Apakah dimakruhkan bagi yang sedang berpuasa bersiwak setelah tergelincirnya matahari?
hal ini terjadi perbedaan pendapat ulamak?menurut pendapat yang unggul(rojeh)Imam rofi'i berpendapat makruh bersiwak setelah tergelincirnya berdasarkan hadist nabi dari bukhori dan muslim , sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi
pendapat yang kedua bersiwak saat berpuasa tidak makruh secara mutlaq ini adalah pendapat tiga madzhab.......
Referensi
Kifayatul akhyar juz 1 halaman 27-28 cet Darul khair:
فصل ) السواك مستحب في كل حال إلا بعدالزوال للصائم ,وهو في ثلاثة مواضع أشد استبحبابا عند تغير الفم من أزم وغيره , وعندالقيام من النوم وعند القيام الى الصلاة............إلخ
وهل يكره للصائم بعد الزوال ؟ فيه خلاف الراجح في الرافعي والروضة أنه يكره لقوله عليه الصلاة والسلام ( لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك ) رواه البخاري و وفي رواية مسلم ( يوم القيام ) والخلوف بضم الخاء واللام هو التغير , وخص بما بعد الزوال , لأن تغير الفم بسبب الصوم حينئذ يظهر فلو تغير فمه بعد الزوال بسبب أخر كنوم أوغيره فاستاك لأجل ذلك لايكره , وقيل لا يكره الاستياك مطلقا ,وبه قال الأئمة الثلاثة , ورجحه النواوي في شرح المهذب . وقال القاضي حسين يكره في الفرض دون النفل خوفا من الرياء , وقول المصنف ( للصائم ) يؤخذ منه أن الكراهة تزول بغروب الشمس وهذا هو الصحيح في شرح المهذب , وقيل تبقى الكراهة إلى الفطر.............إلخ
Siwak dengan kayu basah dan yang kering bagi orang Berpuasa
Imam Ibnu Hajar berkata dalam Al Fath
وَأَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَةِ إِلَى الرَّدِّ عَلَى مَنْ كَرِهَ لِلصَّائِمِ الِاسْتِيَاكَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ كَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّعْبِيِّ ، وَقَدْ تَقَدَّمَ قَبْلُ بِبَابِ قِيَاسِ اِبْنِ سِيرِينَ السِّوَاكَ الرَّطْبَ عَلَى الْمَاء الَّذِي يُتَمَضْمَضُ بِهِ
Keterangan ini mengisyaratkan bantahan atas pihak yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa, yakni bersiwak dengan kayu basah, seperti kalangan Malikiyah dan Asy Sya'bi' dan telah dikemukakan sebelumnya tentang qiyas-nya Ibnu Sirin,bahwa bersiwak dengan kayu basah itu seperti air yang dengannya kita berkumur-kumur
(Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari juz 4/158 cet Darul Fikr)
Dijelaskan juga dalam Tuhfah al Ahwadzi disebutkan:
( إِلَّا أَنَّ بَعْضَ أَهْلِ الْعِلْمِ كَرِهُوا السِّوَاكَ لِلصَّائِمِ بِالْعُودِ الرَّطْبِ )
كَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّعْبِيِّ فَإِنَّهُمْ كَرِهُوا لِلصَّائِمِ الِاسْتِيَاكَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ لِمَا فِيهِ مِنْ الطَّعْمِ ، وَأَجَابَ عَنْ ذَلِكَ اِبْنُ سِيرِينَ جَوَابًا حَسَنًا ، قَالَ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ : قَالَ اِبْنُ سِيرِينَ : لَا بَأْسَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ ، قِيلَ لَهُ طَعْمٌ ، قَالَ وَالْمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تُمَضْمِضُ بِهِ اِنْتَهَى . وَقَالَ اِبْنُ عُمَرَ : لَا بَأْسَ أَنْ يَسْتَاكَ الصَّائِمُ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ وَالْيَابِسِ رَوَاهُ اِبْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، قُلْت هَذَا هُوَ الْأَحَقُّ
Sesungguhnya sebagian ahli ilmu ada yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa dengan menggunakan dahan kayu yang basah:
Seperti kalangan Malikiyah dan Imam Asy Sya'bi, mereka memakruhkan orang berpuasa bersiwak dengan dahan kayu basah karena itu bagian dari makanan.
Ibnu Sirin telah menyanggah itu dengan jawaban yang baik. Al Bukhari berkata dalam Shahihnya:
Berkata Ibnu Sirin: Tidak mengapa bersiwak dengan kayu basah, dikatakan bahwa itu adalah makanan Dia (Ibnu Sirin) menjawab:
Air baginya juga makanan, dan engkau berkumur kumur dengannya (air)Selesai. Ibnu Umar berkata:
Tidak mengapa bersiwak bagi yang berpuasa baik dengan kayu basah atau kering,
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Aku (pengarang Tuhfah Al Ahwadzi) berkata: Inilah yang lebih benar(Syaikh Abdurrahman al Mubarakfuri)
(Tuhfah Al Ahwadzi juz III/419. Al Maktabah As Salafiyah)
Dengan demikian tidak mengapa bahkan sunah kita bersiwak ketika berpuasa, baik, pagi, siang,atau sore secara mutlak sebagaimana yang dikatakan dalam Tuhfah al Ahwadzi.
وَبِجَمِيعِ الْأَحَادِيثِ الَّتِي رُوِيَتْ فِي مَعْنَاهُ وَفِي فَضْلِ السِّوَاكِ فَإِنَّهَا بِإِطْلَاقِهَا تَقْتَضِي إِبَاحَةَ السِّوَاكِ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ وَهُوَ الْأَصَحُّ وَالْأَقْوَى
Dan dengan semua hadits-hadits yang diriwayatkan tentang ini dan keutamaan bersiwak, bahwa keutamaannya adalah mutlak, dan kebolehannya itu pada setiap waktu, setiap keadaan, dan itu lebih shahih dan lebih kuat,
Apakah pasta gigi, dihukumi sama dengan kayu basah, karena sama-sama mengandung air dan rasa.
Dan Imam An Nawawi mengatakan bahwa dengan alat apa pun selama tujuan membersihkan
وَهُوَ كُلّ آلَة يُتَطَهَّر بِهَا شُبِّهَ السِّوَاك بِهَا ؛ لِأَنَّهُ يُنَظِّف الْفَم ، وَالطَّهَارَة النَّظَافَة ذَكَرَهُ النَّوَوِي
Yaitu alat apa saja yang bisa mensucikan dengannya maka dia menyerupai siwak, karena dia bisa membersihkan mulut, bersuci dan membersihkan, demikian kata An Nawawi
(Imam Abul Hasan Muhammad bin Abdil Hadi As Sindi, Syarh An Nasa'i Juz 1 Hal. 7 No. 5. Mawqi Al Islam)
- Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar