Kesalah-pahaman mereka dalam menyikapi Manhaj Salaf atau memang sebuah kesengajaan, akibatnya mereka terjerumus dalam kesesatan-kesesatan yang mereka agung-agungkan, gegabah dalam menentukan sikap justru menjadi musibah dan bahaya besar dalam akidah mereka sendiri, Salaf yang mereka bela mati-matian ternyata bukan Salaf yang Ahlus Sunnah, tapi mereka meneruskan akidah Musyabbihah Salaf yakni orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk, dan akibat kesalahan besar ini, mereka mengkafirkan Manhaj Asy’ari dan Maturidi yang mereka nilai telah menyalahiManhaj Salaf, sementara mereka melupakan akidah mereka sendiri yang ternyata jauh telah menyimpang dari akidah Salaf, salah satu bukti bahwa akidah Salafi Wahabi adalah termasuk dalam kategori akidah Musyabbihah[menyerupakan Allah dengan makhluk] adalah sebagaimana dituliskan oleh Imam al-Baqilani dalam Kitab al-Inshaf – halaman 39-40, namun sebelumnya perlu diketahui bahwa Imam al-Baqilani yang bernama lengkap Muhammad ibn al-Tayyib ibn Muhammad Abu Bakr al-Baqilani, beliau wafat tanggal 23 Zul Qa’dah 403 H/ 1013 M di Baghdad, beliau hidup jauh sebelum munculnya dakwah Salafi Wahabi, bahkan jauh sebelum Syaikh Ibnu Taymiyah, maka apa yang dituliskan oleh Imam al-Baqilani tidak ada unsur kebencian atau lain sebagainya.
Imam al-Baqilani menuliskan :
ويجب أن يُعلـم أن كل ما يدل على الحدوث أو على
سمة النقص فالرَّبُّ تعالى يتقدّس عنه ، فمن ذلك :
أنه تعالى متقدّسٌ عن الاختصاص بالجهات ، والاتصاف بصفاتالـمحدثات ، وكذلك لا يوصف بالتحول والانتقال ،
ولا القيام ولا القعود ، لقوله تعالى : { لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ }
[سورة الشورى/ 11] ، وقوله : { وَلـم يَكُن لَّهُ كُفُواًأَحَدٌ }
[سورة الإخلاص/ 4] ، ولأن هذه الصفات تدل
على الحدوث والله تعالى يتقدّس عن ذلك
“Dan wajib diketahui bahwa setiap sesuatu yang menunjuki kepada baharu [huduts] atau menunjuki atastanda kekurangan, maka Allah ta’ala maha suci dari demikian, maka karena itu, sesungguhnya Allah ta’ala itumaha suci dari terkhusus dengan arah [jihat], dan maha suci dari bersifat dengan sifat yang baharu [sifatmakhluk], dan demikian juga Allah tidak disifatkan dengan berubah dan berpindah, dan tidak dengan berdiridan tidak dengan duduk, karena firman Allah ta’ala “tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan-Nya” [QSasy-Syura :
11], dan firman-Nya “Dan tidak ada seorang pun
yang setara dengan-Nya” [QS al-Ikhlash :4], dankarena sifat-sifat ini menunjuki atas baharu [huduts], sedangkan Allah ta’ala maha suci dari pada demikian.[Lihat Kitab al-Inshaf – halaman 39-40].Perhatikan scan kitab di bawah ini :
ويجب أن يُعلـم أن كل ما يدل على الحدوث أو على سمة النقص فالرَّبُّ تعالى يتقدّس عنه
“Dan wajib diketahui bahwa setiap sesuatu yang menunjuki kepada baharu [huduts] atau menunjuki atastanda kekurangan, maka Allah ta’ala maha suci dari demikian”
Maksudnya : Wajib diketahui oleh semua orang agar ia tidak salah sangka terhadap Allah dan sifat-sifat Nya, bahwa apapun yang menunjuki atau berujung pada baharu dan kekurangan, maka itu tidak boleh dinisbahkan kepada Allah, karena Allah maha suci dari baharu dan kekurangan, baik pada zat atau sifat-Nya, Allah maha sempurna sifat dan zat-Nya sejak azali sebelum ada apapun, maka segala yang datang setelah nya tidak boleh dinisbahkan bagi-Nya, karena itu semua adalah menjadi kebaharuan bagi keazalian-Nya dan kekurangan bagi kesempurnaan-Nya.
فمن ذلك : أنه تعالى متقدّسٌ عن الاختصاص بالجهات ، والاتصاف بصفات الـمحدثات
“maka karena itu, sesungguhnya Allah ta’ala itu maha suci dari terkhusus dengan arah [jihat], dan maha sucidari bersifat dengan sifat yang baharu [sifat makhluk]”
Maksudnya : karena itu, Allah tidak berada di salah satu arah pun, tidak boleh dikatakan Allah berada di atas ‘Arasy atau di atas langit, dan tidak boleh dikatakan di arah lain nya, apalagi mengatakan zat Allah berada di semua arah atau dimana-mana, dan tidak bersifat dengan sifat makhluk, sifat makhluk juga makhluk, semua sifat-sifat tersebut bila disifatkan kepada Allah ta’ala, maka akan menunjuki dan melazimi kepada baharu dan kekurangan bagi Allah. Sedangkan sifat-sifat Allah yang datang dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang secara terjemahan nya menunjuki kepada baharu dan kekurangan bagi Allah, maka wajib dita’wilkan kepada makna lain yang sesuai dengan keazalian dan kesempurnaan Allah ta’ala, baik dengan Ta’wil Ijmali sebagaimana jalan nya kebanyakan Ulama Salaf atau denganTa’wil Tafshili sebagaimana jalan nya kebanyakan Ulama Khalaf.
وكذلك لا يوصف بالتحول والانتقال ، ولا القيام ولا القعود
“dan demikian juga Allah tidak disifatkan dengan berubah dan berpindah, dan tidak dengan berdiri dan tidakdengan duduk”
Maksudnya : Allah juga tidak boleh dikatakan bersifat dengan berubah dari sebelum adanya ‘Arasy misalnya, atauberpindah setelah ada langit misalnya, atau dengan sifat berdiri atau duduk, karena itu semua adalah sifat-sifat makhluk yang baru ada sejak diciptakan nya makhluk, adanya makhluk tidak berpengaruh apapun terhadap Allah, Allah ta’ala dan sifat-Nya ada sebelum adanya makhluk, dan Allah ta’ala tetap atas sifat kesempurnaan dan keazalian-Nya setelah adanya makhluk.
لقوله تعالى : { لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ } [سورة الشورى/ 11] ، وقوله : { وَلـم يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ } [سورة الإخلاص/ 4]
“karena firman Allah ta’ala “tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya” [QS asy-Syura : 11], dan firman-Nya “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya” [QS al-Ikhlash :4]”
Maksudnya : semua yang telah disampaikan oleh Imam al-Baqilani bukan atas dasar analogi semata atau ilmu kalam yang bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, tetapi semua itu berdasarkan naqli firman Allah Surat asy-Syura ayat 11 dan Surat al-Ikhlash ayat 4, dari dua ayat inilah Imam al-Baqilani menjelaskan bahwa Allah tidak bersifat dengan berubah, berpindah, berarah, duduk dan sebagainya, karena sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat makhluk.
ولأن هذه الصفات تدل على الحدوث والله تعالى يتقدّس عن ذلك
“dan karena sifat-sifat ini menunjuki atas baharu [huduts], sedangkan Allah ta’ala maha suci dari padademikian”
Maksudnya : Dalil aqli nya adalah karena sifat tersebut menunjukkan atas baharu, sedangkan Allah maha suci dari sifat yang baharu, menetapkan sifat baharu bagi Allah, maka Allah akan ikut baharu dari keazalian dan kesempurnaan-Nya, maha suci Allah dari segala sifat makhluk.
Dari penjelasan Imam al-Baqilani dapatlah dilihat dengan nyata kesesatan dan kesalah-pahaman Salafi Wahabi, sungguh pada sifat-sifat yang diyakini oleh Salafi Wahabi terdapat Tasybih Allah dengan makhluk-Nya, Salafi Wahabi telah nyata-nyata mensifatkan Allah dengan sifat makhluk atau menetapkan makhluk pada zat Allah, dan itulah Tasybih yang dilarang dalam Al-Quran di surat yang tersebut di atas.
Itulah dasar Tauhid yang hendaknya dipegang erat-erat oleh siapa pun yang ingin mempelajari Tauhid, agar tidak tidak mudah goyah ketika diterpa syubhat-syubhat Tauhid, dan agar tidak salah sangka dalam memahami sifat-sifat Allah yang tidak serupa dengan sesuatu pun, tanpa dasar Tauhid yang kokoh, maka siapa pun akan mudah tergoda dan terpana dengan aliran-aliran sesat yang memakai atribut-atribut Tauhid dan bendera dua kalimat syahadat.
Wallahul muwaffiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar