Selasa, 28 Juli 2015

SYEKH BIN BAS MEMBOLEHKAN TAHLILAN DAN MENGANJURKAN KENDURI MAYIT

حُكْمُ حُضُورِ مَجْلِسِ الْعَزَاءِ وَالْجُلُوسِ فِيه (س): هَلْ يَجُوزُ حُضُورُ مَجْلِسِ الْعَزَاءِ وَالْجُلُوسِ مَعَهُمْ ؟ ج: إِذَا حَضَرَ الْمُسْلِمُ وَعَزَّى أهْلَ الْمَيِّتِ فَذَلِكَ مُسْتَحَبٌّ ؛ لمَا فِيه مِنَ الْجَبْرِ لَهُمْ وَالتَّعْزِيَةِ ، وَإِذَا شَرِبَ عِنْدَهُمْ فِنْجَانَ قَهْوَةٍ أَوْ شَاي أَوْ تُطَيِّبَ فَلَا بَأسً كَعَادَةِ النَّاسِ مَعَ زُوَّارِهُمْ .

Soal: Bolehkah menghadiri majlis ta’ziyah (tahlilan) dan duduk-duduk bersama mereka?Jawab: Apabila seorang Muslim menghadiri majliz ta’ziyah dan menghibur keluarga mayit maka hal itu disunnahkan, karena dapat menghibur dan memotivasi kesabaran kepada mereka. Apabila minum secangkir kopi, teh atau memakai minyak wangi (pemberian keluarga mayit), maka hukumnya tidak apa-apa, sebagaimana kebiasaan masyarakat terhadap para pengunjungnya.”
(Syaikh Ibnu Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 hal. 371.)
baca pelan-pelan yang tenang.... ada MINUM KOPI nyah juga lhoooh....

عَشَاءُ الْوَالِدِينَ
س : الأخ أ. م. ع. مِنَ الرِّياضِ يَقُولُ فِي سُؤَالِهِ : نَسْمَعُ كَثِيرًا عَنْ عَشَاءِ الْوَالِدِينَ أَوْ أحَدِهِمَا ، وَلَهُ طُرُقٌ مُتَعَدِّدَةٌ ، فَبَعْضُ النَّاسِ يَعْمَلُ عِشَاءَ خَاصَّةٍ فِي رَمَضانِ وَيَدْعُو لَهُ بَعْضَ الْعُمَّالِ وَالْفقراءِ ، وَبَعْضُهُمْ يُخْرَجُهُ للذين يُفْطِرُونَ فِي الْمَسْجِدِ ، وَبَعْضُهُمْ يَذْبَحَ ذَبيحَةَ وَيُوَزِّعُهَا عَلَى بَعْضِ الْفقراءِ وَعَلَى بَعْضِ جِيرَانِهِ ، فَإِذَا كَانَ هَذَا الْعَشَاءُ جَائِزًا فَمَا هِي الصِّفَةُ الْمُنَاسِبَةُ لَهُ؟ ( ج ) : الصَّدَقَةُ لِلْوَالِدِينَ أَوْ غِيَرِهُمَا مِنَ الْأقاربِ مَشْرُوعَةٌ ؛ لِقولِ « النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمَ : لَمَّا سَأَلَهُ سَائِلٌ قَائِلًا : هَلْ بَقِيَ مِنْ بَرٍّ أَبَوَيْ شَيْءٌ أَبَرَّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا ؟ قَالَ نَعَمْ الصَّلاَةُ عَلَيهُمَا وَالْاِسْتِغْفارُ لَهُمَا وإنفاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَإكْرَامُ صَدِيقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوَصِّلْ إلّا بِهِمَا » وَلِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمُ :« إِنَّ مَنْ أَبَرَّ الْبَرَّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أهْلَ وَدِّ أَبِيه »« وَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمَ لَمَّا سَأَلَهُ سائِلٌ قَائِلًا : إِنَّ أُمَّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوصِ أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمَ نَعَمْ » وَلِعُمُومِ قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمُ :« إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إلّا مِنْ ثَلاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمُ يَنْتَفِعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ ». وَهَذِهِ الصَّدَقَةُ لَا مُشَاحَّةَ فِي تَسْمِيَتِهَا بِعَشَاءِ الْوَالِدِينَ أَوْ صَدَقَةِ الْوَالِدَيْنِ سَواءٌ كَانَتْ فِي رَمَضانَ أَوْ غَيْرَهُمَا

“HUKUM KENDURI UNTUK MAYIT KEDUA ORANG TUA”

Soal: Sda AMA, Riyadh. Kami banyak mendengar tentang kenduri untuk kedua orang tua atau salah satunya.Dan banyak caranya.Sebagian masyarakat mengadakan kenduri khusus pada bulan Ramadhan dengan mengudang sebagian pekerja dan fakir miskin.Sebagian lagi mengeluarkannya bagi mereka yang berbuka puasa di Masjid.Sebagian lagi menyembelih hewan dan membagikannya kepada sebagian fakir miskin dan tetangga.
Apakah kenduri ini boleh?
Lalu bagaimana cara yang wajar?

Jawab: “Sedekah untuk kedua orang tua, atau kerabat lainnya memang dianjurkan syara’, karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika seseorang bertanya: “Apakah aku masih bisa berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka wafat?” “Iya, menshalati jenazahnya, memohonkan ampunan, menepati janjinya, memuliakan teman mereka, menyambung tali kerabatan yang hanya tersambung melalui mereka.” Dan karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Termasuk kebaktian yang paling baik adalah seseorang menyambung hubungan mereka yang dicintai ayahnya.” Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketiak seseorang bertanya: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dan tidak berwasiat. Apakah ia akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah untuknya? ” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iya”. Dan karena keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shaleh yang mendoakannya.” Sedekah semacam ini, tidak menjadi soal dinamakan kenduri kedua orang tua atau sedekah kedua orang tua, baik dilakukan pada bulan Ramadhan atau selainnya.
(Syaikh Ibnu Baz, Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 hal. 253-254)

Dalil Membaca Surat Yasin Untuk Orang Mati

Surat Yasin merupakan surat yang ke 36 yang terdiri dari 83 ayat dalam al-Quran. Sebagaimana dalam surat lain yang memiliki keutamaan dalam sabda-sabda Rasulullah Saw, surat Yasin juga sering dianjurkan untuk dibaca oleh Rasulullah. Riwayat hadis tentang keutamaan membaca Yasin sebagiannya adalah sahih, ada pula yang hasan, dlaif dan maudlu' (palsu). Akan tetapi, karena Yasin adalah sebuah surat yang diamalkan oleh warga NU dalam setiap tahlil dan bahkan mereka hafal surat ini kendatipun mereka buta huruf Arab, maka hal ini memancing reaksi berlebihan dari kelompok yang sejak semula memang anti tahlil dengan mengungkap hadis-hadis palsu dan dlaif dari surat Yasin, padahal hakekatnya mereka juga tahu bahwa dalam fadilah Yasin juga banyak riwayat sahihnya. Diantaranya adalah sebagai berikut: 
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ يس فِى لَيْلَةٍ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ (رواه البيهقى فى شعب الإيمان رقم 2464 وأخرجه أيضًا الطبرانى فى الأوسط رقم 3509 والدارمى رقم 3417 وأبو نعيم فى الحلية 2/159 والخطيب البغدادي 10/257 وأخرجه ابن حبان عن جندب البجلى رقم 2574)
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari seraya mengharap rida Allah, maka ia diampuni" (HR al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 2464, al-Thabrani dalam al-Ausath No 3509, al-Darimi No 3417, Abu Nuaim dalam al-Hilyat II/159, Khatib al-Baghdadi X/257 dan Ibnu Hibban No 2574)
Hadis ini diklaim oleh banyak pihak sebagai hadis palsu, khususnya dibesarkan-besarkan oleh kelompok yang anti tahlil karena hampir setiap acara tahlilan terlebih dahulu membaca Surat Yasin bersama atau dibaca saat berziarah. Untuk membantahnya kami paparkan ke hadapan mereka pendapat ulama dari kalangan mereka sendiri dan sekaligus dikagumi oleh mereka, yaitu Muhammad bin Ali al-Syaukani. Ia berkata:
حَدِيْثُ مَنْ قَرَأَ يس اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ رَوَاهُ الْبَيْهَقِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوْعًا وَإِسْنَادُهُ عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحِ وَأَخْرَجَهُ أَبُوْ نُعَيْمٍ وَأَخْرَجَهُ الْخَطِيْبُ فَلاَ وَجْهَ لِذِكْرِهِ فِي كُتُبِ الْمَوْضُوْعَاتِ (الفوائد المجموعة في الأحاديث الموضوعة لمحمد بن علي بن محمد الشوكاني 1 / 302)
"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin seraya mengharap rida Allah, maka ia diampuni' diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah secara marfu', sanadnya sesuai kriteria hadis sahih. Juga diriwayatkan oleh Abu Nuaim dan Khatib (al-Baghdadi). Maka tidak ada jalan untuk mencantumkannya dalam kitab-kitab hadis palsu!" (al-Fawaid al-Majmu'ah I/302)
Begitu pula ahli hadis al-Fatanni berkata:
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ الدُّخَانَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ فِيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ زَكَرِيَّا يَضَعُ  قُلْتُ لَهُ طُرُقٌ كَثِيْرَةٌ عَنْهُ بَعْضُهَا عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحِ أَخْرَجَهُ التُّرْمُذِي وَالْبَيْهَقِي (تذكرة الموضوعات للفتني 1 / 80)

