Fatwa Ibnu Taimiyah dalam kitab Minhaj as-Sunah jilid 2 halaman 441 menyatakan: “Semua hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan menziarahi kuburnya merupakan hadits yang lemah (Dzaif), bahkan di bikin-bikin (Ja’li) ”.
Dan dalam kitab yang berjudul at-Tawassul wal Wasilah
halaman 156 kembali Ibnu Taimiyah mengatakan: “Semua hadits yang
berkaitan dengan ziarah kubur Nabi adalah hadits lemah, bahkan hadits
bohong”. Ungkapan Ibnu Taimiyah ini di kuti secara fanatik oleh semua ulama Wahabi, termasuk Abdul Aziz bin Baz dalam kitab kumpulan fatwanya yang berjudul Majmuatul Fatawa bin Baz jilid: 2 halaman 754, dan banyak lagi ulama-ulama Wahabi lainnya.
Disamping dalil diatas mereka juga berdalih dengan beberapa ayat al-Qur’an dan hadits yang sama sekali tidak bisa diterapkan kepada kaum muslimin, yakni firman Allah swt. dalam surat at-Taubah:84: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya”.
Kaum pengikut Wahabi menganggap bahwa ayat itu membuktikan akan pelarangan ziarah kubur secara mutlak. Padahal, mayoritas ulama Ahlusunah yang menafsirkan ayat tadi dengan tegas menyatakan bahwa ayat itu ber- kaitan dengan kuburan kaum munafik,
bukan kaum muslim, apalagi kaum mukmin. Jadi ayat tersebut tidak
berlaku jika penghuni kubur itu adalah seorang muslim dan mukmin sejati,
apalagi jika penghuni kubur tadi tergolong kekasih (Wali) Allah swt..
Al-Baidhawi dalam kitab Anwarut Tanzil jilid 1 halaman 416 dan al-Alusi dalam kitab Ruhul Ma’ani jilid 10 halaman 155 dalam menafsirkan ayat tadi menyatakan bahwa ayat itu diturunkan untuk penghuni kubur yang tergolong kaum munafik dan kafir.
Bagaimana mungkin kelompok Wahabi
memutlakkannya yang berarti mencakup segenap kaum muslimin secara
keseluruhan, termasuk mencakup kuburan wali Allah? Apakah kaum Wahabi
telah menganggap bahwa segenap kaum muslimin dihukumi sama dengan kaum
kafir dan munafik? Apakah hanya yang meyakini akidah Wahabi yang
dianggap muslim dan monoteis (Muwahhid) sejati? Pikiran semacam itu adalah pikiran yang dangkal sekali !!
Kita ingin bertanya lagi pada golongan pengingkar itu; “Bagaimana
dengan argumentasi hadits-hadits diatas dan hadits-hadits lainnya yang
tercantum dalam kitab-kitab standart dan karya para ulama terkemuka
Ahlusunah wal Jama’ah? Dalam kitab-kitab hadits disebutkan bahwa Nabi
saw. bukan hanya tidak melarang umatnya untuk menziarahi kubur, bahkan
beliau menganjurkan hal tersebut, guna mengingat kematian dan akherat! Hal
itu dikarenakan dengan ziarah kubur manusia akan mengingat akhirat. Dan
dengan itu akan meniscayakan manusia beriman untuk semakin ingat dengan
Tuhannya. Malah beliau saw. mengajarkan kepada kita bagaimana adab atau cara
berziarah!! Begitu juga beberapa fatwa para Imam madzhab fikih
Ahlusunah wal Jama’ah yang membuktikan bahwa ziarah kubur diperbolehkan.
Apakah Ibnu Taimiyyah dan golongan Wahabi serta pengikutnya akan meragu kan keshahihan
Shahih Muslim dan para perawi lainnya yang tersebut diatas, sehingga
mereka mengatakan bahwa legalitas hadits ziarah kubur merupakan kebohongan?
Jika menziarahi kuburan muslim biasa saja diperbolehkan secara syariat
lantas apa alasan mereka mengatakan bahwa menziarahi kubur manusia agung
seperti Muhammad Rasulullah saw. yang merupakan kekasih sejati Allah
pun adalah kebohongan?
Beranikah golongan pengingkar itu menvonis Umar bin Khatab ra. yang shalat dan menangis di depan kuburan orang tua itu sebagai seorang yang musyrik? Beranikah mereka mengatakan bahwa ummul mukminin Aisyah ra. dan Umar bin Khattab ra.
telah melakukan hal yang tanpa dalil (bid’ah)? Beranikah golongan
pengingkar ini mengatakan bahwa shalat, berdo’a dan tangisan Umar bin
Khatab di sisi kuburan orang tua tadi merupakan perbuatan Syirik? Mungkinkah khalifah kedua dan ummul mukiminin Aisyah melakukan syirik, perbuatan yang paling dibenci oleh Allah?
Bukankah mereka berdua adalah tokoh dari Salaf Sholeh
yang konon ajaran- nya akan dihidupkan kembali oleh pengikut Wahabi,
lantas mengapa mereka ini berfatwa tidak sesuai dengan ajaran mereka
berdua, dan tidak sesuai dengan ajaran Rasulallah saw.?
Jika benar bahwa kelompok Wahabi memiliki
misi untuk menghidupkan kembali ajaran Salaf Sholeh maka hendaknya
mereka membolehkan berziarah kubur, melaksanakan shalat di sisi kuburan
dan atau menangis di samping kubur sebagaimana yang dilakukan Umar bin
Khattab (khalifah kedua)!
Ada lagi dari golongan pengingkar yang melarang ziarah kemakam Nabi saw. dengan alasan hadits berikut ini: “Jangan susah-payah bepergian jauh kecuali ke tiga buah masjid; Al-Masjidul-Haram, masjidku ini (di Madinah) dan Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina)”.
Sebenarnya hadits diatas ini berkaitan dengan masalah sembahyang jadi bukan masalah ziarah kubur. Yang dimaksud hadits tersebut ialah ‘jangan
bersusah-payah bepergian jauh hanya karena ingin bersembahyang di
masjid lain, kecuali tiga masjid yang disebutkan dalam hadits itu’. Karena sembahyang disemua masjid itu sama pahalanya kecuali
tiga masjid tersebut. Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Rasulallah saw. pernah bersabda: “Orang tidak perlu bepergian jauh dengan niat mendatangi masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya, kecuali Al-Masjidul-Haram(di Makkah), Al-Masjidul- Aqsha (di Palestina) dan masjidku (di Madinah)” Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini terkenal luas (masyhur) dan baik.
Hadits yang semakna diatas tapi sedikit
perbedaan kalimatnya yang di riwayatkan oleh ‘Aisyah ra. dan dipandang
sebagai hadits baik dan masyhur oleh Imam Al-Hafidz Al-Haitsami yaitu: “Orang tidak perlu berniat hendak bepergian jauh mendatangi sebuah masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya kecuali Al-Masjidul-Haram, Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina) dan masjidku ini (di Madinah)” . (Majma’uz-Zawa’id jilid 4/3). Dan beredar banyak hadits yang semakna tapi berbeda versinya.
Dengan demikian hadits-hadits diatas ini semuanya berkaitan dengan sholat bukan sebagai larangan untuk berziarah kubur kepada Rasulallah saw. dan kaum muslimin lainnya!
Ada lagi pikiran yang aneh dari golongan pengingkar yang mengatakan bahwa ziarah kubur dilarang pada masa awal perkembangan Islam karena masalah ini memang akan bisa menjatuhkan orang dalam bahaya kesyirikan dan kondisi keimanan seseorang. Jadi sebagai tindakan hati-hati sangatlah wajar jika kita kaum muslimin untuk tidak melakukan ziarah kubur!!
Lebih lanjut kata mereka; “Sering terjadi
kekeliruan waktu Ziarah Kubur misal- nya: Mengkhususkan waktu-waktu
tertentu untuk berziarah (bulan Sya’ban, idul Fithri dll), berdo’a
kepada penghuni kubur, menyembelih binatang di sisi kuburan yang
ditujukan kepada si mayit, sujud, membungkuk ke arah kuburan, kemudian
mencium dan mengusapnya, shalat di atas kuburan. Ini semua tidak
diperbolehkan kecuali shalat jenazah dan Nabi saw. bersabda, (Janganlah
kalian sholat di atas kubur), menaburkan bunga-bunga dan pelepah pepohon
an di atas pusara kubur. Adapun apa yang dilakukan Nabi saw. ketika
meletak- kan pelepah kurma di atas kubur adalah kekhususan untuk beliau
dan ber- kaitan dengan perkara ghaib, karena Allah memperlihatkan kepada
beliau keadaan penghuni kubur yang sedang disiksa. Juga sering orang
mempunyai persangkaan bahwa berdo’a di kubur itu lebih terkabulkan
sehingga harus memilih tempat tersebut, memakai sandal ketika memasuki
pekuburan, duduk di atas kubur dan lain sebagainya”.
Jawabannya:
Pemikiran-pemikiran seperti diatas dari golongan pengingkar sebagai alasan untuk mengharamkan atau melarang ziarah
kubur adalah tidak berdasarkan dalil dari Sunnah Rasulallah saw., tidak
lain berdasarkan pikiran,logika dan angan-angan mereka sendiri. Begitu juga bila pemikiran diatas dijadikan alasan untuk melarang ziarah kubur maka hal itu akan berbenturan dengan hadits-hadits shohih Rasulallah saw. yang membolehkan dan menganjurkan
ziarah kubur, memberi salam dan berdo’a untuk dimuka makam ahli kubur,
dan lain sebagainya (baca keterangan diatas dan selanjutnya pada bab
ziarah kubur ini dan lihat juga bab tawassul/tabarruk dll. dibuku ini).
Hadits Nabi saw. tadi ‘Dahulu saya melarang ziarah kubur, namun kini berziarahlah….’. jelas sekali bagi orang yang mau berpikir hukum yang lama yaitu ‘larangan ziarah kubur’ akan terhapus/mansukh dengan hukum yang baru yaitu ‘diperbolehkannya’
ziarah tersebut. Mengapa golongan pengingkar ini selalu takut-takut
sendiri orang jatuh kedalam kesyirikan bila berziarah kekuburan?
Sedangkan manusia yang paling taqwa dan mulia disisi Allah swt. Muhammad
Rasulallah saw. telah menganjurkannya!!
Apakah beliau saw. akan menganjurkan sesuatu amalan yang berbau kesyirikan atau kemungkaran atau mengakibatkan kesyirikan ? Apakah
para sahabat Nabi saw. yang mulia dan tokoh dari para Salaf Sholeh
serta para ulama pakar yang berziarah kemakam Rasulallah saw., kemakam
para sholihin serta bertawassul dan bertabarruk (baca bab tawassul/tabarruk dibuku ini) kepada mereka tidak mengerti hukum syari’at Islam ?, dan hanya ulama dari pengikut madzhab Wahabi saja yang memahaminya ?
Waktu-waktu tertentu untuk berziarah: Rasulallah saw. tidak pernah mewajibkan maupun mengharamkan
waktu-waktu tertentu untuk berziarah kubur, orang boleh berziarah pada
waktu apapun baik itu malam, pagi, siang hari dan pada bulan Sya’ban,
Idul Fihtri dan lain sebagainya. Dimana dalil nya bahwa Rasulallah
saw. mengharamkan ziarah kubur pada waktu-waktu tertentu? Kenapa justru
golongan pengingkar ini yang melarangnya?
Dalam syari’at Islam telah menyatakan adanya bulan, hari yang mulia umpama bulan-bulan Hurum/suci
(Muharram, Dzul-Kiddah, Dzul-Hijjah, Rajab) begitu juga bulan Sya’ban,
Ramadhan, hari Kamis, Jum’at dan lain sebagainya (mengenai hal ini
silahkan baca keterangan pada bab nishfu Sya’ban, majlis dzikir dan
lainnya pada halaman lain dibuku ini atau dikitab-kitab ulama ahli
fiqih). Pada bulan dan hari itu Allah swt. lebih meluaskan Rahmat dan
Ampunan-Nya kepada makhluk yang berdo’a, beramal sholeh dan mengharapkan
Rahmat dan Ampunan Ilahi.
Disamping bulan-bulan atau hari-hari
biasa kaum muslimin berziarah ke pekuburan, mereka juga lebih
memanfaatkannya pada bulan dan hari yang mulia tersebut untuk beramal
sholeh diantaranya berziarah kekuburan kerabatnya atau para sholihin.
Jadi tidak ada diantara kaum muslimin yang berfirasat hanya (khusus)
pada bulan atau hari tertentu orang dibolehkan berziarah, ini tidak lain
hanya pikiran, karangan dan dongengan golongan pengingkar sendiri!!
Apakah mereka ini tahu hukumnya dalam Islam orang yang mengharamkan sesuatu amalan yang halal dan menghalalkan suatu amalan yang haram? Kalau sudah mengetahui hukumnya mengapa kok masih sering berani menghukumi setiap amalan yang tidak sepaham dengannya sebagai amalan munkar, haram, syirik dan lain sebagainya? Ingat firman Allah swt.dalam surat An-Nahl:116; “ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘Ini halal dan in haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah…sampai akhir ayat”
Sebagaimana yang telah kami kemukakan
bahwa golongan pengingkar ini sering mengharamkan, memunkarkan,
mensesatkan suatu amalan yang tidak sepaham dengan mereka dengan alasan bahwa Nabi saw. atau para sahabat tidak pernah
melakukan mengapa kita melakukan hal itu. Kaedah seperti inilah yang
sering digembar-gemborkan oleh mereka. Padahal kalau kita teliti firman
Allah swt. dalam surat Al-Hasyr :7 :
وَمَا اَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا
Apa saja yang didatangkan oleh Rasul kepadamu, maka ambillah dia dan apa saja yang kamu dilarang daripadanya, maka berhentilah (mengerjakan nya).
(QS. Al-Hasyr :7). Dalam ayat ini jelas bahwa perintah untuk tidak
mengerjakan sesuatu itu adalah apabila telah tegas dan jelas larangannya
dari Rasulallah saw. !
Dalam ayat diatas ini tidak dikatakan :
وَماَلَمْ يَفْعَلْهُ فَانْتَهُوْا
‘Dan apa saja yang tidak pernah dikerjakannya (oleh Rasulallah), maka berhentilah (mengerjakannya)’.
Juga dalam hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhori:
اِذَا أمَرْتُكُمْ بِأمْرٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْئٍ فَاجْتَنِبُوْهُ
‘Jika aku menyuruhmu melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampumu dan jika aku melarangmu melakukan sesuatu, maka jauhilah dia !‘
Dalam hadits ini Rasulallah saw. tidak mengatakan:
وَاِذَا لَمْ أفْعَلْ شَيْئًا فَاجْتَنِبُوْهُ
‘Dan apabila sesuatu itu tidak pernah aku kerjakan, maka jauhilah dia!’
Begitu juga syari’at Islam telah menyatakan adanya kehidupan ruh-ruh orang mu’min yang telah wafat dialam barzakh (bisa
mengerjakan sholat, bisa menghadiri tempat kuburnya, terbang
kemana-mana menurut kehendaknya, berdo’a kepada Allah swt. untuk para
kerabatnya yang masih hidup, mendengar omongan orang yang hidup dan lain
sebagainya baca keterangan selanjutnya dibab ini dan pada bab
tawassul/tabarruk dibuku ini. Kalau ruhnya orang mu’min biasa saja bisa
berbuat demikian apalagi dengan Ruhnya Rasulallah saw. para Nabi, para
wali, dan kaum sholihin!! Dengan adanya hadits-hadits itu, disamping
para penziarah berdo’a kepada Allah swt. untuk ahli kubur bukan berdo’a kepada ahli kubur tetapi untuk ahli kubur juga bertawassul, bertabarruk dengan penghuni kubur agar penghuni kubur itu ikut berdo’a kepada Allah swt.untuk penziarah itu.
Menaburkan bunga, menanam pelepah pohon: Dengan adanya hadits-hadits tentang kehidupan ruh-ruh itu itu, para penziarah ada yang menabur- kan bunga
diatas kuburan tidak lain hanya sebagai penghormatan atau kecintaan
kepada ahli kubur itu, sebagaimana orang yang masih hidup yang sering
antara satu dan lain memberi bunga untuk penghormatan. Itu semua tidak
ada salahnya, selama penghormatan kepada manusia baik yang hidup maupun
yang telah mati tidak dibarengi dengan keyakinan bahwa obyek yang
dihormati itu memiliki sifat ketuhanan.
Sedangkan menaruh atau menanam pelepah diatas kuburan juga tidak ada
salahnya, Nabi saw. sendiri telah mencontohkannya didalam haditsnya yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan lain-lain dari Ibnu ‘Abbas ra. Dalam
hadits itu Nabi saw. ...minta pelepah pucuk kurma lalu dibelahnya
satu ditanamkannya kepada satu kubur dan satu lagi pada kubur yang lain
dengan berdo’a semoga mereka berdua diberi keringanan (dari siksa kubur) selama pelepah ini belum kering.
Dengan adanya hadits itu ummat beliau saw. juga mencontoh perbuatan
beliau saw. menanamkan pelepah pohonan diatas kubur sambil berdo’a
kepada ahli kubur. Dalam hadits itu Nabi saw. tidak melarang atau menyuruh
umatnya untuk berbuat seperti beliau saw., tapi bila ada kaum muslimin
yang meniru perbuatan beliau saw. tidak lain karena beliau saw. sebagai
contoh dari umatnya. Malah ada hadits shohih yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori bahwa Buraidah Aslami berpesan agar pada kuburnya
ditanamkan dua pucuk kurma. Ada juga riwayat hadits bahwa
binatang-binatang dan pepohonan itu selalu bertasbih kepada Allah swt.
Nah, apa salahnya dalam hal ini?
Pertanyaan sekarang terhadap golongan pengingkar, mengapa mereka mengharamkan perbuatan itu sedangkan Nabi saw. tidak melarang bila ada ummatnya yang meniru perbuatannya tersebut? Mana dalilnya dari Nabi saw. bahwa orang tidak boleh menaburkan bunga atau menanam pelepah diatas kuburan? Apakah Buraidah Aslami waktu berwasiat itu tidak mengerti hukum syari’at Islam?
Berdiri secara khidmat, atau berbuat tawadhu’ (rendah diri) dan sopan dihadapan
kuburan itu tidak ada salahnya selama perbuatan itu sebagai
penghormatan/ta’dim saja terhadap ahli kubur dan bukan sebagai ibadah. Begitu juga mencium atau mengusap-usap kuburan tidak ada salahnya selama niatnya sebagai tabarruk/pengambilan
barokah (ketereangan lebih mendetail baca bab tawassul/ tabarruk).
Apakah golongan pengingkar ini masih ingat ayat Al-Qur’an yang
menyebutkan tentang sujudnya para malaikat kepada Adam as. dan sujudnya saudara-saudara Yusuf as. kepada Nabi Yusuf as. Semua ahli tafsir mengatakan bahwa sujud diayat itu sebagai sujud penghormatan bukan sebagai ibadah kepada obyek yang dihormati.
Kalau sujud disitu tidak dicela oleh Allah swt. karena tidak lain hanya
merupakan penghormatan mengapa golongan pengingkar berani meng- haramkan sampai berani mensyirikkan orang yang berdiri khidmat dan lain sebagainya dihadapan kuburan Rasulallah saw., para sahabat atau para sholihin lainnya? Semua amalan itu tergantung dari niatnya....(hadits shohih), kalau niat orang itu untuk menghormat kepada ahli kubur, maka tidak ada masalahnya, tetapi kalau niatnya beribadah kepada kuburan,
maka inilah yang tidak dibolehkan oleh syari’at. Sama halnya orang yang
rukuk dan sujud dimuka bangunan dari batu yaitu Ka’bah, bila dia rukuk
atau sujud menganggap sebagai ibadah kepada Ka’bah maka akan hancurlah keimanannya, karena ibadah hanya ditujukan kepada Allah swt.!!.
Bila ada penziarah kubur berkeyakinan bahwa ahli kubur (obyek yang diziarahi) itu bisa merdeka
(tanpa izin Allah swt.) memberi syafa’at pada penziarah kubur,
keyakinan inilah yang dilarang oleh agama. Jadi sekali lagi semua itu
terletak pada keyakinan seseorang. Kita tidak boleh mengharam- kan ziarah kubur
karena perbuatan perorangan/individu yang berkeyakinan salah itu.
Karena ziarah kubur ini sejalan dengan hukum syari’at Islam !
Maka dari itu janganlah seenaknya sendiri tanpa dalil agama yang jelas anda mensyirikkan seseorang karena melihat secara lahir perbuatan orang tersebut, karena anda tidak mengetahui keyakinan di hati
setiap orang !! Ingatlah hadits riwayat Muslim (Shahih Muslim Bab 41
no. 158 dan hadits yang sama no.159) bahwa Usamah bin Zaid ra membunuh
seorang pimpinan Laskar Kafir yang telah terjatuh pedangnya, lalu dengan
wajah tidak serius ia (laskar kafir) mengucap syahadat, lalu Usamah
membunuhnya. Betapa murkanya Rasulallah saw. saat mendengar kabar itu..,
seraya bersabda: Apakah engkau membunuhnya padahal ia mengatakan Laa
ilaaha Illallah !!? Lalu Usamah ra. berkata: Kafir itu hanya bermaksud
ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah.., maka beliau saw. bangkit
dari duduknya dengan wajah merah padam dan membentak: Apakah engkau telah belah sanubari -nya hingga engkau tahu isi hatinya (perkataan ini diulangi tiga kali) … ..sampai akhir hadits ? Renungkanlah !
Allah swt. akan mengabulkan do’a para hamba-Nya dimanapun dia berada,
tetapi bila kita berdo’a disekitar Ka’bah, Maqam Ibrahim dan
tempat-tempat lain yang mulia disisi Allah swt. termasuk juga disekitar
kuburan Rasulallah saw., kuburan para Nabi lainnya, para sahabat
Rasulallah saw. dan para kaum sholihin yang pribadi mereka dimuliakan
oleh Allah swt. harapan cepat terkabulnya do’a lebih besar daripada
kalau kita berdo’a kepada Allah swt. dirumah atau dipasar. Banyak
riwayat yang menceritera- kan tempat-tempat mustajab do’a, jadi tidak
semua tempat sama !.
Memakai sandal di kuburan para ulama berbeda pendapat hukumnya. Kebanyakan ulama berpendapat tak ada salahnya berjalan di pekuburan dengan memakai terompah dan ada lagi ulama yang memakruhkan memakai terompah yang mewah bila tidak ada udzurnya (banyak duri dll). Jureir bin Ibnu Hazim berkata: ‘Saya melihat Hasan dan Ibnu Sirin berjalan diantara kubur-kubur dengan memakai terompah’.
Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim, Abu Daud dan Nasa’i dari Anas bin Malik ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Seorang hamba bila ia telah di letakkan dalam kuburnya dan teman-temannya telah berpaling, maka sesungguhnya ia (si mayyit) mendengar bunyi terompah-terompah mereka”. Hadits ini sebagai alasan atau dalil dibolehkannya berjalan di kuburan memakai terompah. Karena tidaklah akan didengar oleh si mayyit bunyi terompah itu jika tidak dipakai.!!
Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal telah menganggap makruh memakai terompah Sibtit
terompah mewah di pekuburan berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa’i dan
Ibnu Majah dari Basyir bekas budak Nabi saw. yang berkata: “Rasulallah
saw. melihat seorang lelaki yang berjalan di pekuburan dengan
berterompah, maka sabdanya; ‘Hai orang yang berterompah Sibtit, lemparkanlah terompahmu itu’!. Lelaki
itu pun menoleh, dan demi dikenal- nya Rasulallah saw. maka
ditanggalkannya terompahnya lalu dilemparkan-nya”. Imam Ahmad mengatakan
makruh ialah jika tidak ada udzur. Maka jika terdapat
sesuatu keudzuran yang mengharuskan seseorang buat memakai terompah
misalnya karena banyak duri atau najis, lenyaplah hukum makruh itu !!
Berkata Khathabi: “Tampaknya hal itu dimakruhkan ialah karena menunjuk- kan kemewahan, sebab terompah Sibtit itu
biasanya dipakai oleh golongan mampu yang bermewah-mewah. Lalu katanya
lagi: ‘Maka Keinginan Nabi saw. hendaklah memasuki pekuburan itu dengan
sikap tawadhu’ (rendah diri) dan berpakaian seperti orang khusyu’ “.
Dengan adanya dalil-dalil diatas para pembaca bisa menilai sendiri apakah benar komentar golongan pengingkar yang mengharamkan orang yang pakai sandal di pekuburan? Hukum makruhnya saja masih belum mutlak!!
Duduk diatas kubur dianggap kurang penghargaan terhadap
penghuni kubur, maka dari itu para ulama berbeda pendapat juga waktu
menerangkan hadits Rasulallah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
Ahmad, Abu Daud dan lainnya dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw.
bersabda: “Lebih baik jika seseorang diantaramu duduk diatas bara
panas hingga membakar pakaiannya dan tembus kekulitnya daripada ia duduk
diatas kubur ”.
Dengan adanya hadits itu, jumhur (pada umumnya) ulama memakruhkan hal itu, ada lagi yang membolehkan dan ada lagi yang mengharamkan. Untuk mempersingkat halaman marilah kita ambil dalil dari jumhur ulama yang memakruhkan.
Imam Nawawi berkata: “Melihat gelagat ucapan Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm, begitu pun golongan terbesar dari kawan-kawan sealiran, dimakruhkan duduk
dikubur, maksudnya larangan itu adalah buat makruh, sebagaimana biasa
terdapat dalam pengertian fukaha, bahkan banyak diantara mereka yang
menyatakannya dengan tegas. Ulasnya pula: Demikian pula halnya pendapat
jumhur ulama, termasuk didalamnya Nakh’i, Laits, Ahmad dan Abu Daud’. Imam Nawawi melanjutkan; Juga sama makruh hukumnya, ber- telekan diatasnya dan bersandar padanya”.
Sebaliknya Ibnu Umar dari golongan sahabat, Imam Abu Hanifah, dan Imam Malik menyatakan tidak ada salahnya (boleh) duduk di kubur. Sedangkan pendapat yang mengharamkan ialah Ibnu Hazmin.
Wallahu a’lam. (Keterangan diatas mengenai memakai sandal dan duduk
diatas kubur dinukil dari kitab Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq jilid 4
cet.pertama th 1978 hal.175 dan 181)
Sedangkan hadits riwayat Imam Bukhori mengenai membina masjid diatas
(bukan disisi) kubur ialah: “Mereka (Yahudi dan Nasrani) itu, jika ada
seorang yang sholeh diantara mereka meninggal, mereka binalah diatas makamnya sebuah masjid dan mereka buat didalamnya patung-patung....sampai akhir hadits” dan hadits lainnya tentang sholat diatas kuburan, itu masih belum jelas apakah pelarangan (tempat ibadah dan arah kiblat) menjurus kepada hukum haram ataupun hanya sekedar makruh (tidak sampai pada derajat haram) saja. Hal itu dikarenakan Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya (lihat kitab Shahih al-Bukhari jilid 2 halaman 111) dimana beliau mengumpulkan hadits-hadits semacam itu ke dalam topik “Bab apa yang dimakruhkan dari menjadikan masjid di atas kuburan” (Bab maa yukrahu min ittikhodz al-Masajid ‘alal Qubur) dimana ini meniscayakan bahwa hal itu sekedar pelarangan yang bersifat makruh saja yang selayak- nya di hindari, bukan mutlak haram. Begitu juga hadits diatas itu jelas makruh membina masjid atau sholat diatas kuburan bukan disisi kuburan.
Larangan Nabi saw. dalam hadits tadi dapat diambil suatu pelajaran bahwa
kaum Yahudi dan Nasrani telah menjadikan kuburan para nabi dan manusia
sholeh dari mereka bukan hanya sebagai tempat ibadah melainkan sekaligus
sebagai kiblat (arah ibadah). Lainnya halnya dengan orang muslimin yang mengambil tempat sholat disisi kuburan orang sholeh hanya sebagai tabar- rukan (pengambilan barokah) bukan sebagai arah kiblat.
Imam Syafi’i dalam kitabnya Al Umm bab ‘Pekerjaan setelah penguburan’ mengatakan: “Saya memandang makruh membangun masjid di atas kuburan, atau diratakan kemudian sholat diatasnya. Namun apabila ia telah sholat, maka ia tidak mengapa, tapi ia telah berbuat yang tidak baik”.
Kalau golongan pengingkar tetap bersikeras mengharamkan sholat meng- hadap kuburan dan lain sebagainya seperti yang telah dikemukakan, kami ingin bertanya kepada mereka: Dimana letak kuburan Rasulallah saw. khalifah Abubakar dan khalifah Umar bin Khattab [ra], apakah tidak terletak didalam masjid Nabawi?
Mengapa ulama-ulama mereka yang di Madinah membiarkan orang muslimin
sholat dihadapan, dibelakang, disamping kuburan tersebut? Malah
kebanyakan kaum muslimin ingin sholat dekat atau disekitar kuburan
Rasulallah saw. dan dua sahabatnya itu, sebagai tabarukkan.
Telaah Kritis Atas Doktrin Faham Salafi Wahabi (A. Shihabuddin)
https://www.facebook.com/pages/Anshori-Dahlan/184739408370591
Tidak ada komentar:
Posting Komentar