Senin, 29 Februari 2016

Hubungan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki Degan Gus Dur Serta Kisah Nyata dari Pembenci Maulid.

Sayyid Abbas Al Maliki : Merupakan Mufti dan Qadhi Makkah dan khatib di Masjidil Haram. Beliau memegang jawatan ini ketika pemerintahan Usmaniah serta Hashimiah, dan seterusnya terus memegang jabatan tersebut setelah Kerajaan Saudi diasaskan. Raja Abdul Aziz bin Sa'ud sangat menghormati beliau.

Riwayat Hidup beliau boleh dirujuk pada kitab Nur An-Nibras fi Asanid Al-Jadd As-Sayyid Abbas oleh cucunya As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Keluarga Maliki merupakan salah satu keluarga yang paling dihormati di Makkah dan telah melahirkan alim ulama besar di Makkah, yang telah mengajar di Makkah sejak lama. Lima orang dari keturunan Sayyid Muhammad, telah menjadi Imam Mazhab Maliki di Haram Makkah.
Keluarga Keturunan Sayyid merupakan keturunan mulia yang bersambung secara langsung dengan Junjungan kita Muhammad Sallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri. Beliau merupakan waris keluarga Al-Maliki Al-Hasani di Makkah yang masyhur yang merupakan keturunan Rasulullah Sallahu 'Alaihi Wasallam, melalui cucu Baginda, Imam Al-Hasan bin Ali, Radhiyallahu ‘Anhum. Keturunan beliau adalah :

1. Sayyid Alawi Bin Abbas Al-Maliki (anak)
2. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (cucu)
Sedangkan salah satu murid Sayyid Abbas Al Maliki yang di Indonesia adalah Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari (Pendiri NU dan PP Tebuireng) yang merupakan kakek dari KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur).

Suatu hari Asy Syaikh Abbas Al-Maliki berada di Baitul Muqaddas Palestina untuk menghadiri peringatan Maulid Nabi SAW. Di mana saat itu bershalawat dengan berjamaah. Saat itulah beliau melihat seorang pria tua beruban yang berdiri dengan khidmat mulai dari awal sampai acara selesai. Kemudian beliau bertanya kepadanya akan sikapnya itu.
Lelaki tua itu bercerita bahwa dulu ia tidak pernah mau mengakui acara Maulid Nabi dan ia memiliki keyakinan bahwa perbuatan itu adalah Bid’ah Sayyi’ah (bid’ah yang jelek). Suatu malam ia mimpi duduk di acara Maulid Nabi bersama sekelompok orang yang bersiap-siap menunggu kedatangan Nabi SAW ke mesjid, maka saat Rasulullah SAW tiba, sekelompok orang itu bangkit dengan berdiri untuk menyambut kehadiran Rasulullah SAW. Namun hanya ia saja seorang diri yang tidak mampu bangkit untuk berdiri. Lalu Rasullullah SAW berkata kepadanya: “Kamu tidak akan bisa bangkit!”

Saat ia bangun dari tidurnya ternyata ia dalam keadaan duduk dan tidak bisa berdiri. Hal ini ia alami selama 1 tahun. Kemudian ia pun bernadzar jika sembuh dari sakitnya ia akan menghadiri acara Maulid Nabi di mesjid dengan bershalawat. Kemudian Allah menyembuhkan nya. Ia pun selalu hadir untuk memenuhi nadzarnya dan bershalawat dalam acara Maulid Nabi SAW..

(Sumber: Kitab Al-Hady At-Tam fi Mawarid al-Maulid an-Nabawi, hal 50-51, karya Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki)

====ooOoo====

Kebersamaan antara cucu dari Sayyid Abbas Al Maliki dengan cucu dari KHM. Hasyim Asy’ari

KH. Abdurrahman Wahid : Mungkin bagi sebagian orang menyangsikan ada hubungan akrab antara as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dengan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid). Padahal kalau kita mau menengok sejarah, kakeknya, as-Sayyid Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki adalah guru dari kakeknya Gus Dur, Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari sang pendiri NU. Jadi sangat wajar jika hubungan antara Abuya al-Maliki dengan Gus Dur terbilang mesra, sebagaimana hubungan kedua kakeknya dulu.

Suatu hari, Gus Dur yang waktu itu masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, berkunjung ke kediaman as-Sayyid Muhammad al-Maliki di Mekkah. Gus Dur ditemani oleh KH. Said Aqil Siroj dan Ghofar Rahman. Sebagai ulama terkemuka, as-Sayyid Muhammad al-Maliki selalu dikunjungi oleh tamu dari berbagai negara.

Sewaktu Gus Dur datang ke kediamannya, di ruang tamu sudah banyak sekali orang yang mengantri. Begitu Gus Dur datang, ia langsung dipersilakan masuk. Bahkan diajak berbincang di kamar tidur pribadi as-Sayyid Muhammad, bukan di ruang tamu (ini merupakan suatu adat/kebiasaan yang biasanya di lakukan untuk menghormati seorang tamu yang di istimewakan). Oleh beliau Gus Dur dikasih uang, arloji mewah dan barang berharga lainnya sebagai tanda penghormatan.

Dalam pertemuan tersebut, Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj mengggambarkan:“Begitu hormatnya mereka berdua. Dan mereka bukan orang sembarangan.”

Tepat di malam Jum’at waktu sahur, as-Sayyid Muhammad al-Maliki menghembuskan nafas terakhirnya. Pada malamnya beliau tidak mengajar kitab-kitab, namun banyak menceritakan perihal surga dan menyatakan hasratnya untuk bertemu dengan ayahandanya, as-Sayyid Alawi al-Maliki.

Beliau wafat hari Jum’at tanggal 15 Ramadhan 1425 H, bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2004 M. Jenazahnya lalu dimakamkan di pemakaman al-Ma’la di samping makam istri Rasulullah Saw, Sayyidah Khadijah al-Kubra Ra.

Berikut DOA ISMUL 'ADHOM
Oleh : Sayyid Muhammad Alwy Al-Maliki Al-Hasani
اَللَّهُمَّ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ، يَاإِلَهَنَا وَإِلَهَ كُلِّ شَىْءٍ، إِلَهاً وَاحِداً، لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ، يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدُ لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ الْحَنَّانُ الْمَنَّانُ بَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَنْتَ اللهُ الَّذِي لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ الأَحَدُ اَلصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًّا اَحَدٌ، وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَاإِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَحَدٌ صَمَدٌ لَمْ يَتَّخِذْ صَاحِبَةً وَلَا وَلَداً، اَللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ يَامَنَّانُ يَابَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ، لَاإِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ، وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَاإِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يَاظَاهِرُ يَاقَيُّوْمُ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَحَدٌ صَمَدٌ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًّا اَحَدٌ،َللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ اللهُ الَّذِي لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ الْحَنَّانُ الْمَنَّانُ بَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ، أَحْرَزْتُ نَفْسِي بِالْحَيِّ الَّذِي لاَ يَمُوْتَ، وأَلْجَأْتُ ظَهْرِي لِلْحَىِّ الْقَيُّوْمِ، لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ نِعْمَ الْقاَدِرُ، لاَإِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ، وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى الله، إِنَّ اللهَ بَصِيْرٌ بِالْعِباَدِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ ۞

Sumber : Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki al-Hasani. Dalam Kitab Abwabul faraj : Jawami' al-Kalim, Cairo: 2000.

Keterangan foto: Kunjungan Gus Dur ke kediaman Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki

Minggu, 28 Februari 2016

makam-makam para wali yang tersebar di penjuru Nusantara.

Assalamu'alaikum.wr.wb.

Para ikhwan muslim yang ingin tazdkirotulmaut sekaligus bertawassul pada para wali,berikut ini daftar alamat makam-makam para wali yang tersebar di penjuru Nusantara. (Tersusun sesuai dg No. Nama Alamat Kecamatan Kabupaten)

1. Sunan Bonang Kutorejo Kota Tuban

2. Assamarqondi Gesikharjo Palang Tuban 3. Mahmudin Asari Bejagung Semanding Tuban

4. Syaih Abdul Jabar Nglirip Singgahan Tuban

5. Sunan Geseng Gesing Semanding Tuban
6. Sunan Drajat Drajat Paciran Lamongan
7. Maulana Ishak Kemantren Paciran Lamongan
8. Maulana Mansyur Sendang Duwur Paciran Lamongan
9. Malik Ibrahim Jl. Malik Ibrahim Kota Gresik
10. Sunan Giri Giri Kebomas Gresik
11. Siti Fatimah Leran Manyar Gresik
12. Sunan Prapen Klangenan Kebomas Gresik
13. Gua Sunan Kalijaga G. Surowiti Panceng Gresik
14. Habib Abu Baker Jl. Kauman Kota Gresik
15. Syaih Jumadilkubro Troloyo Trowulan Mojokerto
16. Saikhona Yusuf Raasa Tlangu Sumenep 17. Joko Tole Saasa Tlangu Sumenep
18. Abu Syamsudin Batu Ampar Propo Pamekasan
19. Sayyid Usman Tamberu Pajegan Pamekasan
20. Air Mata Ibu Air Mata Kota Bangkalan 21. Saikhona Kholil Mertajasa Kota Bangkalan
22. Sunan Ampel Ampel Semampir Surabaya
23. Mbah Sonhaji Ampel Semampir Surabaya
24. Mbah Soleh Ampel Semampir Surabaya
25. Sunan Bungkul Darmo Wonokromo Surabaya
26. Gus Uet Pagerwojo Pagerwojo Sidoarjo
27. Datuk Ibrahim Alas Purwo Muncar Banyuwangi
28. K. H. Abdul Hamid Jl. Abdul Hamid Kota Pasuruan
29. Sayid Arif Segoropuro Segoropuro Pasuruan
30. Syaih Wasil Sentono Gedong Kota Kediri
31. Gus Mik Tambakngadi Mojo Kediri
32. Hasan Minbar Kauman Kalangbret Tulungagung
33. Mbah Badowi Gunung Cilik Durenan Trenggalek
34. Sayid Sulaiman Betek Mojoagung Jombang
35. Syaih Aliman Ngliman Sawahan Nganjuk
36. Mbah Fatkhur Rohman Poleng Brebek Nganjuk
37. Hasan Besari Tegalsari Tegalrejo Ponorogo
38. Syeh Jangkung Landoh Kayen Pati
39. Syaih Mutamakin Kajen Margoyoso Pati
40. Mbah Imam Setumbun Sarang Rembang 41. Sayid Hamzah Nglapan Sedan Rembang
42. Sultan Hadirin Mantingan Kota Jepara 43. Mbah Dimiyati/ Sukri Demeling Mlonggo Jepara
44. Abu Hasan Syadli Ngrejenu Dawe Kudus
45. Kaliyetno Ternadi Dawe Kudus
46. Sunan Kudus Jl. Menara Kota Kudus
47. Sunan Muria Colo/Muria Dawe Kudus 48. Sunan Kalijaga Kadilangu Kota Demak 49. Raden Fatah Bintoro Kota Demak
50. Sholeh Darat Bergotopajang Kota Semarang
51. Habib Ahmad Sapuro Kota Pekalongan 52. Mbah Ruby Klampok Losari Brebes
53. Raden Purabaya Kramat Kramat Tegal 54. Syaih Subakir Puncak Gunung Tidar Magelang
55. Khoiri Dawud Sekawetan Tembayat Klaten
56. Khasan Nawawi Jabalekat Tembayat Klaten
57. H. Nur Asnawi Mogo Mogo Pemalang 58. Hadi Wijoyo Pajang Lawean Surakarta 59. Sunan Katong Kaliwungu Kaliwungu Kendal
60. Kyai Gringsing Gringsing Gringsing Batang
61. Joko Tarub Tarub Ngantru Purwodadi 62. Ki Ageng Selo Selo Ngantru Purwodadi
63. Syeh Maulana Maghribi Parangkusumo Parangtritis Bantul
64. Syeh Mahdum Ali Ranji Kebumen Purwokerto
65. Ki Buyut Tambi Tambi Jatibarang Indramayu
66. Syeh Ahmad Patroman Tasikmalaya Pangandaran
67. Syeh Kurotulain Pulaubata Wuadas Krawang
68. Singa Perbangsa Leran Wuadas Krawang
69. Habib Husain Luarbatang Pasarikan Jakarta Utara
70. Pangeran Jayakarta Pulogadung Klender Jakarta Timur
71. Sutan Hasanudin Banten Kasemen Serang
72. Tabib Dawud Warungkondan g W. Kondang Serang
73. Syeh Asnawi Caringin Labuan Pandeglang
74. Maulana Mansur Cikaduen Cikaduen Pandeglang
75. R. Kian Santang Suci Godog Garut
76. Aria Wiratanudatar Cikundul Cikalong Cianjur
77. Syeh Abdul Muhyi Saparwadi Pamijaan Tasikmalaya
78. Gunung Santri Banjarnegara Banjarnegara Cilegon
79. Habib Alwialatas Empang Empang Bogor
80. R. Wanayasa Manganti Sukamandi Subang
81. Mbah Toyyib Kampungutan Bekasi
82. Sumur Bandung Cikapungdung Kota Bandung
83. Gunung Cibuni Cibuni Bandung
84. Sunan Gunung Jati Astana Gunungjati Cirebon
85. Syeh Megelung Karangkendal Cirebon 86. Datuk Kahfi Astana Gunungjati Cirebon
87. Imam Hanafi Astana Gunungjati Cirebon
88. Abu Musa Al Banjari Kuantan Martapura Ciamis Kal Sel
89. Mbah Singaraja Singaraja Singaraja Bali
90. Abdul Rouf Lekal Samudra Pasai Pasai Aceh
91. Malikul Dhohir Perlak Perlak Aceh
92. Al Malikul Saleh Samudra Pasai Pasai Aceh
93. Teuku Umar Meulaboh Aceh Besar Aceh
94. Teuku Cik Di Tiro Takengon Aceh Besar Aceh
95. Gajah Mada Kota Gajah Bandar Lampung Lampung Selatan
96. Raden Intan Kalianda Bandar Lampung Lampung Selatan
97. Bata Bagus Ali Tulangbawang Tengah Lampung Selatan
98. Syeh Burhanudin Padang Panjang Pariaman Sumatra Barat

Tempat-tempat Ziarah Keramat di Kabupaten Pandeglang :

1. Makam Syekh Mansur di Cikadueun

2. Makam Syekh Abdul Jabbar di Karangtanjung

3. Makam Syekh Asnawi di Caringin

4. Makam Syekh Daud di Labuan

5. Makam Syekh Rako di Gunung Karang

6. Makam Syekh Royani di Kadupinang

7. Makam Syekh Armin di Cibuntu

8. Makam Abuya Dimyati di Cidahu

9. Makam Ki Bustomi di Cisantri

10. Makam Nyimas Gandasari di Panimbang.

MAKAM WALI PITU DI BALI  ( Sab'atul Auliya')

1. Pangeran Mas Sepuh / Syeh Ahmad Hamdun Choirussoleh / Raden       Amangkuringrat.  Makamnya di Desa Munggu. Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Di Kenal dengan Makam Keramat Pantai Seseh.

2. Chabib Umar Bin Maulana Yusuf Al Magribi,  makamnya diatas bukit Bedugul Kabupaten Tabanan. Dikenal dengan  Makam Keramat Bedugul 

3. Chabib Ali Bin Abu Bakar Bin Umar Bin Abu Bakar Al Khamid, makamnya di kampung Islam Kusumba Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Dikenal dengan  Makam Keramat Kusumba.

4.  Syeh Maulana Yusuf Al Baghdi Al Maghribi, makamnya di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Babandem, Kabupaten Karangasem. Dikenal dengan  Makam Keramat Kembar

5.  Chabib Ali Bin Zainul Abidin Al Idrus, makamnya di Desa Bungaya Kangin Kecamatan Babandem, Kabupaten Klungkung. Dikenal dengan Makam Keramat Kembar.

6.  The Kwan Lie  bergelar :  Syeh Abdul Qodir Muhammad, makamnya di Desa Temukus, Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Dikenal dengan  Makam Keramat Karang Rupit.

