Selasa, 20 Agustus 2013

Dalil-dalil yang melarang ziarah kubur dan jawabannya.

Golongan yang melarang ziarah kubur menukil dalil-dalil sebagai berikut:
Fatwa Ibnu Taimiyah dalam kitab Minhaj as-Sunah jilid 2 halaman 441 menyatakan: “Semua hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan menziarahi kuburnya merupakan hadits yang lemah (Dzaif), bahkan di bikin-bikin (Ja’li) ”. 
Dan dalam kitab yang berjudul at-Tawassul wal Wasilah halaman 156 kembali Ibnu Taimiyah mengatakan: “Semua hadits yang berkaitan dengan ziarah kubur Nabi adalah hadits lemah, bahkan hadits bohong”. Ungkapan Ibnu Taimiyah ini di kuti secara fanatik oleh semua ulama Wahabi, termasuk Abdul Aziz bin Baz dalam kitab kumpulan fatwanya yang berjudul Majmuatul Fatawa bin Baz jilid: 2 halaman 754, dan banyak lagi ulama-ulama Wahabi lainnya.
Disamping dalil diatas mereka juga berdalih dengan beberapa ayat al-Qur’an dan hadits yang sama sekali tidak bisa diterapkan kepada kaum muslimin, yakni firman Allah swt. dalam surat at-Taubah:84: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya”.
Kaum pengikut Wahabi menganggap bahwa ayat itu membuktikan akan pelarangan ziarah kubur secara mutlak. Padahal, mayoritas ulama Ahlusunah yang menafsirkan ayat tadi dengan tegas menyatakan bahwa ayat itu ber- kaitan dengan kuburan kaum munafik, bukan kaum muslim, apalagi kaum mukmin. Jadi ayat tersebut tidak berlaku jika penghuni kubur itu adalah seorang muslim dan mukmin sejati, apalagi jika penghuni kubur tadi tergolong kekasih (Wali) Allah swt..
 
Al-Baidhawi dalam kitab Anwarut Tanzil jilid 1 halaman 416 dan al-Alusi dalam kitab Ruhul Ma’ani jilid 10 halaman 155 dalam menafsirkan ayat tadi menyatakan bahwa ayat itu diturunkan untuk penghuni kubur yang tergolong kaum munafik dan kafir.
Bagaimana mungkin kelompok Wahabi memutlakkannya yang berarti mencakup segenap kaum muslimin secara keseluruhan, termasuk mencakup kuburan wali Allah? Apakah kaum Wahabi telah menganggap bahwa segenap kaum muslimin dihukumi sama dengan kaum kafir dan munafik? Apakah hanya yang meyakini akidah Wahabi yang dianggap muslim dan monoteis (Muwahhid) sejati? Pikiran semacam itu adalah pikiran yang dangkal sekali !!
Kita ingin bertanya lagi pada golongan pengingkar itu; “Bagaimana dengan argumentasi hadits-hadits diatas dan hadits-hadits lainnya yang tercantum dalam kitab-kitab standart dan karya para ulama terkemuka Ahlusunah wal Jama’ah? Dalam kitab-kitab hadits disebutkan bahwa Nabi saw. bukan hanya tidak melarang umatnya untuk menziarahi kubur, bahkan beliau menganjurkan hal tersebut, guna mengingat kematian dan akherat! Hal itu dikarenakan dengan ziarah kubur manusia akan mengingat akhirat. Dan dengan itu akan meniscayakan manusia beriman untuk semakin ingat dengan Tuhannya. Malah beliau saw. mengajarkan kepada kita bagaimana adab atau cara berziarah!! Begitu juga beberapa fatwa para Imam madzhab fikih Ahlusunah wal Jama’ah yang membuktikan bahwa ziarah kubur diperbolehkan.
Apakah Ibnu Taimiyyah dan golongan Wahabi serta pengikutnya akan meragu kan keshahihan Shahih Muslim dan para perawi lainnya yang tersebut diatas, sehingga mereka mengatakan bahwa legalitas hadits ziarah kubur merupakan kebohongan? Jika menziarahi kuburan muslim biasa saja diperbolehkan secara syariat lantas apa alasan mereka mengatakan bahwa menziarahi kubur manusia agung seperti Muhammad Rasulullah saw. yang merupakan kekasih sejati Allah pun adalah kebohongan?
Beranikah golongan pengingkar itu menvonis Umar bin Khatab ra. yang shalat dan menangis di depan kuburan orang tua itu sebagai seorang yang musyrik? Beranikah mereka mengatakan bahwa ummul mukminin Aisyah ra. dan Umar bin Khattab ra. telah melakukan hal yang tanpa dalil (bid’ah)? Beranikah golongan pengingkar ini mengatakan bahwa shalat, berdo’a dan tangisan Umar bin Khatab di sisi kuburan orang tua tadi merupakan perbuatan Syirik? Mungkinkah khalifah kedua dan ummul mukiminin Aisyah melakukan syirik, perbuatan yang paling dibenci oleh Allah?
Bukankah mereka berdua adalah tokoh dari Salaf Sholeh yang konon ajaran- nya akan dihidupkan kembali oleh pengikut Wahabi, lantas mengapa mereka ini berfatwa tidak sesuai dengan ajaran mereka berdua, dan tidak sesuai dengan ajaran Rasulallah saw.?
Jika benar bahwa kelompok Wahabi memiliki misi untuk menghidupkan kembali ajaran Salaf Sholeh maka hendaknya mereka membolehkan berziarah kubur, melaksanakan shalat di sisi kuburan dan atau menangis di samping kubur sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab (khalifah kedua)!
Ada lagi dari golongan pengingkar yang melarang ziarah kemakam Nabi saw. dengan alasan hadits berikut ini: “Jangan susah-payah bepergian jauh kecuali ke tiga buah masjid; Al-Masjidul-Haram, masjidku ini (di Madinah) dan Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina)”.
 
Sebenarnya hadits diatas ini berkaitan dengan masalah sembahyang jadi bukan masalah ziarah kubur. Yang dimaksud hadits tersebut ialah ‘jangan bersusah-payah bepergian jauh hanya karena ingin bersembahyang di masjid lain, kecuali tiga masjid yang disebutkan dalam hadits itu’. Karena sembahyang disemua masjid itu sama pahalanya kecuali tiga masjid tersebut. Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Rasulallah saw. pernah bersabda: “Orang tidak perlu bepergian jauh dengan niat mendatangi masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya, kecuali Al-Masjidul-Haram(di Makkah), Al-Masjidul- Aqsha (di Palestina) dan masjidku (di Madinah) Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini terkenal luas (masyhur) dan baik.
Hadits yang semakna diatas tapi sedikit perbedaan kalimatnya yang di riwayatkan oleh ‘Aisyah ra. dan dipandang sebagai hadits baik dan masyhur oleh Imam Al-Hafidz Al-Haitsami yaitu: “Orang tidak perlu berniat hendak bepergian jauh mendatangi sebuah masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya kecuali Al-Masjidul-Haram, Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina) dan masjidku ini (di Madinah) . (Majma’uz-Zawa’id jilid 4/3). Dan beredar banyak hadits yang semakna tapi berbeda versinya.
Dengan demikian hadits-hadits diatas ini semuanya berkaitan dengan sholat bukan sebagai larangan untuk berziarah kubur kepada Rasulallah saw. dan kaum muslimin lainnya!
Ada lagi pikiran yang aneh dari golongan pengingkar yang mengatakan bahwa ziarah kubur dilarang pada masa awal perkembangan Islam karena masalah ini memang akan bisa menjatuhkan orang dalam bahaya kesyirikan dan kondisi keimanan seseorang. Jadi sebagai tindakan hati-hati sangatlah wajar jika kita kaum muslimin untuk tidak melakukan ziarah kubur!!
Lebih lanjut kata mereka; “Sering terjadi kekeliruan waktu Ziarah Kubur misal- nya: Mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk berziarah (bulan Sya’ban, idul Fithri dll), berdo’a kepada penghuni kubur, menyembelih binatang di sisi kuburan yang ditujukan kepada si mayit, sujud, membungkuk ke arah kuburan, kemudian mencium dan mengusapnya, shalat di atas kuburan. Ini semua tidak diperbolehkan kecuali shalat jenazah dan Nabi saw. bersabda, (Janganlah kalian sholat di atas kubur), menaburkan bunga-bunga dan pelepah pepohon an di atas pusara kubur. Adapun apa yang dilakukan Nabi saw. ketika meletak- kan pelepah kurma di atas kubur adalah kekhususan untuk beliau dan ber- kaitan dengan perkara ghaib, karena Allah memperlihatkan kepada beliau keadaan penghuni kubur yang sedang disiksa. Juga sering orang mempunyai persangkaan bahwa berdo’a di kubur itu lebih terkabulkan sehingga harus memilih tempat tersebut, memakai sandal ketika memasuki pekuburan, duduk di atas kubur dan lain sebagainya”.
Jawabannya:
Pemikiran-pemikiran seperti diatas dari golongan pengingkar sebagai alasan untuk mengharamkan atau melarang ziarah kubur adalah tidak berdasarkan dalil dari Sunnah Rasulallah saw., tidak lain berdasarkan pikiran,logika dan angan-angan mereka sendiri. Begitu juga bila pemikiran diatas dijadikan alasan untuk melarang ziarah kubur maka hal itu akan berbenturan dengan hadits-hadits shohih Rasulallah saw. yang membolehkan dan menganjurkan ziarah kubur, memberi salam dan berdo’a untuk dimuka makam ahli kubur, dan lain sebagainya (baca keterangan diatas dan selanjutnya pada bab ziarah kubur ini dan lihat juga bab tawassul/tabarruk dll. dibuku ini).
Hadits Nabi saw. tadi ‘Dahulu saya melarang ziarah kubur, namun kini berziarahlah….’. jelas sekali bagi orang yang mau berpikir hukum yang lama yaitu ‘larangan ziarah kubur’ akan terhapus/mansukh dengan hukum yang baru yaitu ‘diperbolehkannya’ ziarah tersebut. Mengapa golongan pengingkar ini selalu takut-takut sendiri orang jatuh kedalam kesyirikan bila berziarah kekuburan? Sedangkan manusia yang paling taqwa dan mulia disisi Allah swt. Muhammad Rasulallah saw. telah menganjurkannya!!
Apakah beliau saw. akan menganjurkan sesuatu amalan yang berbau kesyirikan atau kemungkaran atau mengakibatkan kesyirikan ? Apakah para sahabat Nabi saw. yang mulia dan tokoh dari para Salaf Sholeh serta para ulama pakar yang berziarah kemakam Rasulallah saw., kemakam para sholihin serta bertawassul dan bertabarruk (baca bab tawassul/tabarruk dibuku ini) kepada mereka tidak mengerti hukum syari’at Islam ?, dan hanya ulama dari pengikut madzhab Wahabi saja yang memahaminya ?
Waktu-waktu tertentu untuk berziarah: Rasulallah saw. tidak pernah mewajibkan maupun mengharamkan waktu-waktu tertentu untuk berziarah kubur, orang boleh berziarah pada waktu apapun baik itu malam, pagi, siang hari dan pada bulan Sya’ban, Idul Fihtri dan lain sebagainya. Dimana dalil nya bahwa Rasulallah saw. mengharamkan ziarah kubur pada waktu-waktu tertentu? Kenapa justru golongan pengingkar ini yang melarangnya?
Dalam syari’at Islam telah menyatakan adanya bulan, hari yang mulia umpama bulan-bulan Hurum/suci (Muharram, Dzul-Kiddah, Dzul-Hijjah, Rajab) begitu juga bulan Sya’ban, Ramadhan, hari Kamis, Jum’at dan lain sebagainya (mengenai hal ini silahkan baca keterangan pada bab nishfu Sya’ban, majlis dzikir dan lainnya pada halaman lain dibuku ini atau dikitab-kitab ulama ahli fiqih). Pada bulan dan hari itu Allah swt. lebih meluaskan Rahmat dan Ampunan-Nya kepada makhluk yang berdo’a, beramal sholeh dan mengharapkan Rahmat dan Ampunan Ilahi.
Disamping bulan-bulan atau hari-hari biasa kaum muslimin berziarah ke pekuburan, mereka juga lebih memanfaatkannya pada bulan dan hari yang mulia tersebut untuk beramal sholeh diantaranya berziarah kekuburan kerabatnya atau para sholihin. Jadi tidak ada diantara kaum muslimin yang berfirasat hanya (khusus) pada bulan atau hari tertentu orang dibolehkan berziarah, ini tidak lain hanya pikiran, karangan dan dongengan golongan pengingkar sendiri!!
Apakah mereka ini tahu hukumnya dalam Islam orang yang mengharamkan sesuatu amalan yang halal dan menghalalkan suatu amalan yang haram? Kalau sudah mengetahui hukumnya mengapa kok masih sering berani menghukumi setiap amalan yang tidak sepaham dengannya sebagai amalan munkar, haram, syirik dan lain sebagainya? Ingat firman Allah swt.dalam surat An-Nahl:116; “ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘Ini halal dan in haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah…sampai akhir ayat
Sebagaimana yang telah kami kemukakan bahwa golongan pengingkar ini sering mengharamkan, memunkarkan, mensesatkan suatu amalan yang tidak sepaham dengan mereka dengan alasan bahwa Nabi saw. atau para sahabat tidak pernah melakukan mengapa kita melakukan hal itu. Kaedah seperti inilah yang sering digembar-gemborkan oleh mereka. Padahal kalau kita teliti firman Allah swt. dalam surat Al-Hasyr :7 :

وَمَا اَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا

Apa saja yang didatangkan oleh Rasul kepadamu, maka ambillah dia dan apa saja yang kamu dilarang daripadanya, maka berhentilah (mengerjakan nya). (QS. Al-Hasyr :7). Dalam ayat ini jelas bahwa perintah untuk tidak mengerjakan sesuatu itu adalah apabila telah tegas dan jelas larangannya dari Rasulallah saw. !
Dalam ayat diatas ini tidak dikatakan :
وَماَلَمْ يَفْعَلْهُ فَانْتَهُوْا

‘Dan apa saja yang tidak pernah dikerjakannya (oleh Rasulallah), maka berhentilah (mengerjakannya)’.
Juga dalam hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhori:
اِذَا أمَرْتُكُمْ بِأمْرٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْئٍ فَاجْتَنِبُوْهُ

‘Jika aku menyuruhmu melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampumu dan jika aku melarangmu melakukan sesuatu, maka jauhilah dia !‘

Dalam hadits ini Rasulallah saw. tidak mengatakan:
وَاِذَا لَمْ أفْعَلْ شَيْئًا فَاجْتَنِبُوْهُ
‘Dan apabila sesuatu itu tidak pernah aku kerjakan, maka jauhilah dia!’
Begitu juga syari’at Islam telah menyatakan adanya kehidupan ruh-ruh orang mu’min yang telah wafat dialam barzakh (bisa mengerjakan sholat, bisa menghadiri tempat kuburnya, terbang kemana-mana menurut kehendaknya, berdo’a kepada Allah swt. untuk para kerabatnya yang masih hidup, mendengar omongan orang yang hidup dan lain sebagainya baca keterangan selanjutnya dibab ini dan pada bab tawassul/tabarruk dibuku ini. Kalau ruhnya orang mu’min biasa saja bisa berbuat demikian apalagi dengan Ruhnya Rasulallah saw. para Nabi, para wali, dan kaum sholihin!! Dengan adanya hadits-hadits itu, disamping para penziarah berdo’a kepada Allah swt. untuk ahli kubur bukan berdo’a kepada ahli kubur tetapi untuk ahli kubur juga bertawassul, bertabarruk dengan penghuni kubur agar penghuni kubur itu ikut berdo’a kepada Allah swt.untuk penziarah itu.
Menaburkan bunga, menanam pelepah pohon: Dengan adanya hadits-hadits tentang kehidupan ruh-ruh itu itu, para penziarah ada yang menabur- kan bunga diatas kuburan tidak lain hanya sebagai penghormatan atau kecintaan kepada ahli kubur itu, sebagaimana orang yang masih hidup yang sering antara satu dan lain memberi bunga untuk penghormatan. Itu semua tidak ada salahnya, selama penghormatan kepada manusia baik yang hidup maupun yang telah mati tidak dibarengi dengan keyakinan bahwa obyek yang dihormati itu memiliki sifat ketuhanan.
Sedangkan menaruh atau menanam pelepah diatas kuburan juga tidak ada salahnya, Nabi saw. sendiri telah mencontohkannya didalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan lain-lain dari Ibnu ‘Abbas ra. Dalam hadits itu Nabi saw. ...minta pelepah pucuk kurma lalu dibelahnya satu ditanamkannya kepada satu kubur dan satu lagi pada kubur yang lain dengan berdo’a semoga mereka berdua diberi keringanan (dari siksa kubur) selama pelepah ini belum kering.
Dengan adanya hadits itu ummat beliau saw. juga mencontoh perbuatan beliau saw. menanamkan pelepah pohonan diatas kubur sambil berdo’a kepada ahli kubur. Dalam hadits itu Nabi saw. tidak melarang atau menyuruh umatnya untuk berbuat seperti beliau saw., tapi bila ada kaum muslimin yang meniru perbuatan beliau saw. tidak lain karena beliau saw. sebagai contoh dari umatnya. Malah ada hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori bahwa Buraidah Aslami berpesan agar pada kuburnya ditanamkan dua pucuk kurma. Ada juga riwayat hadits bahwa binatang-binatang dan pepohonan itu selalu bertasbih kepada Allah swt. Nah, apa salahnya dalam hal ini?
Pertanyaan sekarang terhadap golongan pengingkar, mengapa mereka mengharamkan perbuatan itu sedangkan Nabi saw. tidak melarang bila ada ummatnya yang meniru perbuatannya tersebut? Mana dalilnya dari Nabi saw. bahwa orang tidak boleh menaburkan bunga atau menanam pelepah diatas kuburan? Apakah Buraidah Aslami waktu berwasiat itu tidak mengerti hukum syari’at Islam?
 Berdiri secara khidmat, atau berbuat tawadhu’ (rendah diri) dan sopan dihadapan kuburan itu tidak ada salahnya selama perbuatan itu sebagai penghormatan/ta’dim saja terhadap ahli kubur dan bukan sebagai ibadah. Begitu juga mencium atau mengusap-usap kuburan tidak ada salahnya selama niatnya sebagai tabarruk/pengambilan barokah (ketereangan lebih mendetail baca bab tawassul/ tabarruk). Apakah golongan pengingkar ini masih ingat ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang sujudnya para malaikat kepada Adam as. dan sujudnya saudara-saudara Yusuf as. kepada Nabi Yusuf as. Semua ahli tafsir mengatakan bahwa sujud diayat itu sebagai sujud penghormatan bukan sebagai ibadah kepada obyek yang dihormati.
Kalau sujud disitu tidak dicela oleh Allah swt. karena tidak lain hanya merupakan penghormatan mengapa golongan pengingkar berani meng- haramkan sampai berani mensyirikkan orang yang berdiri khidmat dan lain sebagainya dihadapan kuburan Rasulallah saw., para sahabat atau para sholihin lainnya? Semua amalan itu tergantung dari niatnya....(hadits shohih), kalau niat orang itu untuk menghormat kepada ahli kubur, maka tidak ada masalahnya, tetapi kalau niatnya beribadah kepada kuburan, maka inilah yang tidak dibolehkan oleh syari’at. Sama halnya orang yang rukuk dan sujud dimuka bangunan dari batu yaitu Ka’bah, bila dia rukuk atau sujud menganggap sebagai ibadah kepada Ka’bah maka akan hancurlah keimanannya, karena ibadah hanya ditujukan kepada Allah swt.!!.
Bila ada penziarah kubur berkeyakinan bahwa ahli kubur (obyek yang diziarahi) itu bisa merdeka (tanpa izin Allah swt.) memberi syafa’at pada penziarah kubur, keyakinan inilah yang dilarang oleh agama. Jadi sekali lagi semua itu terletak pada keyakinan seseorang. Kita tidak boleh mengharam- kan ziarah kubur karena perbuatan perorangan/individu yang berkeyakinan salah itu. Karena ziarah kubur ini sejalan dengan hukum syari’at Islam !
