka, disaksikan oleh para jamaah di antaranya para Habaib dan Ulama dari luar daerah. Kemudian sedikit demi sedikit tanah mulai dimasukkan sambil diiringi dengan bacaan surah Yasin, hingga akhirnya ditanamkan dua byah nisan di atas makam. Setelah itu (alm) Guru Abdus Syukur membacakan talqin mayit, dan akhirnya ditutup dengan tahlil dan doa arwah oleh Beliau.
Setelah semua acara pemakaman selesai, terdengar iqomah yang diteruskan dengan shalat Ashar. Sebagian jamaah beranjak pulang, namun sebagian besar tetap berada di komplek ar-Raudhah, sambil tetap berusaha memasuki kubah turbah al-Mahya untuk membaca surah Yasin dan kalau beruntung bisa mencium nisan yang baru di tanam.

Sejak hari itulah, jamaah merasakan kehilangan yang sangat mendalam. Jika dahulu setiap permasalahan yang menggumpal di benak selalu mencair manakala dibawa hadir di pengajian Sekumpul, sekarang ke mana lagi mereka harus membawanya. Apabila dahulu ada yang menuntun mereka meniti Shirath al-Mustaqim menuju Mardhotillah, kini siapa lagi yang benar benar bisa diikuti, yang memiliki keikhlasan murni, tanpa ada maksud-maksud dan kepentingan pribadi. Mungkin itulah yang membuat banyak dari mereka sangat sedih.

Sumber : KEBERKAHAN ABAH GURU SEKUMPUL

Minggu, 10 April 2016

Tata Krama Saat Bersenggama (Qurratul Uyun)

Fasal didalam menerangkan sebagian tata krama jima' dan cara yg paling utama di dalam berjima serta apa saja yg berhubungan.

وَاحْذَرْ من الجِمَاعِ فِى الثِّياب # فَهُوَ مِنَ الجَهْلِ بِلا ارْتِياب

"Hindarilah bersegama dengan menggunakan pakaian # itu adalah pekerjaan bodoh, tanpa keraguan"

بلْ كُلُّ مَا عَلَيهَا صَاحَ يُنْزَعُ #وكُنْ مُلاعِباً لهالاتَفْزَعُ

"Melainkan semua pakaian istri dibuka wahai kawan # dan hendaklah kamu bermain main dengannya, dan janganlah kamu takut"

Ibnu Yamun telah memberi isyarah bahwa diantara tata krama seggama adalah suami tidak menyetubuhi istrinya dalam keadaan istrinya menggunakan pakaian. Suami hendaknya melepas semua pakaiannya, kemudian dia bersama istrinya berseggama dalam satu selimut, karena ada hadist yg menerangkan hal tsb.

إذا جَامَعَ أَحَدَكُم فَلَا يَتَجَرَّدَان تَجَرُّدَ الحِمَارَيْنَ

"Apabila salah seorang di antara kalian berseggama dengan istrinya, maka janganlah telanjang, sebagai mana telanjangnya keledai".

Dan adalah Nabi Saw ketika hendak berseggama beliau menggunakan tutup kepala dan melirihkan suaranya serta berkata kepada istrinya: "Hendaklah kamu tenang".

Berkata Iman Khatab,"Dan hendaklah orang yg berseggama selalu menggunakan penutup
untuk dirinya dan istrinya, baik ketika menghadap kiblat atau tidak.

Dan didalam kitab madakhil di katakan, bahwa hendaklah suami tidak berseggama dengan istrinya dalam keadaan telanjang. Tanpa ada selembar kainpu yg menutupi keduanya, karena Nabi melarang hal itu dan mencelanya.beliau menyamakan hal itu dengan apa yg dilakukan keledai. Sahab Abu Bakar ra juga menggunakan tutup kepala ketika beliau berseggama dengan istrinya, karena malu kepada Allah Swt.

DUA FAEDAH
Faedah yang pertama: Telanjang ketika tidur memiliki beberapa manfaat. Di antaranya adalah dapat membebaskan tubuh dari panas yg timbul karena gerakan di siang hari, memudahkan untuk membalik balikan tubuh ke kanan dan ke kiri, menimbulkan rasa gembira bagi istri dengan tambahan kemesraan, menjalankan perintah, karena Nabi Saw melarang menyia nyiakan harta dan tidak di ragukan lagi bahwa tidur dengan menggunakan pakaian dapat mempercepat rusaknya pakaian tsb, dan menjaga kebersihan karena pada umumnya pada pakaian tidur terdapat kutu dan binatang yg sejenisnya.

Faedah yg kedua: Berkata sebagian ahli ilmu, bahwa di sunahkan melipat pakaian di waktu malam guna mengembalikan pakaian itu pada keadaan semula dan membaca BASMALAH ketika melipatnya, jika tidak, maka setan akan memakai pakaian tsb di malam hari, sedang pemiliknya memakai disiang hari, dengan demikian akan mempercepat kerusakannya.

Nabi Saw bersabda:"
أُطْوُرْ ثِيابَكم فإنّ الشّيْطَان لا يَلْبَسُ ثَوْباً مَطْوِياً

Lipatlah pakaian kalian, karena sesungguhnya setan tidak mau memakai pakaian yg di lipat".

Adapula hadis yg mengatakan:"

أُطْوُرْ ثِيابَكم تَرْجِعُ إليهَا أروَاحُهَا

Lipatlah pakaian kalian, karena pakaian itu akan kembali pada keadaan semula".

Dan di antara tata krama berseggama adalah sebagai mana yg di terangkan oleh Ibnu Yamun:

مُعَانِقًا مُبَاشِراً مُقّبَلاً # فى غيرِ عَيْنَيْهَا فَهَاكَ وَاقْبَلَا

"Dan hendaklah kamu bercumbu rayu dengan istrimu, janganlah kamu takut".  "Merangkul, merapat, dan mencium # selain (mencium) matanya, lakukanlah dan hadapilah".

Maka Ibnu Yamun menjelaskan, bahwasanya di anjurkan bagi seorang suami apabila ia hendak seggama, maka hendaklah ia memulai dengan bersenda gurau dengan istrinya dan juga bermain main dengan istrinya dengan sesuatu yg di perbolehkan, seperti meraba, merangkul, dan mencium selain mata istrinya. Adapun mencium mata maka akan menyebabkan perceraian sebagai mana keterangan yg akan datang. Dan janganlah seorang suami ketika ia seggama dengan istrinya ia melakukannya dalam keadaan lupa diri. Sebagai mana sabda Nabi Saw:

"Janganlah sekali kali ada seseorang di antara kalian yg berseggama dengan istrinya, sebagai mana yg di lakukan hewan, dan hendaklah di antara keduanya menggunakan suatu perantara. Kemudian Nabi di tanya, "Apakah yg di maksud dengan perantara itu?" Nabi menjawab, yaitu mencium dan bercakap cakap dengan bahasa yg indah indah".

Dalam riwayat yg lain. "Jika salah seorang di antara kamu senggama, maka janganlah telanjang bulat sebagai mana telanjangnya kuda"

Sebaiknya saat suami melakukan senggama hendaklah ia memulainya dengan penuh kelemah lembutan sambil berbakap cakap dengan penuh kemesraan dan memberikan ciuman yg penuh dengan kehanggatan. Hal tsb di lakukan karena sesungguhnya wanita cinta kepada pria, sebagai mana pria cinta kepada wanita. Maka jangan sampai suami berseggama bersama istrinya dalam keadaan lupa diri dengan melupakan semua perantara itu. Kalau tidak begitu, maka suami hanya akan dapat memenuhi kebutuhannya saja, sebelum kebutuhan istrinya terpenuhi. Dengan kata lain suami akan mengalami ejakulasi sebelum istri mengalaminya, yg pada akhirnya akan menyebabkan keresahan (ketidak puasan) sang istri atau merusak agamanya (menyebabkan perselingkuhan).

Kebaikan dan kebenaran seluruhnya ada dalam hadis, bahwasanya janganlah sekali kali seorang suami ketika ia hendak seggama dengan istrinya tanpa di dahului dengan bersenda gurau, bermesraan dan bersenang senang. Setelah itu barulah ia bertindak untuk melepaskan keinginannya (berseggama).

Di dalam hadis di katakan: "ada 3 perkara yg termasuk kelemahan, yaitu: seseorang bertemu dengan orang yg ia senangi kemudian ia berpisah sebelum ia mengetahui nama dan nasabnya. Seseorang yg saudaranya ingin menghormatinya, kemudian penghormatan itu di tolaknya. Seorang laki laki yg menggauli hamba sahayanya/ istrinya tanpa di dahului dengan percakapan, bermesraan dan bersenang senang, kemudian ia langsung mencapai puncak ejakulasinya, sementara hamba sahayanya/istrinya sendiri belum terpenuhi kebutuhannya (kebutuhan dalam senggama).

Kemudian Ibnu Yamun berkata:

وَعَكْسُ ذَا يُؤَدّي لِلشِّقَاقِ بَيْنَهُمَا صَاحِ وَلِلفِرَاقِ

"Dan kebalikan (dari tata krama seggama) dapat mendatangkan perselisihan # antara suami istri dan perceraian, wahai sahabat".

Bahwa apa bila seorang suami ketika ia berseggama dengan istrinya tanpa di dahului dengan bermain main (bercumbu rayu) atau tanpa didahului dengan mencium kepala istri atau malah sang suami mencium kedua mata istri, maka hal tsb dapat menyebabkan percekcokan dan perselisihan serta menyebabkan anak yg terlahir dalam keadaan bodoh dan lemah otaknya. Hal itu sebagai mana di jelaskan di dalam kitab An­Nashihah.

Dan datang keterangan, bahwa pahala yang besar didapati bagi suami yang seggama dengan istrinya dengan niat yang baik dan setelah ia melakukan pemanasan pemanasan seperti mencium dan bercumbu rayu.

Dari Sayidatina Aisyah Ra, ia berkata, bahwasanya Nabi Saw bersabda: "Barang siapa memegang tanggan istrinya kemudian ia merayunya, maka Alloh tetapkan baginya satu kebaikan, dan Alloh hapus baginya satu keburukan dan Alloh angkat baginya satu drajat. Dan apabila ia memeluk istrinya, maka Alloh tetapkan baginya sepuluh kebaikan, dan Alloh hapus baginya sepuluh keburukan dan Alloh angkat baginya sepuluh drajat. Dan apabila ia mencium istrinya, maka Alloh tetapkan baginya dua puluh kebaikan, dan Alloh hapus baginya dua puluh keburukan dan Alloh angkat baginya dua puluh drajat. Dan apabila ia menjima' istrinya, maka hal tsb lebih baik baginya daripada dunia beserta isinya".

Dan dari Nabi Saw: "Barang siapa bercumbu rayu dengan istrinya, maka Alloh tetapkan baginya dua puluh kebaikan, dan Alloh hapus darinya dua puluh kesalahan. maka apabila ia memegang tangan istrinya, maka Alloh tetapkan baginya empat puluh kebaikan, dan Alloh hapus darinya empat puluh kesalahan. dan apabila ia menciumnya, maka Alloh tetapkan baginya enam puluh kebaikan, dan Alloh hapus darinya enam puluh kesalahan. dan apabila ia menjima'nya, maka Alloh tetapkan baginya seratus dua puluh kebaikan, dan Alloh hapus darinya seratus dua puluh kesalahan. maka apabila ia mandi besar. Maka Alloh berseru kepada malaikat malaikatnya: "Lihatlah hamba Ku, ia mandi besar karena takut kepada Ku serta ia meyakini bahwa Aku adalah tuhannya, maka saksikanlah oleh kalian bahwasanya Aku telah menghapus dosa dosanya, maka tidaklah air mengalir dari rambut rambutnya, melainkan Alloh tetapkan baginya kebaikan"

Dan didalam kitab SYIFAUSSUDUR dijelaskan, bahwa Nabi Saw bersabda:"Apabila seorangc istri mengikuti keingginan suaminya (yang baik) atau ia berhias/berdandan dengan tujuan mencari keridhoan suaminya, maka ditetapkan baginya kebaikan, dan Alloh hapus darinya sepuluh kesalahannya, dan Alloh tinggikan derajatnya. Dan apabila suaminya memanggilnya (untuk berhubungan intim) kemudian ia menuruti keinginan suaminya lalu hamil, maka ditetapkan baginya pahala seperti orang yg berpuasa (di siang hari) serta shalat tahajud (di malam hari) di dalam perang fisabilillah. kemudian apabila ia merasakan sakit (diwaktu hamil) maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yg memerdekakan budak yang mu'min. kemudian apabila ia melahirkan, maka tidak ada yg mengetahui pahala yg didapatinya kecuali Alloh Swt. Dan adalah baginya dari setiap isapan anaknya yang menyusu ia mendapatkan pahala seperti orang yg memerdekakan sepuluh budak. Dan apabila ia menyuapi anaknya makanan, maka ada suara yg memanggilnya:" Mulailah kamu beramal, sungguh telah di ampuni dosa dosamu yg lalu. Maka berkatalah Siti Aisyah Ra:" Sungguh besar sekali pahala yg didapati oleh istri yg sholihah.

Berkata Siti Aisyah Ra: "Manakah pahala yang kalian dapati wahai para suami ?'.. Maka Nabi Saw pun tersenyum, dan Beliau bersabda:

مَا مِنْ رَجُلٍ اَخَذَ بِيَدِ زَوْجَتِهِ يُرَاوِدُها الّا كَتَبَ اللهُ لَهُ خَمْسَ حَسَنَاتٍ فان عَانَقَها فَعَشَرَ حَسَنَاتٍ فان قَبَّلَهَا فَعِشْرِينَ حَسَنَاتٍ فَإن أتَاهَا كَانَ خَيرًا مِنَ الدُنْيَا وَمَا فِيْهَا  الحديث

" Tidak ada seorang suamipun yg memegang tangan istrinya, kemudian ia merayu istriya tsb, melainkan Alloh tetapkan baginya lima kebaikan. Kemudian apabila ia merangkul istrinya, maka Alloh tetapkan baginya sepuluh kebaikan. Kemudian apabila ia mencium istrinya, maka Alloh tetapkan baginya dua puluh kebaikan. Kemudian apabila ia menjima' istrinya, maka hal tersebut lebih baik baginya dari pada dunia beserta isinya.

Kemudian apabila ia mandi besar, maka tidaklah mengalir air keseluruh jasadnya melainkan Alloh hapus kesalahan kesalahannya dan Alloh angkat derajatnya. Dan Alloh berikan (sebab mandi besarnya tersebut) kebaikan yang melebihi dunia beserta isinya. Alloh membanggakan ia di hadapan para malaikat malaikat_Nya, Dan Alloh berkata kepada malaikat malaikat_Nya:" Saksikanlah hamba_Ku ini, ia mandi besar di malam yang dinggin, dan ia meyakini bahwa Aku adalah Tuhannya maka Aku bersaksi atas kalian bahwasanya Aku telah mengampuni dosa dosanya ( HR. Imam Sa'alabi).

Dan di antara tata krama jima' adalah, sebagai mana yg di jelaskan oleh Ibnu Yamun dalam
syairnya:

وَطَيِّبَنْ فَاكَ بِطَيَّبٍ فَاىِٔحِ # عَلى الدّوَامَ نِلْتُمْ الَمنَاىِٔحِ

"Harumkanlah mulutmu dengan harum haruman # atas selamanya, maka kamu akan mendapatkan kebahagiaan".

Ibnu Yamun menjelaskan bahwa dianjurkan bagi suami untuk mengharumkan mulutnya dengan sesuatu yg dapat mengharumkan mulut, seperti minyak anyelir, kemenyan, kayu hindi dan sebagainya. Hal ini di lakukan untuk menambah rasa cinta. Dan mengharumkan mulut tersebut tidak hanya di lakukan pada waktu mau berjima' saja, melainkan juga pada setiap waktu, sebagai mana di katakan oleh Ibnu Yamun di dalam syairnya di atas lafaz ALAA DAWAMI "atas selamanya". Dan perkataan Ibnu Yamun FAA_IHIN adalah isim fail dari fiil madhi FAAHA_YAFUHU_ FAIHAN yg artinya bau harum yang menyebar.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa lafaz FAAHA tidak di gunakan kecuali untuk sesuatu yg wangi danharum saja. Dan tidak digunakan untuk sesuatu yg berbau busuk dan menjijikan. Melainkan di katakan ( untuk yg berbau busuk) lafaz HABAT RAIUHA yg artinya: "telah berhembus bau busuk itu", sebagai mana di jelaskan di dalam kitab Almisbah. Dan lafaz WALMANAIHU adalah jama'nya lafaz MUNIHATUN yg artinya pemberian. BEBERAPA FAEDAH Faedah yang pertama, disunahkan bagi wanita hendaklah ia menghias diri dan memakai wangi wangian untuk suaminya.

خيرُالنِّسَاء العِطْرَة المطهَّرَة

Bersabda Nabi Saw: "Sebaik baiknya wanitaadalah yg selalu menggunakan wangi wangian lagi bersih".

Lafaz AL_ITRU maksudnya adalah: wanita yg suka memakai wangi wangian dari kayu 'ithr,
sedangkan ma'na lafaz MUTATOHARAH adalah wanita yg suka membersihkan diri dengan air
(mandi).

Dan Syaidina Ali bin Abi thalib Ra: "Sebaik baiknya wanita kalian adalah wanita yg harum baunya dan sedap masakannya, yaitu wanita yg sederhana. Sederhana dalam belanja dan pemeliharaannya (tidak pelit dan tidak boros). Itu semua adalah tindakan karena Alloh, sesungguhnya tindakan yg di landasi karena Alloh itu tidak akan merugi.

Dan  Siti Aisyah Ra: "Adalah kami (kaum wanita) suka membalut kening kening kami dengan pembalut yg telah di beri minyak kesturi. Kemudian jika salah seorang dari kami berkeringat, maka mengalirlah minyak kesturi trb di wajahnya. Dan hal itu dilihat oleh Nabi Saw, dan beliau tidak mengingkarinya".

Faedah yang kedua, dan di sunahkan bagi wanita memakai celak/sifat mata pada kedua matanya dan mewaranai kedua tangan serta kakinya dengan pacar. Tetapi tidak boleh mentato dan menghitamkan keduanya. Berkata Nabi Saw: "Saya paling tidak suka melihat wanita tidak memakai celak atau pacar". Yang di maksud dengan Al_marhaa_u adalah wanita yg kedua matanya tidak memakai celak. Sedangkan lafaz As_saltaa_u adalah wanita yg kedua telapak tangannya tidak memakai pacar. Dan berkata Saidina Umar Bin Khatab Ra: "Wahai kaum wanita, apabila kalian menggunakan pacar, maka jauhilah mentato. Dan hendaklah kalian menggunakan pacar pada kedua tangan sampai sini dan beliau memberi isyarah pada pregelangan tagannya".

Adapun laki laki yang menggunakan pacar baik pada tangan maupun kaki maka haram hukumnya. Dan adapun HURKUS, yakni sejenis pacar yang dapat hilang hanya dengan air, maka hal itu diperbolehkan. Namun jika pacar yg digunakan tidak dapat hilang kecuali dengan usaha yang keras atau melekat kuat pada kulit, maka hal tersebut tidak boleh, karena bisa menghalangi sampainya air ke kulit. Dan adapun merias wajah dengan bedak atau mewarnai bibir dengan siwak atau lipstick dan meruncingkan kuku kuku jari serta memberinya pacar, maka hal tersebut tidak dilarang.

Faedah yang ketiga, berkata penyusun kitab Al Barkah: "Bahwa wanita tidak boleh menggunakan kepingan dinar/uang receh yg di lobangi dan dijadikan kalung. Ini adalah menurut pendapat yg paling benar. Berbeda dgn perhiasan, maka makruh bagi seorang wanita bila tidak menggunakannya (jika mampu).

Adapun menggunakan perhiasan emas dan perak maka hukumnya boleh bagi wanita. Begitu juga melubangi daun telinga untuk di pasang anting anting, maka itupun di perbolehkan. Begitu juga shalat sambil menggunakan anting anting, karena hal itu (melubangi daun telinga) tidak
termasuk merubah bentuk tubuh".

Dan Imam Malik Ra di tanya tentang hukum wanita yg memakai gelang di kakinya. Maka beliau menjawab: "Saya lebih senang jika hal itu di tinggalkan" kemudian beliau berkata: "Karena jika mereka berjalan, maka gelang gelang tsb akan mengeluarkan suara".

Maka Imam Malik Ra berpendapat, bahwa meninggalkan hal itu lebih beliau senangi, tetapi tidak sampai mengharamkannya. Sebab yg diharamkan bagi wanita adalah memamerkan dan memperdengarkan perhiasan perhiasan tersebut.

Dan keterangan yg telah di sebutkan oleh Ibnu Yamun tentang di bolehkannya melubangi daun telingga adalah pendapat yg di sampaikan oleh Ibnu Farhun dari Imam Ahmad ra. Berbeda dgn pendapat Imam Ghazali ra, beliau menolak (di bolehkannya wanita) menggunakan anting, sehingga beliau menganggap bahwa larangan menggunakan anting tsb sudah mendekati ijma'.

Sedangkan pendapat yg membolehkan menggunakan perhiasan perhiasan itu dikuatkan oleh hadis Nabi saw yg terdapat didalam kitab Sahih Bukhari ra, bahwa kaum wanita mereka menggunakan perhiasan pada masa Nabi saw. Dan berkata sebagian guru, bahwa keterangan dari hadis itulah yg hendaknya di ikuti, karena pendapat yg lain dapat mempersempit ruang gerak umat, dan perhiasan merupakan haknya kaum wanita. Dan adapun bagi laki laki dan anak anak (laki laki) maka ulama sepakat melarangnya.

Faedah yg keempat, Menggemukan badan wanita juga termasuk perhiasan, berkata Ibnu Siiriin: "Saya tidak pernah melihat laki laki yg berpakaian lebih pantas melebihi kepandaiannya dalam berbicara. Saya juga tidak pernah melihat perempuan merias diri yg lebih pantas melebihi kegemukannya".

Dikatakan: "Gemuk badan adalah salah satu dari bentuk keindahan". Akan tetapi telah berkata imam barzali, aku pernah bertanya kepada guruku, ibnu arafah, tentang masalah wanita yg menggemukkan badannya. Kemudian Ibnu Arafah menjawab: "Jika dapat membahayakan tubuh dan yg lainnya maka tidak boleh, apabila tidak membahayakan tubuh maka tidak apa apa. Karena hal itu akan dapat mendatangkan kesempurnaan dlm bermesraan, dan (sesuatu yg dapat mendatangkan kesempurnaan) itu diperbolehkan.

Berkata Imam Barzali, Aku mendengar Guruku berkata: "Lemak bagi wanita itu sama sekali tidak ada kebaikannya. Karena kegemukan ( karena lemak) itu bisa membuat berat dalam hidup dan setelah mati baunya sangat busuk"
.
Faedah yg kelima, Nabi Saw bersabda: "Wanita manapun yg menggunakan wangi wangian dan minyak, kemudian ia keluar dari rumahnya tanpa seizin suaminya, maka ia berjalan menuju kemurkaan Allah dan kebencian_Nya sehingga ia kembali kerumahnya".

Dan bersabda Nabi Saw: "Wanita manapun yg memperlihatkan perhiasannya yg tidak dikehendaki suaminya, maka baginya mendapat dosa 70 orang pezina, kecuali apabila ia bertobat. Wanita manapun yg memenuhi / melepas pandangannya kepada selain suaminya, maka Allah Swt akan penuhi matanya dengan api neraka" Maka hendaklah wanita selalu menjaga dirinya dari musibah ini, dan hendaklah ia juga menjaga pandangannya dari malapetaka yg disebabkan ia memandang kepada yg bukan mahram.

Dan di riwayatkan dari sebagian ulama, bahwasanya salah seorang dari mereka berkata: "Demi Allah, saya lebih senang istriku dipandang oleh seribu laki laki daripada ia memandang seorang laki laki". Karena itulah Allah Swt mensifati wanita penghuni surga adalah wanita yg melepaskan pandangannya hanya kepada suaminya. Allah swa berfirman: "Merekalah wanita wanita yg mencukupkan pandangan mereka hanya didalam rumah".

Dan sebagian dari tata krama jima' adalah apa yg di ungkapkan oleh Ibnu Yamun dengan ucapannya:

"Janganlah kamu memberikan kepada istrimu dirham (uang) wahai kawan # agar ia mau melepas celana dalamnya, maka ambilah dan pahamilah"

"Karena hal itu menyerupai perbuatan zina # maka takutlah kamu, dan sesuaikanlah sikapmu dengan sunnah berjima".

Maka Ibnu Yamun menjelaskan, bahwasanya tidak boleh bagi suami memberikan kepada istrinya uang, agar istrinya tsb mau melepaskan celana dalamnya, karena hal itu menyerupai perbuatan zina. Dan hendaklah orang yg berakal merasa takut akan perbuatan tsb, agar apa yg dilakukannya sesuai dengan sunah yang suci.

Dan penyusun kitab Al_ Madkhal berkata: "Dan telah terjadi di kota Fas, bahwasanya seorang laki laki jika ia memasuki kamar istrinya maka ia memberikan kepingan kepingan perak, sebelum celana dalam istrinya di lepas, maka sampailah hal tsb kepada para ulama. Maka para ulama mengatakan: "Bahwa hal ini menyerupai perbuatan zina", maka merekapun melarangnya.

Dan penyusun kitab An_Nashihah berkata: "Dan janganlah suami memberikan sesuatu kepada istrinya ketika hendak berhubungan, karena hal itu menyerupai perbuatan zina. Dan adalah hal seperti itu di ketahui dari kelakuan sebagian orang orang maghrib (barat) agar sang istri mau membuka celana dalamnya".

PERINGATAN
Di ambil dari perkataan Ibnu Yamun: "Hanya untuk melepas celana dalamnya". Sesungguhnya memakai celana dalam sangat di anjurkan bagi seorang istri. Dan memang demikian (hukum yg benar).

Dan dalam suatu hadis: "Dimasa Rasulullah Saw ada seorang wanita yg jatuh pingsan dan terbuka (auratnya). Maka tiba tiba di ketahui wanita tsb memakai celana dalam, maka berkatalah Nabi Saw, "Semoga Allah memberi rahmat kepada wanita wanita dari umatku yg memakai celana dalam".

Dan berkata Abdul Malik, "Disunahkan bagi wanita memakai celana dalam ketika naik kendaraan atau berpergian, karena di khawatirkan auratnya terbuka ketika ia pingsan. Dan adapun ketika tidak sedang berkendaraan atau berpergian, maka biasakanlah untuk memakai kain.

FAEDAH
Telah berkata Ibnu Qoyyum: " Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya Nabi saw memakai celana dalam dan merekapun (para sahabat) memakai celana dalam dimasa Nabi dan dengan izin Nabi saw."

Dan berkata sebagian ulama: "Pendapat yg diunggulkan adalah pendapat yg mengatakan bahwa Nabi saw memakai celana dalam".

Salah satu perintah Nabi saw agar memakai celana dalam adalah hadis yg di keluarkan oleh Uqail dan Hbnu Addi di dalam kitab Al_Kamil, dan Imam Baihaqi di dalam kitab Al_Adab dari syaidina Ali ra, halnya hadis yg marfu'. Nabi saw bersabda:

"Pakailah oleh kalian celana dalam, karena sesungguhnya hal itu lebih menutupi diri kalian. Dan jagalah (pakaikanlah) wanita wanita kalian dengan celana dalam ketika mereka sedang keluar rumah
(berpergian).

Dan berkata Imam Suyuthi didalam kitab Aulianya: "Bahwasanya orang yg pertama kali memakai
celana dalam adalah Nabi Ibrahim as." Hadis tsb diriwayatkan oleh lmam Waqi' didalam tafsirnya
dari Abi Hurairah ra.

Telah menyebutkan Syaikh Al_Alamah Ibnu Dzikri, bahwa Al_ Imam Al Khalil Asy syarif Al Majid
Abdullah Bin Thahir ditanya tentang hukum memakai celana dalam, apakah sunah atau tidak?. Kemudian ia pergi kerumah gurunya, Syayidi Ahmad Al Manjudi. Kemudian beliau bertanya kepada istri gurunya (tentang masalah yg di tanyakan kepada dirinya), maka istri gurunya menjawab, "Bahwasanya suaminya itu terkadang memakainya dan terkadang tidak." maka Syaikh Abdullah Bin Thahir pun memjawab kepada yg bertanya, "Bahwa Nabi Saw terkadang memakainya dan terkadang tidak". Karena ia mengetahui benar tentang ketelitian gurunya dalam mengikuti sunah Nabi Saw dan kedalaman ilmunya. Seorang Mufti Islam di desa Qudsiyah yg bernama Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Lathghani di ajukan pertanyaan oleh seseorang, dan pertanyaannya itu adalah:

"Apa pendapatmu, wahai imam semasanya # Wahai orang yg unggul dengan ilmu di antara ulama ulama yg lain seangkatannya"

"Engkau telah memperoleh keutamaan dan kesempurnaan # dan telah menyebar dari mu wangi wangian dari sebab pancaranmu"

"Apakah memakai celana dalam Nabi yg bergelar Toha Mustofa # apakah disunahkan ditutup dgn menggunakan celana dalam"

"Atau tidak, jawablah dgn cepat wahai tuanku # dengan cepat pula tuan akan mendapatkan banyak pahala"

Maka Syaikhpun menjawab:

"Saya katakan, bahwa Al Mustofa telah membeli # celana dalam itu, dan sama sekali beliau tidak memakainya selama hidupnya"

"Sebagai mana Imam Sumuni juga berkata demikian didalam # kitab hasyatus syifa', maka cegahlah dari mengingkarinya"

"Para ulama berkata, didalam kitab Al_Hadyi ada keterangan bahwa Nabi Saw memakainya # maka yg demikian itu adalah keterlanjuran ucapan yg tak disadarinya"

"Dan memakai celana dalam adalah sunah Nabi Ibrahim as, tidak # apa apa memakainya, maka pakailah karena untuk menutupinya"

Jumat, 08 April 2016

DOA KETIKA MASUK BULAN RAJAB

أَخْبَرَنَا الْإِمَامُ الشَّيْخُ هِبَةُ اللهِ السَّقَطِيُّ رَحِمَهُ اللهُ بِإِسْنَادِهِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-، قَالَ: "كَانَ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إِذَا دَخَلَ رَجَبَ، قَالَ: اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ كَمَا بَلَّغْتَنَا رَجَبَ".

Telah mengkhabarkan kepada kami, Syeikh Hibatullah Assaqathi rahimahullaah dengan isnadnya dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata: “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika masuk bulan Rajab, beliau berdoa:

ALLAAHUMMA BAARIK LANAA FII RAJABA WA SYA’BAANA WA BALLIGHNAA RAMADHAANA  KAMAA BALLAGHTANAA RAJABA

Ya Allah, berkahilah untuk kami pada Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami Ramadlan sebagaimana Engkau sampaikan kami Rajab."

DOA MALAM PERTAMA BULAN RAJAB

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَدْعُوَ فِيْ أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ بِهَذَا الدُّعَاءِ وَهُوَ أَنْ يَقُوْلَ:


Disunnahkan berdoa pada awal malam Rajab ketika usai melakukan sholat dengan doa berikut ini:

إِلَهِيْ تَعَرَّضَ لَكَ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ الْمُتَعَرِّضُوْنَ، وَقَصَدَكَ الْقَاصِدُوْنَ، وَأَمَّلَ فَضْلَكَ وَمَعْرُوْفَكَ الطَّالِبُوْنَ؛

" Wahai Tuhanku, di malam ini telah berpaling orang-orang yang berpaling (dari rahmat-Mu), telah datang kepada-Mu orang-orang yang mempunyai tujuan, dan telah berharap orang-orang yang berkeinginan memperoleh  anugerah dan kebaikan-Mu.

وَلَكَ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ نَفَحَاتٌ وَجَوَائِزُ، وَعَطَايَا وَمَوَاهِبُ، تَمُنُّ بِهَا عَلَى مَنْ تَشَاءُ مِنْ عِبَادِكَ، وَتَمْنَعُهَا مِمَّنْ لَمْ تَسْبِقْ لَهُ الْعِنَايَةُ مِنْكَ، وَهَا أَنَا عَبْدُكَ الْفَقِيْرُ إلَيْكَ، الْمُؤَمِّلُ فَضْلَكَ وَمَعْرُوْفَكَ،

Di malam ini Bagi-Mu adalah  tiupan rahmat, piagam-piagam penghargaan, pemberian  dan  anugerah. Engkau berikan semua itu terhadap hamba-hamba-Mu yang Kau kehendaki dan Engkau tidak memberikannya terhadap orang yang tiada memperoleh pertolongan dari-Mu. Inilah aku adalah hamba-Mu yang berharap pada-Mu, berharap anugerah-Mu dan kebaikan-Mu.

فَإِنْ كُنْتَ يَا مَوْلَايَ تَفَضَّلْتَ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ عَلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ، وَجُدْتَ عَلَيْهِ بِعَائِدَةٍ مِنْ عَطْفِكَ، فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ ، وَجُدْ عَلَيَّ بِطَوْلِكَ وَمَعْرُوْفِكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

Apabila Engkau - wahai kekasih Kami- telah memberikan anugerah-Mu di malam ini terhadap seseorang dari makhluk-Mu, dan telah Engkau berikan kebaikan padanya dengan berbagai sambungan kelembutan-Mu, maka, anugerahkan rahmat atas  Nabi Muhammad shalallahu 'aliahi wasallam, keluarga dan sahabat beliau juga berikanlah atasku dengan kekayaan dan kebaikan-Mu. Wahai Tuhan seru sekalian alam."

وَكَانَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُفَرِّغُ نَفْسَهُ لِلْعِبَادَةِ فِيْ أَرْبَعِ لَيَالٍ فِي السَّنَةِ، وَهِيَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ، وَلَيْلَةُ الْفِطْرِ، وَلَيْلَةُ الْأَضْحَى، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ. وَكَانَ مِنْ دُعَائِهِ فِيْهَا:


Adalah sayyidina Ali radhiyallaahu ‘anhu menfokuskan dirinya untuk beribadah dalam empat malam dalam satu tahun, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Iedul Fitri, malam Iedul Adha, dan malam Nishfu Sya’ban.

Diantara doa beliau pada malam-malam tsb adalah:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ، وَمَوَالِي النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ، وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ، وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ؛ فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ.

Ya Allah, limpahkanlah selawat ke atas Nabi Muhammad dan keluarga beliau, lentera-lentera  (sumber cahaya) hikmah, pemberi nikmat dan sumber perlindungan. Lindungilah aku dari keburukan dengan berkat mereka. Janganlah Engkau ambil aku ketika aku sedang tertipu dan lalai, janganlah Engkau jadikan akhir segala urusanku kerugian dan penyesalan. Redhailah aku, karena sesungguhnya keampunnanMu bagi orang-orang yang zalim dan aku tergolong dari kalangan orang yang berbuat zalim.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، الْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِيَ السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ، وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ وَعَلَى أَوْلِيَائِكَ، وَأَعْطِنِيَ الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَاعْمُمْ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ، مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ.

Ya Allah, kurniakanlah keampunan bagiku perkara yang tidak memudharatkan-Mu, dan berilah aku apa yang tidak bermanfaat bagi-Mu, karena sesungguhnya Engkau memiliki rahmat yang sangat luas dan hikmah yang menakjubkan. Maka berilah aku keluasan (rezeki), kelembutan, keselamatan, kesehatan, rasa syukur, ‘afiat dan taqwa. Dan berilah aku kesabaran dan sikap jujur, kepadaku dan kepada kekasih-kekasih-Mu. (Ya Allah) berilah kepadaku kemudahan, dan jangan Engkau jadikan bersamanya kesusahan, begitu juga kepada keluargaku, anak-anakku dan saudara-saudaraku di jalan-Mu serta orang-orang yang melahirkan aku, dari kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat.

Sumber: Kitab Al Ghunyah Lithaalibii Tariiqil Haqq, karya Syeikh Abdul Qadir Al Jilani (wafat tahun 561 H), juz 1 halaman 327-328-329, cetakan Daarul Kutub Al ilmiyyah

Wallaahu A’lam

Rabu, 06 April 2016

Bahaya Mengkafirkan Sesama Muslim

Ulama ahlussunnah telah sepakat tentang bahayanya mengkafirkan seorang muslim, karena hal ini didasari  kaidah, “Siapa yang telah tetap keislamannya dengan keyakinan, maka tidak akan hilang dengan sekedar keraguan. Yakni barangsiapa telah diketahui dengan yakin bahwa dia seorang muslim maka tidak hilang sifat islam itu hanya sekedar keraguan.”

Oleh karena itu Ahlussunnah sangat hati-hati dalam mengkafirkan seorang muslim, karena mengkafirkan seorang muslim sangat berbahaya akibatnya, baik bagi yang di tuduh atau si penuduh. Seseorang hendaknya tidak masuk dalam perkara ini kecuali dengan dalil dan bukti yang jelas, dan selama masih ada jalan untuk menghindari perkara ini maka harus di tempuh, karena pengkafiran seorang muslim ini merupakan pintu yang sangat berbahaya dan tidak semua orang boleh memasukinya.

Tentang pengkafiran (takfir) terhadap seorang muslim Nabi  telah memperingatkan hal ini, beliau bersabda, “Siapa saja seseorang yang mengatakan kepada saudaranya, “hei kafir” maka julukan itu akan kembali kepada salah seorang dari keduanya. Jika orang yang dituduh itu benar, maka sesuai dengan apa  yang dituduhkan, tapi jika tidak, maka tuduhan itu akan kembali kepada yang melemparkannya.” (HR. Muslim). Di dalam hadits yang lain Rosululloh  juga bersabda, “Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekafiran, kecuali akan kembali kepada si penuduh jika orang yang dijuluki itu tidak demikian keadaannya.” (HR. Bukhori)

Karena pengkafiran ini adalah hukum syar’i atau syari’at Alloh  dimana konsekuensinya adalah halalnya darah seseorang yang tadinya telah nampak keislaman karena dua kalimat syahadat, sebagaimana Rosululloh  juga bersabda, “Barangsiapa telah menukar/merubah agamanya maka bunuhlah ia.“ (HR. Bukhori).

Jadi seorang muslim yang murtad (meninggalkan Islam) maka hukumnya dibunuh menurut syari’at Islam. Dan bukan hanya ini saja, ada konsekuensi-konsekuensi lain yang harus ditegakkan setelah seseorang itu jelas-jelas dikafirkan yakni:

Pertama, istrinya tidak lagi halal lagi baginya, sebab seorang muslimah haram dinikahi oleh orang kafir, demikian juga anak-anaknya yang muslim tidak lagi di bawah perwalian ayahnya yang kafir.

Kedua, orang yang telah kafir wajib dihadapkan kepada mahkamah untuk diterapkan hadduriddah atau hukuman murtad yaitu dibunuh karena dia telah kafir setelah Islamnya dan ini dilakukan setelah diminta taubatnya, ditegakkan hujjah dan seterusnya.

Ketiga, apabila ia telah dibunuh dan mati di atas kekafirannya itu, maka tidak berlaku baginya hukum-hukum kaum muslimin. Seperti tidak boleh dimandikan jenazahnya, disholati, tidak boleh pula dikuburkan di kuburan kaum muslimin dan hartanya tidak boleh diwarisi oleh ahli warisnya yang muslim.

Keempat, jika ia telah mati di atas kekafiran, maka laknat Alloh , para malaikat-Nya dan seluruh manusia, akan tertimpa kepadanya dan ia akan kekal di dalam neraka, naudzubillahi min dzalika. Kaum muslimin pun tidak boleh mendoakan ampunan, istighfar dan rohmat bagi orang yang telah dinyatakan kafir setelah Islam.

Jadi begitu berat konsekuensi takfir tersebut sehingga ahlussunnah dalam hal ini sangat hati-hati, tidak gegabah dan tidak sembarangan mengkafirkan seorang muslim tanpa bukti dan keterangan yang jelas.

Akan tetapi ahlussunnah juga membedakan takfir menjadi dua yaitu takfir mutlak (pengkafiran secara umum) dan takfir mu’ayan (pengkafiran secara individu, perorangan) dan ini termasuk prinsip yang penting bagi ahlussunnah dalam hal ini, yaitu pengkafiran secara mutlak dan pengkafiran orang tertentu ini berbeda, karena mungkin saja seorang muslim mengucapkan perkataan kufur atau melakukan perbuatan yang mana al Quran dan as-Sunnah serta ijma’ telah sepakat menyatakan perbuatan itu kufur dan riddah (kemurtadan) namun tidak serta merta dengan melakukan demikian orang itu menjadi kafir. Jadi tidak selamanya yang melakukan demikian dihukumi kafir. Boleh jadi perkataan, statement, pendapat, teori dan pemikirannya jelas kufur atau riddah, tapi orang yang mengatakannya tidak dihukumi kufur. Demikian juga orang yang melakukan perbuatan tadi, tidak mesti disifati sebagai orang kafir karena semua itu ada syaratnya. Karena untuk meng-isbatkan atau menetapkan pengkafiran seorang muslim, semua ini ada syarat-syaratnya dan harus hilang semua mawani’ (penghalang-penghalangnya).

Seorang muslim baru boleh dinyatakan kafir jika dia mengucapkan atau melakukan perbuatan kafir dan semua syarat-syarat takfir ada serta penghalang takfir tidak ada.

Bisa jadi seorang yang mengucapkan hal tersebut adalah seorang mualaf atau seorang yang bodoh dan kebodohannya itu ma’dzur (di tolelir) yang mungkin ia tidak tahu tentang hal itu, dimana jika hal itu dijelaskan padanya maka ia kembali dari pernyataanya atau seorang yang mengingkari sesuatu karena muta’awilan (menta’wil) dan dia keliru dalam ta’wilnya itu.

Jadi ahlussunnah wal jama’ah menyatakan kufur atau takfir mutlak misalnya dengan mengatakan, “Barangsiapa menyatakan begini-begini atau melakukan perbuatan demikian maka ia kafir” dan ini di ucapkan dengan mutlak oleh ahlussunnah wal jama’ah. Tetapi jika perkara tersebut terkait orang-perorang tertentu yang mengucapkan kalimat kekufuran atau perbuatan tersebut, maka ahlussunnah tidak serta-merta mengkafirkan orang tersebut sehingga terkumpul pada orang itu syarat-syarat takfir dan tidak ada lagi mawani’ atau penghalang-penghalangnya. Jika semua itu telah terwujud, maka telah tegak hujjah bagi orang tersebut. Adapun tentang mawani’ akan kita bahas lebih lanjut insya Alloh .

Inilah kaidah yang penting sekali yang membedakan ahlussunnah dengan yang lainnya. Karena takfir bukan hak semua orang, dimana semua orang bisa mengkafirkan orang lain sesuka hatinya. Karena takfir adalah hukum syar’i maka harus dikembalikan kepada kaidah-kaidah hukum syara’.

Maka siapa yang Alloh  dan Rosul-Nya telah mengkafirkannya dan telah tegak atasnya hujjah maka dialah orang yang kafir. Jadi semua harus dikembalikan kepada syari’at Alloh .

Imam Ibnu Taimiyah  telah berkata, “Boleh jadi suatu perbuatan atau perkataan itu kufur dan secara umum disebutkan bahwa perkataan ini kafir atau siapa yang menyatakan ini kafir, akan tetapi orang tertentu yang mengucapkan perkataan tadi atau perbuatan tadi tidak dihukumi kufur hingga tegak atasnya hujjah.” Dan perkara ini berlaku umum bagi setiap nash-nash wa’id (ancaman). Sehingga tidak boleh dipersaksikan terhadap orang-orang tertentu dari ahlul qiblat (kaum muslimin) bahwasanya dia ahlunnar (penghuni neraka), jadi tidak boleh memastikan bahwa si fulan ini adalah min ahlinnaar (dari golongan penghuni neraka) karena bisa jadi dia tidak terkena kekufuran tadi disebabkan ada syarat yang luput atau ada penghalang yang terjadi padanya.

Oleh karena itu ahlussunnah sangat hati-hati dalam takfir, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan pula, “Tidak boleh bagi seorangpun untuk mengkafirkan seorangpun dari kalangan kaum muslimin, meskipun orang itu keliru dan menyimpang atau berbuat kesalahan, hingga ditegakkan baginya hujjah dan dijelaskan jalan yang lurus. Dan barangsiapa telah nyata keislamannya dengan yakin maka tidak hilang hal itu darinya dengan keraguan.” Inilah kaidah yang di pegang oleh ahlussunnah yakni siapa yang telah nyata dalam keislamannya dengan keyakinan, maka tidak akan hilang dengan sekedar keraguan.

Saya pernah membaca suatu makalah yang mengatakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  adalah orang yang gampang mengkafirkan orang lain bahkan menjuluki beliau dengan julukan Khawarij (orang yang keluar dari golongan kaum muslimin) dan menyebut para mujadidin (ulama pembaharu) dari kalangan ahlussunah dengan sebutan Khawarij, karena mereka dengan mudah mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka dan seterusnya.

Padahal justru jika kita baca kitab-kitab yang di tulis mereka sendiri, baik itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah , Muhammad bin Abdul Wahab , dan lain-lain, mereka sangat hati-hati, tidak serampangan dan sembrono dalam mentakfir dan ini jelas sekali tertulis dalam kitab-kitab mereka. Dan takfir mereka itu jelas bersifat mutlak dan tidak mu’ayan kecuali bagi orang-orang yang sudah jelas tegak hujjah atasnya.

Jadi mereka yang mengatakan bahwa ahlussunnah, dan lebih khusus lagi ulama-ulamanya mudah mengkafirkan dan seterusnya, mereka hanya mendengar subhat dan tidak melihat serta membaca sendiri kitab-kitab atau karya yang ditulis oleh ulama-ulama tersebut.

Seperti dikutip di atas, sekarang kita akan membahas mawani’ at takfir (penghalang-penghalang takfir). Menurut ahlussunnah, takfir bisa terhindari karena adanya penghalang-penghalang untuk dijatuhkan vonis takfir pada seseorang, adapun sebab-sebab tersebut adalah:

Pertama, al-jahl (kebodohan). Karena syarat seseorang itu beriman dia telah mengetahui dan memiliki ilmu bahwa hal ini termasuk dari iman atau akidah Islam yang wajib di imani. Ketika dia tahu itu, maka wajib mengimani. Oleh karena itu barangsiapa mengingkari perkara-perkara syariat karena kebodohannya dan belum sampai kepadanya ilmu yang benar dan dalil yang jelas, maka dia tidak boleh dikafirkan, meskipun dia telah  terjatuh pada salah satu bentuk kekafiran atau kesyirikan sekalipun. Karena boleh jadi ketika dia baru masuk Islam, ia tidak tahu bahwa ini termasuk perbuatan kesyirikan atau kufur karena dia belum mengenal Islam secara benar. Atau dia tinggal di suatu negeri yang disitu tersebar kebodohan atau jauh dari sumber-sumber ilmu dan ulama. Dimana disitu kesyirikan dikenal orang sebagai tauhid dan bid’ah di anggap sunnah dan banyak sekali penyimpangan, sehingga kebatilan itu ditampakkan haq serta samar bagi kebanyakan orang. Maka dengan alasan ini, haram seseorang itu untuk di takfir. Atau bisa jadi perkara yang menyebabkan dia kafir itu adalah perkara-perkara khofiyah (tersembunyi) yang tidak diketahui kecuali oleh para ulama. Dan orang seperti ini tidak berhak dijatuhi vonis sampai ditegakkan baginya hujjah yaitu sampai dijelaskan bahwa perkara-perkara tersebut adalah hal yang dilarang dalam syariat. Keadaan manusia berbeda-beda, mencakup negeri dimana mereka tinggal dan zamannya ditinjau dari penyebaran ilmu atau tidaknya. Jadi tidak semua kaum muslimin dalam derajat yang sama dalam hal tegaknya hujjah ini. Karena bisa jadi bagi sebagian orang tertentu mereka tahu bahwa perkara tersebut adalah termasuk dari Islam namun sebagian yang lain tidak tahu bahwa itu termasuk dari Islam. Ini bisa menjadi mawani’ seseorang dijatuhi hukum takfir.

Kedua, al-khoto’ (keliru atau tidak sengaja), Alloh  berfirman:

“Dan tidak ada dosa atas kalian terhadap apa yang kalian keliru padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hati-hati kalian. dan adalah Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al Ahzab: 5). Rasululloh  bersabda dalam sunan Ibnu Majah dan di shohihkan pula oleh al-Albani , “Sesungguhnya Alloh  telah memaafkan dari umatku kekeliruan (lupa atau tidak sengaja) dan sesuatu yang terjadi karena di paksa.”

Ketiga, di ancam atau dipaksa ini pun udzur yang di akui oleh ahlussunnah wal jama’ah. Tentang hal ini ada penjelasan tersendiri. Jadi seorang yang dipaksa untuk mengucapkan kata-kata kufur atau kesyirikan dibawah ancaman maka perbuatannya itu tidak menjadikannya kafir. Dia yakin benar bahwa si pengancam ini mampu melakukan ancamannya berupa penyiksaan yang sangat menyakitkan seperti pemukulan atau bahkan lebih dari itu dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Ancamannya bukan hanya gertakan belaka. Maka dalam keadaan ini semua perkataan kufur yang di perbuatnya tidak di anggap kafir oleh syariat dan dimaafkan.

Tetapi ahlussunnah juga sepakat bahwa bagi siapapun yang di ancam untuk kufur, namun dia memilih mati dan di siksa daripada mengucapkan perkataan kufur, maka pahalanya lebih besar di sisi Alloh  daripada yang memilih rukshsoh (keringanan). Karena bersabar dan teguhnya dalam memegang perkara yang teguh ini memiliki derajat yang tinggi di sisi Alloh  dan lebih afdhol daripada mengambil rukshoh meskipun itu boleh.

Akan tetapi seseorang yang mengucapkan perkataan kufur karena main-main, maka ini tidak diterima menurut syariat.

Keempat, at-ta’wil (ta’wil), yakni menta’wilkan nash dengan ta’wil yang keliru. Ahlussunnah sepakat bahwa ta’wil yang di tolelir yaitu ta’wil yang memiliki sudut pandang lain dan dibenarkan secara ilmu dan bahasa Arab, ini termasuk salah satu penghalang dari takfir. Misalnya, seseorang menta’wilkan sesuatu namun karena kedangkalan pemahamannya terhadap dalil-dalil syar’i atau dia bersandar kepada subhat-subhat yang memalingkan dia dari pendapat yang haq tapi dia tidak sengaja menyelisihi yang haq dan tidak membantah atau mendustakan dan menolak. Dia hanya berpendapat bahwa dalam memaknai ayat ini seperti ini yang dia ketahui menurut ilmunya yang terbatas itu. Maka kekeliruannya ini tidak menjadikannya kufur. Dan ta’wil semacam ini adalah ta’wil yang tercela jika tidak sampai menggugurkan hukum-hukum syari’at namun jika sampai menggugurkan hukum-hukum syariat maka ini lebih tercela lagi dan ini akan menjadi pokok-pokok penyimpangan.

Dan dalam hal ini ahlussunnah juga sepakat bahwa ada ta’wil yang tidak bisa diterima oleh syariat, seperti ta’wilnya para pengikut kebatinan seperti al Hallaj dan Ibnu Arobiy. Mereka memiliki ta’wil juga dalam menafsirkan ayat-ayat al Quran ta’wil mereka sangat jauh dan menyimpang dari kebenaran. Jadi ahlussunnah menolak ta’wilnya para penganut kebatinan dan juga para filosof dimana ta’wil mereka mendustakan agama baik secara global atau secara rinci.

Kelima, taqlid (mengikuti perkataan seseorang yang perkataannya bukan hujjah) dan ini terjadi ketika seseorang tidak mengetahui dalil syar’i maka dia mengikuti perkataan seorang alim (ulama). Taqlid menjadi dua macam pula yaitu ada taqlid yang mubah yakni taklidnya seorang yang awam karena tidak tahu tentang bagaimana cara memahami syari’at dari sumber-sumbernya serta ia benar-benar tidak mampu mengetahuinya. Yang kedua adalah taqlid mazmum yakni taqlid yang dilarang karena taqlidnya seseorang kepada seorang dikalangan ulama dalam seluruh perkataan dan perbuatannya dimana dia tidak melihat al-haq (kebenaran) kecuali apa yang dikatakan imamnya.

Keenam, al-ajz (kelemahan/ketidak-mampuan) melaksanakan sebagian kewajiban-kewajiban syariat, misalnya seorang yang masuk Islam namun tinggal di negeri kafir dan dia tidak mampu hijrah karena dilarang penguasa, hingga tidak bisa melaksanakan sholat jum’at , haji dan sholat berjama’ah atau karena disana tidak ada seorang alim pun  yang mengajarinya tentang Islam tapi ia bersaksi dan menerima Islam dengan penuh, namun karena kelemahannya dia tidak mampu menjalankan syariat, maka hal ini menjadi alasan  baginya untuk tidak dikafirkan.

Allohul Musta'an.

Jumat, 01 April 2016

Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani

Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani merupakan salah seorang ulama Makkah terunggul di abad yang lalu. Beliau telah mengajar pelbagai ilmu Islam turath di Masjidil Haram selama hampir 40 tahun. Ratusan murid dari seluruh pelusuk dunia telah mengambil faedah daripada beliau melalui kuliah beliau di Masjidil Haram, dan ramai di kalangan mereka telah memegang jawatan penting agama di negara masing-masing.

Riwayat Hidup dan Keluarga

Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah. Raja Faisal tidak akan membuat apa-apa keputusan berkaitan Makkah melainkan setelah meminta nasihat daripada Sayyid Alawi. Dilahirkan di rumah al-Maliki berhampiran Bab as-Salam pada tahun 1328H.
Kelahiran dan Masa Kecil

Beliau dilahirkan di Makkah pada tahun 1328H, menghafal al-Quran ketika berusia 10 tahun dan menjadi imam sholat tarawikh di Masjidilharam.
Nasab

Beliau adalah Sayyid ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abbas bin Muhammad al-Maliki al-Idrisi al-Hasani. Beliau adalah keturunan Idris al-Azhar bin Idris al-Akbar bin ‘Abdullah al-Kamil bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan, putera kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah al-Zahra’ binti Rasulullah SAW.

Wafat

Beliau wafat pada tanggal 25 Shafar 1391H atau pada tahun 1971M dan upacara pengebumiannya merupakan yang terbesar di Makkah sejak seratus tahun. Dalam tempoh 3 hari daripada kematian beliau, Stasiun Radio Saudi hanya menyiarkan bacaan Al-Quran, sesuatu yang tidak pernah dilakukan melainkan hanya untuk beliau.

Pendidikan Beliau

Pendidikan Madrasah

Belajar di Madrasah al-Falah dan tamat pada tahun 1346H. Kemudian menjadi tenaga pengajar di madrasah tersebut. Mengajar di halaqahnya di Masjidilharam berdekatan dengan Bab as-Salam selama 40 tahun. Juga dilantik menjadi jurunikah di Mekah.
Sanad Keilmuan

Antara guru guru beliau adalah :
Ayahndanya sendiri Sayyid ‘Abbas bin ‘Abdul Aziz al-Maliki;
al-Muhaddits al-Haramain Syaikh Umar Hamdan al-Mahrisi;
√ Syaikh Habibullah asy-Syanqiti;
√ Syaikh Muhammad ‘Ali bin Hussin al-Maliki;
√ Syaikh Jamal al-Maliki;
√ Syaikh al-Qurra’ Syaikh at-Tiji;
√ Syaikh ‘Abdullah Hamaduh;
√ Syaikh Hasaan as-Said as-Sanuri;
√ Syaikh amin Suwid ad-Dimasyqi;
√ Syaikh Mahmud al’Attor ad-Dimasyqi;
√ Syaikh Isa Rawwas;
√ Syaikh Salim Syafie;
√ Syaikh Ahmad Nadhirin;
√ Syaikh Muhammad al-‘Arabi at-Tabbani;
√ Syaikh Yahya Aman;
√ Syaikh Muhammad Khidir asy-Syanqiti;
√ Syaikh Muhammad al-Mujtaba asy-Syanqiti;
√ Syaikh Umar BaJunaid;
√ Syaikh ‘Abdul Sattar ad-Dehlawi

Selain itu beliau juga meriwayatkan ilmu, ijazah dan sanad daripada ulama keluarga Ba’Alawi (ahlul bait yang bernasabkan kepada ‘Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir bin Muhammad bin ‘Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Hussin al-Sibth putera kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah al-Zahra’ binti Rasulullah SAW, antaranya:
√ Habib ‘Aydrus bin Salim al-Bar;
√ Habib Abu Bakar al-Bar;
√ Habib Abdur Rahman bin Ubaidullah as-Seggaf ;
√ Habib Alwi bin Thohir al-Haddad;
√ Habib Musthofa al-Muhdhor;
√ Habib Muhammad bin Hadi as-Seggaf;
√ Habib Umar bin Sumaith;
√ Habib Salim bin Hafidz;
√ Habib Ali bin ‘Ali al-Habsyi;
√ Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad;
√ Habib Ali bin ‘Abdur Rahman al-Habsyi dan
√ Habib Abu Bakar as-Seggaf.

Beliau juga meriwayatkan ilmu, sanad dan ijazah daripada para ulama terkenal di zamannya, seperti:
√ al-Imam al-Muhaddits Muhammad ‘Abdul Hayy al-Kittani;
√ asy-Syarif ‘Abdul Hafiz al-Fasi;
√ Syaikh Muhammad Zahid al-Kauthari;
√ Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani;
√ Syaikh Muhammad Bakhit al-Muti’i;
√ Syaikh Salamah al-‘Azzami;
√ asy-Syarif Ahmad bin Ma’mun al-Balghiti;
√ Syaikh al-Muhaddits Muhammad Ilyas al-Kandahlawi;
√ Syaikh al-Muarrikh al-Yamani Muhammad Zabarah,
√ pengarang Nail al-Wator; al-Imam al-Muhaddits al-Musnid Muhammad ‘Abdul Baqi al-Ayyubi al-Madani;
√ Syaikh Abu al-Khair al-Maidani ad-Dimasyqi;
√ Syaikh al-Mursyid Muhammad Abu al-Nasr Khalaf al-Hims dan al-Imam al-Mursyid asy-Syarif Ahmad as-Sanusi al-Mujahid.

Penerus Beliau

Murid
Banyak sekali murid beliau termasuk juga murid-murid di nusantara, beberapa tokoh besar murid beliau antara lain:
√ Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari
√ KH Abdullah Faqih, Langitan, Tuban
√ KH Maimun Zubair
Keturunan

Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki

Selepas kewafatan Sayyid Alawi, anaknya, Sayyid Muhammad telah menggantikan tempat beliau dalam meneruskan usaha dakwah & warisan ulama, di mana akhirnya anaknya ini menjadi ulama terkenal dan dikasihi murid-muridnya serta umat di pelosok dunia.
Sayyid Abbas juga seorang ulama, tetapi lebih dikenali dengan suara merdunya dan pembaca qasidah yang paling utama di Arab Saudi.

Jasa dan Karya Beliau

Kitab Karangan Beliau.
Kitab karangan beliau:
√ al-‘Iqd al-Munazzam fi Aqsam al-Wahyi al-Mu’azzam;
√ al-Manhal al-Lathir fi ahkam al-Ahadits ad-Dhoif;
√ al-Ibanah al-Ahkam al-Kahanah;
√ Risalah fi Ibtol Nisbah al-Qaul bi Waihdah al-Wujud li ‘Aimmah at-Tasawwuf;
√ Risalah fi al-Ilham;
√ Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram;
√ Risalah al-Ahkam at-Taswir;
√ al-Mawaiz ad-Diniyyah [himpunan ceramah beliau diradoi Saudi pada setiap pagi Jum’at];
√ Nailul Maram Ta’liq ‘ala ‘Umdah al-Ahkam;
√ Fath al-Qarib al-Mujib ‘ala Tahzib al-Targhrib wat Tarhib, Diwan Syairnya.

Putra beliau Sayyid Muhmmad bin ‘Alawi telah mengumpulkan sanad-sanad beliau dalam kitab al-‘Uqud al-Lu’luiyyah bi Asanid al-‘Alawiyyah; dan fatwa-fatwa beliau di dalam kitab Majmu al-Fatawa wa al-Rasail.

Dakwah Radio

Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”

Qadhi

Juga menjadi seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan. Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah.

Kisah Teladan Beliau

Pujian ulama kepadanya: Kata Imam al-Akbar Dr. ‘Abdul Halim Mahmud, Syaikhul al-Azhar: “……Sesungguhnya Allah telah menyinari wajahnya di atas kesungguhannya yang kuat terhadap sunnah Rasulullah SAW dalam memikul, memberi kefahaman, pengajaran, pentarbiyahan dan sebagainya jalan menuju Allah….”

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz juga pernah memuji Sayyid ‘Alawi sebagaimana diceritakan oleh Syaikh Ahmad al-Haribi (Pemantau Majlis Pengajian di Masjidil Haram): “….

Pada suatu hari Syaikh ‘Bdul Aziz bin Baz berhenti di dalam majlis pengajian Sayyid ‘Alawi al-Maliki dan mendengar pengajaran Sayiid ‘alawi beberapa ketika. Apabila dia berpaling, Syaikh Ahmad al-Haribi bertanya pendapat Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Bin Baz tentang pengajaran Sayyid ‘Alawi al-Maliki dan dia berkata: MasyaAllah! MasyaAllah. (menunjukkan ta’jub terhadap ilmu Sayyid ‘Alawi dan pengi’tirafan keatas ketinggian ilmunya)

Syaikh Muhmmad Said al-Yamani pernah berkata kepada ayahnya Sayyid ‘Abbas al-Maliki: "Sesungguhnya anakmu ‘Alawi akan menjadi perhiasan Masjidilharam." Syaikh Umar Khayyath berkata: Ketika kami berada di dewan rumah Syaikh ‘Ali ibn Hussin al-Maliki di dalam satu majlis, Sayyid ‘Alawi datang, lalau Sayyid ‘Ali al-Maliki berkata: Sesungguhnya anaku ini, ‘Alawi, merupakan orang yang mendapat anugerah dan ilham, di dalam percakapannya penuh dengan keindahan dan keelokkan, dia juga merupakan orang yang dikasihi ramai, semua orang suka mendengar pengajarannya dan aku adalah orang yang pertama suka mendengar kalamnya.

Setelah kewafatan beliau pada malam Rabu 25 Shafar 1391, tempat beliau diganti oleh anaknya iaitu Sayyid Muhammad, yang kemudiannya muncul sebagai ulama Mekah yang harum namanya diseluruh pelusuk dunia.Selepas kewafatan Sayyid Alawi, anaknya, Sayyid Muhammad telah menggantikan tempat beliau dalam meneruskan usaha dakwah & warisan ulama, di mana akhirnya anaknya ini menjadi ulama terkenal dan dikasihi murid-muridnya serta umat di pelusuk dunia

Sumber lebih lengkap terdapat dalam : Maklumat lanjut tentang Sayyid Alawi boleh dirujuk kepada biografinya berjudul Safahat Musyriqah min Hayat Al-Imam As-Sayyid As-Syarif Alawi bin Abbas Al-Maliki oleh anaknya, yang juga merupakan adik kepada Sayyid Muhammad, Sayyid Abbas Al-Maliki.

رب فانفعنا ببرگتهم ، واهدناالحسنی بحرمتهم

وأمتنا فی طريقتهم ، ومعافاة من الفتن