7.  Chabib Ali Bin Umar Bin Abu Bakar Bafaqih, makamnya di jalan Loloan Barat, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Dikenal dengan Makam Keramat Loloan.

Semoga kita dapat barokah dari beliau semua amiin..
Alfatihah...

Wassalam.

Jumat, 26 Februari 2016

Memahami Tawassul dan Hukumnya

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَآلِهِ الطَّاهِرِيْنَ وَصَحَابَتِهِ أَجْمَعِيْنَ

Kita sering mendengar seorang muslim berdoa dengan mengucapkan beberapa kalimat berikut, “Ya Allah, berkat waliMu Fulan, berilah aku….” atau ” Ya Allah, dengan kebesaran Fulan, jadikanlah aku….”, atau “Ya Allah, berkat puasaku, mudahkanlah…” atau “Ya Allah, berkat shalawat yang kami baca, anugerahilah aku…”, atau “Ya Allah, berkat waliMu yang dimakamkan di kuburan ini, selamatkanlah aku…”, dan lain sebagainya.

Semua yang tertera di atas merupakan contoh Tawassul. Yang menjadi pertanyaan bagaimana sebenarnya hukum tawassul itu sendiri?

Tawassul artinya menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam usahanya untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala atau untuk mewujudkan keinginan dan cita-citanya. Sedangkan wasilah adalah sesuatu yang dijadikan sebagai perantara dalam bertawassul. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰـهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ﴿سورة المائدة:٣٥﴾

“Hai orang-orang yang berimana, patuhlah kepada Allah, dan carilah wasilah kepadaNya, dan berjuanglah di jalan Allah, supaya kamu jadi beruntung” (Quran Surat Al-Maidah: 35).

Sesuatu dapat dijadikan sebagai wasilah (perantara) jika ia dicintai dan diridhai Allah Ta’ala.

Berdoa dengan bertawassul artinya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyebutkan sesuatu yagn dicintai dan diridhai Allah. Contohnya, jika seseoarang ingin mendapatkan ampunan Allah, kemudian dia berdoa demikian, “Ya Allah, berkat namaMu Ar-Rahman dan Al-Ghaffur, ampunilah segala kesalahanku” atau “Ya Allah, berkat kebesaran nabiMu Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, mudahkanlah segala urusanku yang Engkau ridhai”.

Seseorang yang bertawassul berarti mengaku bahwa dirinya penuh kekurangan. Dengan segala kekurangannya tersebut, dia sadar bahwa doanya sulit dikabulkan. Oleh karena itu, ia pun meminta syafa’at kepada sesuatu atau seseorang yang -menurut prasangka baiknya- dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah hakikat tawassul.

Secara garis besar, doa tawassul dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu tawassul dengan amal shaleh sendiri dan tawassul dengan amal shaleh orang lain. Para ulama sepakat bahwa tawassul dengan amal shaleh sendiri seperti shalat, puasa, membaca Al-Quran, sedekah, dan lain sebagainya adalah bagian dari ajaran Islam. Dalilnya adalah cerita tentang tiga orang yang terjebak dalam sebuah gua dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidina Abdullah bin Umar radhiyallohu ‘anhu (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Kalau bertawassul dengan amal shaleh sendiri diperbolehkan, lalu bagaimana dengan tawassul yang bukan dengan amal kita sendiri melainkan dengan orang lain atau nama seseorang seperti perkataan, “Ya Allah, berkat Nabi Muhammad…” atau “Ya Allah, berkat Imam Syafi’i…”  atau “Ya Allah, berkat para Rasul dan waliMu…”, dan lain-lain, bagaimanakah hukumnya?

Bagi orang-orang yang tidak memahami alasan mengapa seseorang bertawassul dengan orang lain akan menuduhnya telah berbuat syirik. Tuduhan ini tidak hanya salah tetapi sangat berbahaya. Saudaraku, perlu kita ketahui bahwa seseorang yang bertawassul dengan orang lain sebenarnya ia sedang bertawassul dengan amal shalehnya sendiri. Bagaimana bisa?

Ketika seseorang bertawassul dengan orang lain, pada saat itu ia berprasangka baik kepadanya dan meyakini bahwa orang tersebut adalah seorang yang shaleh yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia menjadikan orang tersebut sebagai wasilah (perantara) karena ia mencintainya. Dengan demikian sebenarnya ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada orang tersebut. Ketika seseorang mengucapkan, “Ya Allah, demi kebesaran RasulMu Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam…” berarti ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Atau ada orang yang berkata, “Ya Allah, berkat Imam Syafi’i…” berarti ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada Imam Syafi’i rahimahullah. Kita semua tahu bahwa cinta kepada Allah, cinta kepada RasulNya, dan cinta kepada orang-orang yang shaleh merupakan amal yang sangat mulia.

Ingatkah anda akan cerita seorang Badui yang datang menemui Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam menanyakan perihal kiamat? Dalam Shahih Bukhari diceritakan bahwa seorang Badui datang menemui Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, kapan kiamat tiba?”.

“Apa yang kamu pesiapkan untuk menghadapinya?”, tanya Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam.

“Aku tidak mempersiapkan apa-apa, hanya saja aku mencintai Allah dan RasulNya”, jawab Badui tersebut.

Rasulullah lantas bersabda, “Sesungguhnya engkau akan bersama dengan yang engkau cintai”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).

Dengan demikian, setiap orang yang bertawassul dengan orang lain berarti ia sedang bertawassul dengan amal shalehnya sendiri yaitu cinta. Sehinga tidak ada bedanya jika orang yang ia jadikan sebagai wasilah (perantara) tersebut masih hidup atau telah meninggal dunia. Sebab, kematian tidak dapat membatasi cinta seseorang. Cinta kita kepada para Rasul dan kaum Sholihin tidak hanya ketika mereka masih hidup.

Disamping itu, tawassul dengan orang lain baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, para Sahabat Nabi, dan kaum Sholihin. Di bawah ini akan kami beberapa contoh yang insya Allah bermanfaat.

Tawassul Nabi Muhamamad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan Orang-orang yang Berdoa

Abu Said Al-Khudri radhiyallohu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa keluar dari rumahnya dan menuju masjid untuk menunaikan shalat, kemudian membaca doa berikut:

اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِيْنَ عَلَيْكَ ، وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا ، فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشَرًا وَلاَ بَطَرًا ، وَلاَ رِيَآءً وَلاَ سُمْعَةً ، وَخَرَجْتُ اِتِّقَاءَ سُخْطِكَ ، وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ ، فَأَسْأَلُكَ أَنْ تُعِيْذَنِيْ مِنَ النَّارِ ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِيْ ذُنُوبِيْ ، إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu dengan kemuliaan semua orang yang memohon kepadaMu. Dan aku memohon kepadaMu dengan berkat perjalananku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar (menuju Masjid) dengan sikap angkuh, sombong, riya’ ataupun sum’ah. Aku keluar (menuju Masjid) demi menghindari murkaMu dan mengharapkan ridhaMu. Oleh karena itu, kumohon Engkau berkenan melindungiku dari siksa Neraka, dan mengampuni semua dosaku. Sesungguhnya, tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.” (Barangsiapa yang membaca doa ini), maka Allah menyambutnya dengan wajahNya dan 70 ribu malaikat memohonkan ampun untuknya (Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Ahmad).

Sejumlah ulama besar dalam Ilmu Hadits menyatakan hadits di atas adalah hadits shahih dan hasan, diantaranya adalah Ibnu Khuzaimah, Mundziri, Abul Hasan (guru Mundziri), Al-‘Iraqi, Ibnu Hajar, Syarafuddin Ad-Dimyathi, Abdul Ghani Al-Maqdisi, dan Abi Hatim (Lihat: Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Mafahim Yajibu An-Tushah-hah, cet. X, Darul Auqaf Was Syu’un Al-Islamiyyah, Dubai, 1995, hal. 147).

Dalam hadits di atas disebutkan dengan jelas bahwa Nabi Muhamamd Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bertawassul dengan kemuliaan semua orang yang berdoa memohon kepada Allah, baik mereka yang masih hidup, telah meninggal dunia, maupun yang belum lahir di muka bumi ini.

Tawassul Nabi Adam ‘Alaihis Salam dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam

Dalam sebuah riwayat, Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:

لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لَمَا غَفَرْتَ لِيْ فَقَالَ اللّٰهُ يَا آدَمُ, وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلَقُهُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ لأنَّـكَ لَمَّا خَلَقْتَنِيْ بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ ، رَفَعْتُ رَأْسِيْ فَرَأَيـْتُ عَلَى قَوَائِمَ الْعَرْشِ مَكْتُـوْبًا: لآ إِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ ، فَعَلِمْتُ اَنَّكَ لَمْ تُضِفْ اِلىٰ اِسْمِكَ إِلاَّ أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ ، فَقَالَ اللّٰهُ صَدَقْتَ يَا آدَمُ اِنَّهُ لَأَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيَّ اُدْعُنِيْ بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ ، وَلَوْ لاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ

“Ketika Adam berbuat kesalahan, beliau berkata, ‘Duhai Tuhanku, aku memohon kepadaMu dengan kemuliaan Muhamamd agar Engkau mengampuniku’. Allah pun berkata, ‘Hai Adam, bagaimana kau dapat mengenal Muhammad sedangkan ia belum Ku ciptakan?’. Adam menjawab, ‘Duhai Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan TanganMu dan Engkau tiupkan kepadaku dari RuhMu, kutengadahkan kepalaku dan kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy tercantum tulisan yang berbunyi La Ilaha Illalloh Muhammadun Rasulullah. Aku pun tahu bahwa tidak mungkin Engkau sandarkan sebuah nama dengan namaMu, kecuali ia adalah makhluk yang paling Engkau cintai. Allah berkata,”Kau benar hai Adam, sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) adalah makhluk yang paling Kucintai. Berdoalah kepadaKu dengan (bertawassul dengan) kemuliaannya, sesungguhnya aku telah mengampunimu. Dan andaikata bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu”. (Hadits Riwayat Hakim)

Beberapa ulama besar dalam Ilmu Hadits menyatakan hadits di atas adalah hadits shahih, diantaranya: Imam Hakim, Al-Hafidz As-Suyuti, Qasthalani, Zarqani, As-Subki, Al-Hafidz Al-Haitsami.

Dalam hadits di atas disebutkan dengan jelas bahwa Nabi Adam ‘Alaihis Salam bertawassul dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bahkan jauh hari sebelum beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tawassul Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan Seluruh Nabi

Ketika Ibu Ali bin Abi Thalib radhiyallohu ‘anhu meninggal dunia yang bernama Fatimah binti Assad radhiyallohu ‘anha meninggal dunia, Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam memberikan pakaiannya untuk dijadikan kain kafan. Kemudian beliau memerintahkan Usamah bin Zaid, Abu Ayyub Al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang pemuda berkulit hitam untuk menggali lubang kubur. Mereka pun melaksanakan perintah Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Namun, ketika hendak menggali liang lahat, Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk berhenti. Kemudian dengan kedua tangannya yang mulia, beliau sendiri yang menggali liang lahat dan membuang tanahnya. Setelah selesai, beliau berbaring di dasar kubur dan kemudian berkata:

اَللّٰهُ الَّذِيْ يُحْيِىْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ اِغْفِرْ لِأُمِّيْ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقِّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْخَلَهَا بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالْأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِيْ فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ

“Allah adalah yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan dan Dia Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Ampunilah ibuku Fatimah binti Asad dan bimbinglah ia untuk mengucapkan hujjahnya serat luaskanlah kuburnya, dengan hak (kemuliaan) NabiMu dan para Nabi sebelumku. Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dari semua yang berjiwa kasih”.

Setelah itu Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam menshalatkan jenazahnya dan memakamkannya dibantu oleh Abbas dan Abu Bakar Ash-Shiddiq (Hadits Riwayat Thabrani).

Menurut Al-Hafidz Al-Ghimari, hadits di atas merupakan hadits hasan, sedangkan menurut Ibnu Hibban adalah hadits shahih.

Dalam hadits di atas disebutkan dengan jelas bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bertawassul dengan diri beliau sendiri dan dengan semua Nabi sebelum beliau, yang semuanya telah meninggal dunia kecuali Nabi Isa ‘Alaihis Salam.

Tawassul Para Sahabat dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam

Dalam Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Utsman bin Hunaif radhiyallohu ‘anhu berkata, “Ada seorang lelaki tuna netra datang menemui Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dan meminta beliau untuk mendoakannya agar dapat melihat kembali. Pada saat itu Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam memberikan dua pilihan kepadanya, yaitu didoakan sembuh atau bersabar dengan kebuataanya tersebut. Tetapi lelaki itu bersikeras minta didoakan agar dapat melihat kembali. Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam kemudian memerintahkannya untuk berwudhu dengan baik dan membaca doa berikut:

اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّيْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلٰى رَبِّيْ فِيْ حَاجَتِيْ هَذِهِ لِتُقْضَى لِيْ اَللّٰهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepadaMu dengan (bertawassul dengan) NabiMu Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang. (Duhai Rasul) Sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada Tuhanku dengan (bertawassul dengan)-mu agar hajatku ini terkabul. Ya Allah, terimalah syafaat beliau untukku” (Hadits Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).

Imam Tirmidzi menyatakan hadits ini sebagai hadits hasan shahih. Imam Hakim dan Adz-Dzhabi juga menyatakan hadits ini sebagai hadits shahih.

Saudaraku, dalam hadits di atas Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam mengajarkan cara kita bertawassul dengan beliau. Tawassul seperti ini tidak hanya berlaku ketiak beliau masih hidup, akan tetapi juga dapat dilakukan setelah wafatnya beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Buktinya sejumlah Sahabat Nabi menggunakan tawassul ini sepeninggal Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Bahkan mereka mengajarkannya kepada orang lain. Ketika menyebutkan hadits di atas, Imam Thabrani menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang seringkali mengunjungi Khalifah Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu untuk menyampaikan kepentingannya. Tetapi Khalifah Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu tidak sempat memperhatikannya. Ketika bertemu dengan Utsman bin Hunaif, lelaki itu menceritakan permasalahan yang ia hadapi. Utsman bin Hunaif kemudian memerintahkan lelaki itu untuk berwudhu, mengerjakan shalat 2 rakaat di masjid, membaca doa di bawah ini dan kemudian mendatanginya untuk diajak pergi menemui Sayyidina Utsman bin Affan. Inilah doanya:

اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ اَتَوَجَّهُ بِكَ إِلٰى رَبِّكَ رَبِيْ جَلَّ وَعَزَّ فَيَقْضِيْ لِيْ حَاجَتِيْ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan bertawajjuh kepadaMu dengan (bertawassul dengan) Nabi kami Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, Nabi yang penuh kasih. Duhai Muhammad, sesungguhnya dengan bertawassul denganmu, aku bertawajjuh kepada Allah, Tuhanmu dan Tuhanku yang Maha Agung dan Maha Mulia agar Ia mewujudkan hajatku”.

Setelah melaksanakan saran Utsman bin Hunaif, lelaki itu pergi menghadap Khalifah Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu. Sesampainya di depan pintu, sang penjaga menyambutnya dan membawanya masuk degnan menggandeng tangannya. Sayyidina Utsman radhiyallohu ‘anhu kemudian mendudukannya di permadani tipis di dekatnya dan kemudian bertanya kepadanya, “Apa hajatmu?”. Setelah menyebutkan semua hajatnya, Sayyidina Utsman radhiyallohu ‘anhu pun memenuhi permintaannya. Kemudian beliau radhiyallohu ‘anhu berkata, “Kenapa baru sekarang kau sampaikan hajatmu? Setiap kali kau butuhkan sesuatu, segerelah datang kemari”.

Ketika meninggalkan kediaman Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu, lekali itu bertemu dengan Utsman bin Hunaif radhiyallohu ‘anhu.

“Semoga Allah membalas kebaikanmu. Sebelum engkau ceritakan perihalku kepadanya, beliau tidak pernah memperhatikan hajatku maupun memandangku”, ujar lelaki itu kepada Utsman bin Hunaif.

“Demi Allah, aku tidak mengatakan apapun kepadanya. Hanya saja aku menyaksikan seorang lelaki tuna netra datang menemui Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam mengeluhkan kebutuhannya…. (sampai akhir cerita seperti yang tersebut di atas).

Saudaraku, cerita di atas membuktikan bahwa para Sahabat Nabi juga bertawassul dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam sepeninggal beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Disamping itu, dalam Tafsir Ibnu Katsir juga diceritakan bahwa ada seorang Badui berziarah ke makam Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dan berdoa di depan makan Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan bertawassul dengan beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Ini jelas membuktikan bahwa sepeninggal Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, para Sahabat Nabi  juga bertawassul dengan beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam.

Tawassul Sayyidina Umar bin Khattab dengan Sayyidina Abbas Radhiyallohu ‘Anhuma

Dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik radhiyallohu ‘anhu menceritakan bahwa dahulu jika terjadi paceklik, Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu meminta hujan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan bertawassul dengan Abbas bin Abdul Muthllib. Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu berkata dalam doanya:

اَللّٰهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا

“Ya Allah, sesungguhnya dahulu ketika berdoa kepadamu kami bertawassul dengan NabiMu, Engkau pun menurunkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami berdoa kepadaMu dengan bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan” (Hadits Riwayat Bukhari).

Tidak lama setelah itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan hujan kepada mereka semua.

Hadits di atas menyebutkan dengan jelas bahwa Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu bertawassul dengan Sayyidina Abbas radhiyallohu ‘anhu, paman Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Ada sebagian orang yang menggunakan atsar ini sebagai dalil bahwa tawassul dengan yang telah meninggal dunia tidak boleh, sebab Sayyidina Umar bertawassul dengan Sayyidina Abbas yang masih hidup. Pendapat seperti ini tidak tepat, sebab dalam kenyataannya, Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam sendiri mencontohkan kita untuk bertawassul dengan yang masih hidup maupun dengan mereka yang telah meninggal dunia. Begitu pula para Sahabat lainnya sebagaimana diceritakan tentang seorang tuna netra di masa pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu. Lalu, apa maksud tawassul Sayyidina Umar dengan Sayyidina Abbas yang masih hidup? Tujuan beliau adalah untuk mengajarkan dan mencontohkan kepada semua Sahabat bahwa tawassul dengan selain Nabi adalah boleh dan dapat dilakukan. Beliau menunjuk Sayyidina Abbas adalah karena kedekatan beliau dengan Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Sayyidina Abbas radhiyallohu ‘anhu merupakan paman Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, ahli bait Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam.

Kesimpulan

Tawassul merupakan salah satu bentuk doa. Beberapa hadits di atas telah membuktikan bahwa tawassul denagn amal shaleh sendiri dan dengan orang lain yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia, merupakan bagian dari ajaran Islam. Oleh karena itu, mari kita berhati-hati dan tidak menuduh seorang muslim telah berbuat syirik hanya karena bertawassul dengan mereka yang telah meninggal dunia.

Oleh: Sayyidil Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta, dalam bukunya yang berjudul “Mana Dalilnya 1: Seputar Permasalahan Ziarah Kubur, Tawassul, dan Tahlil”, Cetakan XXIII, Maret 2008, Penerbit Taman Ilmu Surakarta.

Rabu, 24 Februari 2016

Kesalahan Dalam Karya-Karya Syaikh Albani

Kesalahan Albani tidak hanya diakui oleh murid-muridnya sendiri. Kenyataan di atas juga diakui oleh Syaikh Yusuf Qardhawi di dalam tanggapan beliau terhadap al-Albani yang mengomentari hadis-hadis di dalam kitabnya berjudul 'al-Halal wal-Haram fil-Islam', sebagai berikut: “Oleh sebab itu, penetapan Syaikh al-Albani tentang dha’if-nya suatu hadits bukan merupakan hujjah yang qath’i (pasti) dan sebagai kata pemutus. Bahkan dapat saya katakan bahwa Syaikh al-Albani hafizhahullah kadang-kadang melemahkan suatu hadits dalam satu kitab dan mengesahkannya (menshahihkannya) dalam kitab lain”. (Lihat Halal dan Haram, DR. Yusuf Qardhawi, Robbani Press, Jakarta, 2000, hal. 417).

Syaikh Yusuf Qardhawi juga banyak menghadirkan bukti-bukti kecerobohan al-Albani dalam menilai hadis yang sekaligus menunjukkan sikapnya yang “tanaqudh”.
Berikut beberapa bukti kongkrit kontradiksi Albani dalam menilai hadis yang telah diteliti oleh Syaikh Hasan bin Ali Assegaf (Cucu Sayyid Abdurrahman Assegaf pengarang kitab Syarah Fathul Muin, Tarsyih al-Mustafidin) dalam kitab beliau yang bernama 'Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat':

Hadis Pertama
حديث عن محمود بن لبيد قال : أخبر رسول الله صلى الله عليه وآله عن رجل طلق امرأته ثلاث تطليقات جميعا ، فقام غضبان ، ثم قال : (أيلعب بكتاب الله عزوجل وأنا بين أظهركم ؟ !) حتى قام رجل فقال : يا رسول الله ألا أقتله ؟ ! رواه النسائي . ضعفه الالباني في تخريج (مشكاة المصابيح) الطبعة الثالثة ، بيروت - سنة 1405 ه‍ المكتب الاسلامي (2 / 981) فقال : ورجاله ثقات لكنه من رواية مخرمة عن أبيه ولم يسمع منه . اه‍ ثم تناقض فصححه في كتاب (غاية المرام تخريج أحاديث الحلال والحرام) طبعة المكتب الاسلامي ، الطبعة الثالثة 1405 ه‍ صفحة (164) حديث رقم (261)
"Albani menilainya dlaif dalam Misykat al-Mashabih (Juz II hal. 981. Cetakan III, Beirut, 1405 H, al-Maktab al-Islami). Kemudian ia menilainya sahih dalam Kitab Ghayat al-Maram Takhrij Ahadits al-Halal wa al-Haram (Hal. 164 No hadis: 261, Cetakan III, Maktab al-Islami, 1405 H)"

Hadis Kedua
حديث : إذا كان أحدكم في الشمس فقلص عنه الظل وصار بعضه في الظل وبعضه في الشمس فليقم) أقول : صححه الالباني فقال في صحيح الجامع الصغير وزيادته (1 / 266 / 761) صحيح الاحاديث الصحيحة : 835 . اه‍ ثم تناقض فضعفه في : تخريج (مشكاة المصابيح) (3 / 1337 / برقم 4725 الطبعة الثالثة) وقد عزاه في كل من الموضعين إلى سنن أبي داود .
"Albani menilainya sahih dalam Kitab Sahih al-Jami' ash-Shaghir wa Ziyadatuhu (I/266) dan Sahih al-Hadits ash-Shahihah No 835. Kemudian Albani menilainya dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih (Juz III, hal. 1337 No hadis: 4725 Cetakan III)"
Hadis Ketiga
حديث : الجمعة حق واجب على كل مسلم ... ضعفه الالباني في : تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 434) : فقال : رجاله ثقات وهو منقطع كما أشار أبو داود اه‍ بمعناه ومن التناقضات أنه : أورد الحديث في إرواء الغليل (3 / 54 / برقم 592) وقال : صحيح . اه‍ فتدبروا يا أولي الالباب .
Albani menilai dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih (I/434), ia berkata: Perawinya terpercaya tetapi hadis ini terputus sebagaimana isyarah Abu Dawud. Namun hadis ini dicantumkan oleh Albani dalam Kitab Irwa' al-Ghalil (III/54 No hadis: 592). Albani berkata: "Hadis ini sahih"
Hadis Keempat
حديث : عبد الله بن عمرو مرفوعا : (الجمعة على من سمع النداء) رواه أبو داود . صححه الالباني في : (إرواء الغليل) (3 / 58) فقال : حسن . اه‍ وناقض نفسه فضعفه في : تخريج مشكاة المصابيح 1 /  343) (برقم 1375) حيث قال : سنده ضعيف . اه‍
"Albani menilai sahih dalam Kitab Irwa' al-Ghalil (III/58). Albani berkata: "Hadis ini hasan". Tetap Albani menilainya dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih (I/343 No hadis 1375). Albani berkata: "Sanadnya dlaif"
Hadis Kelima
حديث أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وآله كان يقول : (لا تشددوا على أنفسكم فيشدد الله عليكم فإن قوما شددوا على أنفسهم فشدد الله عليهم . . .) رواه أبو داود . ضعفه الالباني في : (تخريج المشكاة) (1 / 64) فقال : بسند ضعيف اه‍ . ثم تناقض فحسنه في آخر تخريجه في (غاية المرام) ص (141) بعد أن حكم عليه هناك أيضا بالضعف فقال : فلعل حديثه هذا حسن بشاهده المرسل عن أبي قلابة . اه‍
"Albani menilai dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih (I/64). Albani berkata: "Diriwayatkan dengan sanad yang dlaif. Tapi Albani menilainya hasan dalam Kitab Ghayat al-Maram hal. 141, setelah menghukuminya dlaif, Albani berkata: "Semoga hadis ini hasan dengan dalil penguat secara Mursal dari Abu Qilabah"
Hadis Keenam
حديث السيدة عائشة رضي الله عنها قالت : (من حدثكم أن النبي صلى الله عليه وآله كان يبول قائما فلا تصدقوه ما كان يبول إلا قاعدا) رواه أحمد والترمذي والنسائي . ضعفه الالباني في تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 117) فقال : اسناده ضعيف اه‍ ثم من تناقضاته أنه صححه في سلسلة الاحاديث الصحيحة (1 / 345 برقم 201) فتأمل أخي القارئ
"Albani menilai dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih (I/171). Albani berkata: "Sanadnya dlaif". Tapi Albani menilainya sahih dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (I/345 No hadis 201)"
Hadis Ketujuh
حديث : ثلاثة لا تقربهم الملائكة جيفة الكافر والمتضمخ بالخلوق والجنب إلا أن يتوضأ) رواه أبو داود . صححه الالباني في (صحيح الجامع الصغير وزيادته) (3 / 71 برقم 3056) فقال : حسن تخريج الترغيب (1 / 91) . اه‍ ومن تناقضاته أنه ضعفه في تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 144 برقم 464) فقال : ورجاله ثقات لكنه منقطع بين الحسن البصري وعمار فإنه لم يسمع منه كما قال المنذري في الترغيب (1 / 91) .
"Albani menilainya sahih dalam kitab Sahih al-Jami' No 3056, ia berkata: "hadis ini hasan". Tetapi Albani menilainya dhaif dalam Kitab Tajhrij Misykat al-Mashabih No 464. Albani berkata: "Perawinya terpercaya, tetapi hadis ini terputus antara Hasan Bashri dan Ammar".

Syaikh Hasan bin Ali Assegaf dalam Kitabnya 'Tanaqudhat al-Albani al-Qadhihat' dalam Juz Pertama memuat 249 kesalahan Albani, baik dari sahih ke dhaif maupun sebaliknya. Tulisan Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf yang berjudul Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat merupakan kitab yang menarik dan mendalam dalam mengungkapkan kesalahan fatal al-Albani tersebut. Beliau mencatat seribu lima ratus (1500) kesalahan yang dilakukan al-Albani lengkap dengan data dan faktanya. Bahkan menurut penelitian ilmiah beliau, ada tujuh ribu (7000) kesalahan fatal dalam buku-buku yang ditulis al-Albani.

Dengan demikian, apabila mayoritas ulama sudah menegaskan penolakan tersebut, berarti Nashiruddin al-Albani itu memang tidak layak untuk diikuti dan dijadikan panutan.

Di antara Ulama Islam yang mengkritik al-Albani adalah al-Imam al-Jalil Muhammad Yasin al-Fadani penulis kitab al-Durr al-Mandhud Syarh Sunan Abi Dawud dan Fath al-’Allam Syarh Bulugh al-Maram; al-Hafizh Abdullah al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh Abdul Aziz al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh Abdullah al-Harari al-Abdari dari Lebanon pengarang Syarh Alfiyah al-Suyuthi fi Mushthalah al-Hadits; al-Muhaddits Mahmud Sa’id Mamduh dari Uni Emirat Arab pengarang kitab Raf’u al-Manarah li-Takhrij Ahadits al-Tawassul wa al-Ziyarah; al-Muhaddits Habiburrahman al-A’zhami dari India; Syaikh Muhammad bin Ismail al-Anshari seorang peniliti Komisi Tetap Fatwa Wahhabi dari Saudi Arabia; Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khazraji menteri agama dan wakaf Uni Emirat Arab; Syaikh Badruddin Hasan Dayyab dari Damaskus; Syaikh Muhammad Arif al-Juwaijati; Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf dari Yordania; al-Imam al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dari Mekkah; Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin dari Najd (ulama Wahabi-red) yang menyatakan bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali; dan lain-lain.

Masing-masing ulama tersebut telah mengarang bantahan terhadap al-Albani (sebagian dari buku-buku al-Albani dan bantahannya ada pada perpustakaan Tim PCNU Jember).

Syaikh Albani Mendhaifkan Hadis Bukhari-Muslim
Kesalahan fatal dan sembrono Albani juga nampak jelas ketika ia banyak menilai dhaif dalam kitab sahih Bukhari dan Sahih Muslim, yang telah dinobatkan oleh umat sebagai kitab yang paling valid (sahih) setelah al-Quran. berikut bukti-bukti nyata:

Hadis Pertama:
حديث : (قال الله تعالى : ثلاثة أنا خصمهم يوم القيامة : رجل أعطى بي ثم غدر ، ورجل باع حرا فأكل ثمنه ، ورجل استأجر أجيرا فاستوفى منه ولم يعطه أجره)) . قال الالباني في ضعيف الجامع وزيادته) (4 / 111 برقم 4054) : رواه أحمد والبخاري (2114) عن أبي هريرة (ضعيف) ! ! !
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 4054). Hadis ini Diriwayatkan oleh al-Bukhari No 2114"
Hadis Kedua:
حديث : (لا تذبحوا إلا بقرة مسنة ، إلا أن تتعسر عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن) . قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (6 / 64 برقم 6222) : رواه الامام أحمد ومسلم (1963) وأبو داود والنسائي وابن ماجه عن جابر (ضعيف) ! ! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 6222). Hadis ini Diriwayatkan oleh Muslim No 1963"
Hadis Ketiga:
حديث : (إن من شر الناس عند الله منزلة يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته ، وتفضي إليه ثم ينشر سرها) . قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (2 / 197 برقم 2005) : رواه مسلم (1437) عن أبي سعيد " (ضعيف) ! ! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 2005). Hadis ini Diriwayatkan oleh Muslim No 1437"
Hadis Keempat:
حديث : (إذا قام أحدكم من الليل فليفتتح صلاته بركعتين خفيفتين) قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (1 / 213 برقم 718) : رواه الامام أحمد ومسلم (768) عن أبي هريرة (ضعيف) ! !
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 719). Hadis ini Diriwayatkan oleh Muslim No 769"
Hadis Kelima:
حديث : (أنتم الغر المحجلون يوم القيامة ، من إسباغ الوضوء ، فمن استطاع منكم فليطل غرته وتحجيله) (1) قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (14 / 2 برقم 1425) : رواه مسلم (246) عن أبي هريرة (ضعيف بهذا التمام) .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 1425). Hadis ini Diriwayatkan oleh Muslim No 246"
Hadis Keenam:
حديث : (إن من أعظم الامانة عند الله يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته . . .) (2) . قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (2 / 192 برقم 1986) : رواه أحمد ومسلم (1437) وأبو داود عن أبي سعيد (ضعيف) ! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 1986). Hadis ini Diriwayatkan oleh Muslim No 1437"
Hadis Ketujuh:
حديث : (من قرأ العشر الاواخر من سورة الكهف عصم من فتنة الدجال). قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (5 / 233 برقم : 5772 رواه أحمد ومسلم (809) والنسائي عن أبي الدرداء (ضعيف) ! !
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 1986). Hadis ini Diriwayatkan oleh Muslim No 1437"
Hadis Kedelapan:
حديث : (كان له صلى الله عليه وسلم فرس يقال له اللحيف) . قال الالباني في ضعيف الجامع وزيادته) (4 / 208 برقم 4489 : رواه البخاري (2855) عن سهل بن سعد (ضعيف) ! ! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif al-Jami' ash-Shaghir No 4489). Hadis ini Diriwayatkan oleh al-Bukhari No 2855"

Penutup
Walhasil, Syaikh Nashiruddin al-Albani bukan al-Hafidz yang berhak memberi penilaian status hadis. Jangankan menjadi al-Hafidz, untuk memenuhi criteria sebagai 'Muhaddits' masih sangat jauh. Masihkah anda lebih percaya pada takhrij Albani yang berlumur kontradiksi dengan mengalahkah ulama sekaliber al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Hafidz as-Suyuthi, al-Hafidz adz-Dzahabi, dan ahli hadis lainnya?

Terungkap! 7.000 Karomah Syaikh Nashiruddin Al-Albani

KAROMAH SYAIKH AL-ALBANI ; “MAMPU MENDHA’IFKAN HADITS SHAHIH DAN MENSHAHIHKAN HADITS DHA’IF”

a. 7.000 Karomah Al-Albani Diungkap Oleh Al-Habib Hasan bin Ali Assegaf

Tulisan al-Habib Hasan bin Ali Assegaf yang berjudul Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat merupakan kitab yang menarik dan mendalam dalam mengungkapkan kesalahan fatal al-Albani. Beliau mencatat 1.500 kesalahan yang dilakukan al-Albani lengkap dengan data dan faktanya. Bahkan menurut penelitian ilmiah beliau, ada 7.000 kesalahan fatal dalam buku-buku yang ditulis al-Albani. Pada kitab Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat dalam juz pertama beliau memuat 249 kesalahan al-Albani, baik dari shahih ke dha’if maupun sebaliknya.
Berikut beberapa bukti kongkrit kontradiksi al-Albani dalam menilai hadits yang telah diteliti oleh al-Habib Hasan bin Ali Assegaf (cucunda as-Sayyid al-Habib Abdurrahman Assegaf pengarang kitab Tarsyih al-Mustafidin Syarh Fath al-Mu’in) dalam kitab beliau yang berjudul Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat:

1. Hadits Pertama
حديث عن محمود بن لبيد قال : أخبر رسول الله صلى الله عليه وآله عن رجل طلق امرأته ثلاث تطليقات جميعا ، فقام غضبان ، ثم قال : (أيلعب بكتاب الله عزوجل وأنا بين أظهركم ؟ !) حتى قام رجل فقال : يا رسول الله ألا أقتله ؟ ! رواه النسائي . ضعفه الالباني في تخريج (مشكاة المصابيح) الطبعة الثالثة ، بيروت – سنة 1405 ه المكتب الاسلامي (2 / 981) فقال : ورجاله ثقات لكنه من رواية مخرمة عن أبيه ولم يسمع منه . اه ثم تناقض فصححه في كتاب (غاية المرام تخريج أحاديث الحلال والحرام) طبعة المكتب الاسلامي ، الطبعة الثالثة 1405 ه صفحة (164) حديث رقم (261)
“Al-Albani menilainya dha’if dalam Misykat al-Mashabih juz 2 halaman 981 cetakan III Beirut, 1405 H, al-Maktab al-Islami. Kemudian ia menilainya shahih dalam kitab Ghayat al-Maram Takhrij Ahadits al-Halal wa al-Haram halaman 164 hadis no. 261 cetakan III, Maktab al-Islami, 1405 H.”

2. Hadits Kedua
حديث : إذا كان أحدكم في الشمس فقلص عنه الظل وصار بعضه في الظل وبعضه في الشمس فليقم) أقول : صححه الالباني فقال في صحيح الجامع الصغير وزيادته (1 / 266 / 761) صحيح الاحاديث الصحيحة : 835 . اه ثم تناقض فضعفه في : تخريج (مشكاة المصابيح) (3 / 1337 / برقم 4725 الطبعة الثالثة) وقد عزاه في كل من الموضعين إلى سنن أبي داود .
“Al-Albani menilainya shahih dalam kitab Shahih al-Jami’ ash-Shaghir wa Ziyadatuhu juz 1 halaman 266 dan dalam Shahih al-Hadits ash-Shahihah hadits no. 835. Kemudian al-Albani menilainya dha’if dalam kitab Misykat al-Mashabih juz 3 halaman 1337 hadis no. 4725 Cetakan III.”

3. Hadits Ketiga
حديث : الجمعة حق واجب على كل مسلم … ضعفه الالباني في : تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 434) : فقال : رجاله ثقات وهو منقطع كما أشار أبو داود اه بمعناه ومن التناقضات أنه : أورد الحديث في إرواء الغليل (3 / 54 / برقم 592) وقال : صحيح . اه فتدبروا يا أولي الالباب .
“Al-Albani menilai dha’if dalam kitab Misykat al-Mashabih juz 1 halaman 434, ia berkata: “Perawinya terpercaya tetapi hadits ini terputus sebagaimana isyarah Abu Dawud.” Namun hadits ini dicantumkan oleh al-Albani dalam kitab Irwa’ al-Ghalil juz 3 halaman 54 hadits no. 592. Al-Albani berkata: “Hadits ini shahih.”

4. Hadits Keempat
حديث : عبد الله بن عمرو مرفوعا : (الجمعة على من سمع النداء) رواه أبو داود . صححه الالباني في : (إرواء الغليل) (3 / 58) فقال : حسن . اه وناقض نفسه فضعفه في : تخريج مشكاة المصابيح 1 / 343) (برقم 1375) حيث قال : سنده ضعيف . اه
“Al-Albani menilai shahih dalam kitab Irwa’ al-Ghalil juz 3 halaman 58. Al-Albani berkata: “Hadits ini hasan.” Tetapi al-Albani menilainya dha’if dalam kitab Misykat al-Mashabih juz 1 halaman 343 hadits no. 1375. Al-Albani berkata: “Sanadnya dha’if.”

5. Hadits Kelima
حديث أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وآله كان يقول : (لا تشددوا على أنفسكم فيشدد الله عليكم فإن قوما شددوا على أنفسهم فشدد الله عليهم . . .) رواه أبو داود . ضعفه الالباني في : (تخريج المشكاة) (1 / 64) فقال : بسند ضعيف اه . ثم تناقض فحسنه في آخر تخريجه في (غاية المرام) ص (141) بعد أن حكم عليه هناك أيضا بالضعف فقال : فلعل حديثه هذا حسن بشاهده المرسل عن أبي قلابة . اه
“Al-Albani menilai dha’if dalam kitab Misykat al-Mashabih juz 1 halaman 64. Al-Albani berkata: “Diriwayatkan dengan sanad yang dha’if.” Tapi al-Albani menilainya hasan dalam kitab Ghayat al-Maram halaman 141, setelah menghukuminya dha’if, al-Albani berkata: “Semoga hadits ini hasan dengan dalil penguat secara mursal dari Abu Qilabah.”

6. Hadits Keenam
حديث السيدة عائشة رضي الله عنها قالت : (من حدثكم أن النبي صلى الله عليه وآله كان يبول قائما فلا تصدقوه ما كان يبول إلا قاعدا) رواه أحمد والترمذي والنسائي . ضعفه الالباني في تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 117) فقال : اسناده ضعيف اه ثم من تناقضاته أنه صححه في سلسلة الاحاديث الصحيحة (1 / 345 برقم 201) فتأمل أخي القارئ
“Al-Albani menilai dha’if dalam kitab Misykat al-Mashabih juz 1 halaman 171. Al-Albani berkata: “Sanadnya dha’if.” Tapi al-Albani menilainya shahih dalam Silsilat al-Ahadits ash-Shahihah juz 1 halaman 345 hadits no. 201.”

7. Hadits Ketujuh
حديث : ثلاثة لا تقربهم الملائكة جيفة الكافر والمتضمخ بالخلوق والجنب إلا أن يتوضأ) رواه أبو داود . صححه الالباني في (صحيح الجامع الصغير وزيادته) (3 / 71 برقم 3056) فقال :حسن تخريج الترغيب (1 / 91) . اه ومن تناقضاته أنه ضعفه في تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 144 برقم 464) فقال : ورجاله ثقات لكنه منقطع بين الحسن البصري وعمار فإنه لم يسمع منه كما قال المنذري في الترغيب (1 / 91) .
“Al-Albani menilainya shahih dalam kitab Shahih al-Jami’ hadits no. 3056, ia berkata: “Hadits ini hasan.” Tetapi al-Albani menilainya dha’if dalam kitab Takhrij Misykat al-Mashabih hadits no. 464. Al-Albani berkata: “Perawinya terpercaya, tetapi hadits ini terputus antara Hasan Bashri dan Ammar.”

b. Persaksian Para Ulama Tentang Karomah Syaikh Al-Albani

Kesalahan al-Albani tidak hanya diakui oleh murid-muridnya sendiri. Kenyataan ini juga diakui oleh Syaikh Yusuf Qardhawi di dalam tanggapan beliau terhadap al-Albani yang mengomentari hadits-hadits di dalam kitabnya berjudul al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, sebagai berikut:

“Oleh sebab itu, penetapan Syaikh al-Albani tentang dha’ifnya suatu hadits bukan merupakan hujjah yang qath’i (pasti) dan sebagai kata pemutus. Bahkan dapat saya katakan bahwa Syaikh al-Albani kadang-kadang mendha’ifkan (melemahkan) suatu hadits dalam satu kitab dan mengesahkannya (menshahihkannya) dalam kitab lain.” (Lihat dalam Halal dan Haram karya DR. Yusuf Qardhawi, Robbani Press, Jakarta, 2000, hal. 417).

Syaikh Yusuf Qardhawi juga banyak menghadirkan bukti-bukti kecerobohan al-Albani dalam menilai hadis yang sekaligus menunjukkan sikapnya yang “tanaqudh”.

Dengan demikian, apabila mayoritas ulama sudah menegaskan penolakan tersebut, berarti Nashiruddin al-Albani itu memang tidak layak untuk diikuti dan dijadikan panutan. Diantara ulama yang mengkritik al-Albani adalah:

1. Al-Imam al-Jalil al-Musniduddunya asy-Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani penulis kitab ad-Durr al-Mandhud Syarh Sunan Abi Dawud dan Fath al-‘Allam Syarh Bulugh al-Maram.

2. Al-Hafidz Abdullah al-Ghummari dari Maroko.

3. Al-Hafidz Abdul Aziz al-Ghummari dari Maroko.

4. Al-Hafidz Abdullah al-Harari al-Abdari dari Lebanon pengarang Syarh Alfiyah as-Suyuthi fi Mushthalah al-Hadits.

5. Al-Muhaddits Mahmud Sa’id Mamduh dari Uni Emirat Arab pengarang kitab Raf’u al-Manarah li Takhrij Ahadits at-Tawassul wa az-Ziyarah.

6. Al-Muhaddits Habiburrahman al-A’dzami dari India.

7. Asy-Syaikh Muhammad bin Ismail al-Anshari seorang Peniliti Komisi Tetap Fatwa Wahabi dari Saudi Arabia.

8. Asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khazraji Menteri Agama dan Wakaf Uni Emirat Arab.

9. Asy-Syaikh Badruddin Hasan Dayyab dari Damaskus.

10. Asy-Syaikh Muhammad Arif al-Juwaijati.

11. Asy-Syaikh al-Habib Hasan bin Ali Assegaf dari Yordania.

12. Al-Imam Prof. Dr. Al-Muhaddits al-Haramain as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dari Mekkah pengarang kitab Mafahim Yajibu an Tushahhah.

13. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dari Najd, seorang ulama Wahabi yang menyatakan bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali.

14. Dan lainnya. Yana mana masing-masing ulama tersebut telah mengarang kitab sebagai bantahan terhadap al-Albani.

c. Syaikh Al-Albani Mendha’ifkan Hadits Shahih Bukhari dan Muslim

Kesalahan fatal dan sembrono al-Albani juga nampak jelas ketika ia banyak menilai dha’if dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, yang telah dinobatkan oleh umat sebagai kitab hadits yang paling valid (shahih) setelah al-Quran. Berikut diantara bukti nyata bahwa al-Albani merasa lebih hebat dari Imam Bukhari dan Imam Muslim:

1. Hadits Pertama
حديث : (قال الله تعالى : ثلاثة أنا خصمهم يوم القيامة : رجل أعطى بي ثم غدر ، ورجل باع حرا فأكل ثمنه ، ورجل استأجر أجيرا فاستوفى منه ولم يعطه أجره)) . قال الالباني في ضعيف الجامع وزيادته) (4 / 111 برقم 4054) : رواه أحمد والبخاري (2114) عن أبي هريرة (ضعيف) ! ! !
“Al-Albani berkata: “Hadits ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 4054. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari no. 2114.”

2. Hadits Kedua
حديث : (لا تذبحوا إلا بقرة مسنة ، إلا أن تتعسر عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن) . قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (6 / 64 برقم 6222) : رواه الامام أحمد ومسلم (1963) وأبو داود والنسائي وابن ماجه عن جابر (ضعيف) ! ! ! .
“Al-Albani berkata: “Hadis ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 6222. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1963.”

3. Hadits Ketiga
حديث : (إن من شر الناس عند الله منزلة يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته ، وتفضي إليه ثم ينشر سرها) . قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (2 / 197 برقم 2005) : رواه مسلم (1437) عن أبي سعيد ” (ضعيف) ! ! ! .
“Al-Albani berkata: “Hadits ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 2005. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1437.”

4. Hadits Keempat
حديث : (إذا قام أحدكم من الليل فليفتتح صلاته بركعتين خفيفتين) قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (1 / 213 برقم 718) : رواه الامام أحمد ومسلم (768) عن أبي هريرة (ضعيف) ! !
“Al-Albani berkata: “Hadits ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 719. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 769.”

5. Hadits Kelima
حديث : (أنتم الغر المحجلون يوم القيامة ، من إسباغ الوضوء ، فمن استطاع منكم فليطل غرته وتحجيله) (1) قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (14 / 2 برقم 1425) : رواه مسلم (246) عن أبي هريرة (ضعيف بهذا التمام) .
“Al-Albani berkata: “Hadits ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 1425. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 246.”

6. Hadits Keenam
حديث : (إن من أعظم الامانة عند الله يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته . . .) (2) . قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (2 / 192 برقم 1986) : رواه أحمد ومسلم (1437) وأبو داود عن أبي سعيد (ضعيف) ! ! .
“Al-Albani berkata: “Hadits ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 1986. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1437.”

7. Hadits Ketujuh
حديث : (من قرأ العشر الاواخر من سورة الكهف عصم من فتنة الدجال). قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (5 / 233 برقم : 5772 رواه أحمد ومسلم (809) والنسائي عن أبي الدرداء (ضعيف) ! !
“Al-Albani berkata: “Hadits ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 1986. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1437.”

8. Hadits Kedelapan
حديث : (كان له صلى الله عليه وسلم فرس يقال له اللحيف) . قال الالباني في ضعيف الجامع وزيادته) (4 / 208 برقم 4489 : رواه البخاري (2855) عن سهل بن سعد (ضعيف) ! ! ! .
“Al-Albani berkata: “Hadits ini dha’if”, dalam kitabnya yang berjudul Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir hadits no. 4489. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari no. 2855.”

Walhasil, Syaikh Nashiruddin al-Albani bukanlah al-Hafidz yang berhak memberi penilaian status suatu hadits. Jangankan menjadi al-Hafidz, untuk memenuhi kriteria sebagai al-Muhaddits saja masih sangat jauh.

Masihkah Anda lebih percaya pada takhrijnya al-Albani yang berlumur kontradiksi dengan mengalahkah ulama sekaliber al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Hafidz as-Suyuthi, al-Hafidz adz-Dzahabi dan para ahli hadits lainnya?