Maka dari itu janganlah seenaknya sendiri tanpa dalil agama yang jelas anda mensyirikkan seseorang karena melihat secara lahir perbuatan orang tersebut, karena anda tidak mengetahui keyakinan di hati setiap orang !! Ingatlah hadits riwayat Muslim (Shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yang sama no.159) bahwa Usamah bin Zaid ra membunuh seorang pimpinan Laskar Kafir yang telah terjatuh pedangnya, lalu dengan wajah tidak serius ia (laskar kafir) mengucap syahadat, lalu Usamah membunuhnya. Betapa murkanya Rasulallah saw. saat mendengar kabar itu.., seraya bersabda: Apakah engkau membunuhnya padahal ia mengatakan Laa ilaaha Illallah !!? Lalu Usamah ra. berkata: Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah.., maka beliau saw. bangkit dari duduknya dengan wajah merah padam dan membentak: Apakah engkau telah belah sanubari -nya hingga engkau tahu isi hatinya (perkataan ini diulangi tiga kali) … ..sampai akhir hadits ? Renungkanlah !
 Allah swt. akan mengabulkan do’a para hamba-Nya dimanapun dia berada, tetapi bila kita berdo’a disekitar Ka’bah, Maqam Ibrahim dan tempat-tempat lain yang mulia disisi Allah swt. termasuk juga disekitar kuburan Rasulallah saw., kuburan para Nabi lainnya, para sahabat Rasulallah saw. dan para kaum sholihin yang pribadi mereka dimuliakan oleh Allah swt. harapan cepat terkabulnya do’a lebih besar daripada kalau kita berdo’a kepada Allah swt. dirumah atau dipasar. Banyak riwayat yang menceritera- kan tempat-tempat mustajab do’a, jadi tidak semua tempat sama !.
Memakai sandal di kuburan para ulama berbeda pendapat hukumnya. Kebanyakan ulama berpendapat tak ada salahnya berjalan di pekuburan dengan memakai terompah dan ada lagi ulama yang memakruhkan memakai terompah yang mewah bila tidak ada udzurnya (banyak duri dll). Jureir bin Ibnu Hazim berkata: ‘Saya melihat Hasan dan Ibnu Sirin berjalan diantara kubur-kubur dengan memakai terompah’.
Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim, Abu Daud dan Nasa’i dari Anas bin Malik ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Seorang hamba bila ia telah di letakkan dalam kuburnya dan teman-temannya telah berpaling, maka sesungguhnya ia (si mayyit) mendengar bunyi terompah-terompah mereka”. Hadits ini sebagai alasan atau dalil dibolehkannya berjalan di kuburan memakai terompah. Karena tidaklah akan didengar oleh si mayyit bunyi terompah itu jika tidak dipakai.!!
Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal telah menganggap makruh memakai terompah Sibtit terompah mewah di pekuburan berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Basyir bekas budak Nabi saw. yang berkata: “Rasulallah saw. melihat seorang lelaki yang berjalan di pekuburan dengan berterompah, maka sabdanya; ‘Hai orang yang berterompah Sibtit, lemparkanlah terompahmu itu’!. Lelaki itu pun menoleh, dan demi dikenal- nya Rasulallah saw. maka ditanggalkannya terompahnya lalu dilemparkan-nya”. Imam Ahmad mengatakan makruh ialah jika tidak ada udzur. Maka jika terdapat sesuatu keudzuran yang mengharuskan seseorang buat memakai terompah misalnya karena banyak duri atau najis, lenyaplah hukum makruh itu !!
Berkata Khathabi: “Tampaknya hal itu dimakruhkan ialah karena menunjuk- kan kemewahan, sebab terompah Sibtit itu biasanya dipakai oleh golongan mampu yang bermewah-mewah. Lalu katanya lagi: ‘Maka Keinginan Nabi saw. hendaklah memasuki pekuburan itu dengan sikap tawadhu’ (rendah diri) dan berpakaian seperti orang khusyu’ “.
Dengan adanya dalil-dalil diatas para pembaca bisa menilai sendiri apakah benar komentar golongan pengingkar yang mengharamkan orang yang pakai sandal di pekuburan? Hukum makruhnya saja masih belum mutlak!!
Duduk diatas kubur dianggap kurang penghargaan terhadap penghuni kubur, maka dari itu para ulama berbeda pendapat juga waktu menerangkan hadits Rasulallah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, Abu Daud dan lainnya dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Lebih baik jika seseorang diantaramu duduk diatas bara panas hingga membakar pakaiannya dan tembus kekulitnya daripada ia duduk diatas kubur ”.
Dengan adanya hadits itu, jumhur (pada umumnya) ulama memakruhkan hal itu, ada lagi yang membolehkan dan ada lagi yang mengharamkan. Untuk mempersingkat halaman marilah kita ambil dalil dari jumhur ulama yang memakruhkan.
Imam Nawawi berkata: “Melihat gelagat ucapan Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm, begitu pun golongan terbesar dari kawan-kawan sealiran, dimakruhkan duduk dikubur, maksudnya larangan itu adalah buat makruh, sebagaimana biasa terdapat dalam pengertian fukaha, bahkan banyak diantara mereka yang menyatakannya dengan tegas. Ulasnya pula: Demikian pula halnya pendapat jumhur ulama, termasuk didalamnya Nakh’i, Laits, Ahmad dan Abu Daud’. Imam Nawawi melanjutkan; Juga sama makruh hukumnya, ber- telekan diatasnya dan bersandar padanya”.
Sebaliknya Ibnu Umar dari golongan sahabat, Imam Abu Hanifah, dan Imam Malik menyatakan tidak ada salahnya (boleh) duduk di kubur. Sedangkan pendapat yang mengharamkan ialah Ibnu Hazmin. Wallahu a’lam. (Keterangan diatas mengenai memakai sandal dan duduk diatas kubur dinukil dari kitab Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq jilid 4 cet.pertama th 1978 hal.175 dan 181)
 Sedangkan hadits riwayat Imam Bukhori mengenai membina masjid diatas (bukan disisi) kubur ialah: “Mereka (Yahudi dan Nasrani) itu, jika ada seorang yang sholeh diantara mereka meninggal, mereka binalah diatas makamnya sebuah masjid dan mereka buat didalamnya patung-patung....sampai akhir hadits” dan hadits lainnya tentang sholat diatas kuburan, itu masih belum jelas apakah pelarangan (tempat ibadah dan arah kiblat) menjurus kepada hukum haram ataupun hanya sekedar makruh (tidak sampai pada derajat haram) saja. Hal itu dikarenakan Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya (lihat kitab Shahih al-Bukhari jilid 2 halaman 111) dimana beliau mengumpulkan hadits-hadits semacam itu ke dalam topik “Bab apa yang dimakruhkan dari menjadikan masjid di atas kuburan” (Bab maa yukrahu min ittikhodz al-Masajid ‘alal Qubur) dimana ini meniscayakan bahwa hal itu sekedar pelarangan yang bersifat makruh saja yang selayak- nya di hindari, bukan mutlak haram. Begitu juga hadits diatas itu jelas makruh membina masjid atau sholat diatas kuburan bukan disisi kuburan.
Larangan Nabi saw. dalam hadits tadi dapat diambil suatu pelajaran bahwa kaum Yahudi dan Nasrani telah menjadikan kuburan para nabi dan manusia sholeh dari mereka bukan hanya sebagai tempat ibadah melainkan sekaligus sebagai kiblat (arah ibadah). Lainnya halnya dengan orang muslimin yang mengambil tempat sholat disisi kuburan orang sholeh hanya sebagai tabar- rukan (pengambilan barokah) bukan sebagai arah kiblat.
Imam Syafi’i dalam kitabnya Al Umm bab ‘Pekerjaan setelah penguburan’ mengatakan: “Saya memandang makruh membangun masjid di atas kuburan, atau diratakan kemudian sholat diatasnya. Namun apabila ia telah sholat, maka ia tidak mengapa, tapi ia telah berbuat yang tidak baik”.
Kalau golongan pengingkar tetap bersikeras mengharamkan sholat meng- hadap kuburan dan lain sebagainya seperti yang telah dikemukakan, kami ingin bertanya kepada mereka: Dimana letak kuburan Rasulallah saw. khalifah Abubakar dan khalifah Umar bin Khattab [ra], apakah tidak terletak didalam masjid Nabawi? Mengapa ulama-ulama mereka yang di Madinah membiarkan orang muslimin sholat dihadapan, dibelakang, disamping kuburan tersebut? Malah kebanyakan kaum muslimin ingin sholat dekat atau disekitar kuburan Rasulallah saw. dan dua sahabatnya itu, sebagai tabarukkan. 

Telaah Kritis Atas Doktrin Faham Salafi Wahabi (A. Shihabuddin)
https://www.facebook.com/pages/Anshori-Dahlan/184739408370591

Tidak ada komentar:

Posting Komentar