"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya ia diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-Dukhan di malam Jumat, maka di pagi harinya ia diampuni' Di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Zakariya yang memalsukan hadis. Saya (al-Fatanni) berkata: Hadis ini memiliki banyak jalur riwayat, yang sebagiannya sesuai kriteria hadis sahih yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan al-Baihaqi" (Tadzkirat al-Maudlu'at I/80)[1]
Bahkkan seorang ahli tafsir yang menjadi murid Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnu Katsir (yang tafsirnya paling sering dikaji oleh kelompok anti tahlil), mencantumkan banyak hadis tentang keutamaan (fadilah) Surat Yasin, diantaranya hadis riwayat al-Hafidz Abu Ya'la al-Mushili No 6224:
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ يَعْلَى حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي إِسْرَائِيْلَ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ زِيَادٍ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ حم الَّتِي فِيْهَا الدُّخَانُ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ
"Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya ia diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-Dukhan, maka di pagi harinya ia diampuni"
Ibnu Katsir berkata:
إِسْنَادٌ جَيِّدٌ (تفسير ابن كثير 6 / 561)
"Ini adalah sanad yang bagus" (Tafsir Ibnu Katsir VI/561)
Tidak banyak yang tahu mengenai hukum menuduh hadis palsu, padahal nyata sekali bahwa riwayat tersebut secara akumulasi adalah sahih. Maka disini Rasulullah Saw memberi kecaman bagi mereka yang melakukan hal itu:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَلَغَهُ عَنِّي حَدِيْثٌ فَكَذَّبَ بِهِ فَقَدْ كَذَّبَ ثَلاَثَةً اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَالَّذِي حَدَّثَ بِهِ (رواه الطبراني في الأوسط رقم 7596 وابن عساكر 27/410 عن جابر)
"Barangsiapa yang sampai kepadanya sebuah hadis dari saya kemudian ia mendustakannya, maka ada tiga yang ia dustakan, yaitu Allah, Rasul-Nya dan perawi hadis tersebut"[2] (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath No 7596 dan Ibnu 'Asakir 27/410 dari Jabir)
Kembali ke masalah membaca surat Yasin. Lebih dari itu, ternyata Ibnu Katsir sependapat dengan amaliyah Nahdliyin dalam membaca Surat Yasin di dekat orang yang akan meninggal. Berikut diantara uraiannya:
ثُمَّ قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَارِمٌ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِي عَنْ أَبِي عُثْمَانَ -وَلَيْسَ بِالنَّهْدِي- عَنْ أَبِيْهِ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اِقْرَؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ" يَعْنِي يس. وَرَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِي فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ وَابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ بِهِ إِلاَّ أَنَّ فِي رِوَايَةِ النَّسَائِي عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ. وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ مِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ السُّوْرَةِ أَنَّهَا لاَ تُقْرَأُ عِنْدَ أَمْرٍ عَسِيْرٍ إِلاَّ يَسَّرَهُ اللهُ. وَكَأَنَّ قِرَاءَتَهَا عِنْدَ الْمَيِّتِ لِتُنْزَلَ الرَّحْمَةُ وَالْبَرَكَةُ وَلِيَسْهُلَ عَلَيْهِ خُرُوْجُ الرُّوْحِ وَاللهُ أَعْلَمُ. قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللهُ حَدَّثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ قَالَ كَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ - يَعْنِي يس- عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا (تفسير ابن كثير 6 / 562)
"Imam Ahmad berkata (dengan meriwayatkan sebuah) bahwa Rasulullah Saw bersabda: Bacalah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal (HR Abu Dawud dan al-Nasa'i dan Ibnu Majah). Oleh karenanya sebagian ulama berkata: diantara keistimewaan surat yasin jika dibacakan dalam hal-hal yang sulit maka Allah akan memudahkannya, dan pembacaan Yasin di dekat orang yang meninggal adalah agar turun rahmat dan berkah dari Allah serta memudahkan keluarnya ruh. Imam Ahmad berkata: Para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan bacaan Yasin tersebut" (Ibnu Katsir VI/342)
Berikut kutipan selengkapnya dari kitab Musnad Ahmad mengenai pembacaan Yasin di samping orang yang akan meninggal yang telah menjadi amaliyah ulama terdahulu dan terus diamalkan oleh warga NU:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ حَدَّثَنِي أَبِي ثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ ثَنَا صَفْوَانُ حَدَّثَنِي الْمَشِيْخَةُ اَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ بْنَ الْحَرْثِ الثَّمَالِيَ حِيْنَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السُّكُوْنِي فَلَمَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا قُبِضَ قَالَ فَكَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ بْنِ مَعْبَدٍ (مسند أحمد بن حنبل 17010)
"Para guru bercerita bahwa mereka mendatangi Ghudlaif bin Hars al-Tsamali ketika penyakitnya sangat parah. Shafwan berkata: Adakah diantara anda sekalian yang mau membacakan Yasin? Shaleh bin Syuraih al-Sukuni yang membaca Yasin. Setelah ia membaca 40 dari Surat Yasin, Ghudlaif meninggal. Maka para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan Surat Yasin tersebut. (Begitu pula) Isa bin Mu'tamir membacakan Yasin di dekat Ibnu Ma'bad" (Musnad Ahmad No 17010)
Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai atsar ini:
وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ (الإصابة في تمييز الصحابة للحافظ ابن حجر 5 / 324)
"Riwayat ini sanadnya adalah hasan" (al-Ishabat fi Tamyiz al-Shahabat V/324)
Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilai riwayat amaliyah ulama salaf membaca Yasin saat Ghudlaif akan wafat sebagai dalil penguat (syahid) dari hadis riwayat Ma'qil bin Yasar yang artinya: Bacakanlah Surat Yasin di dekat orang yang meninggal. (Raudlah al-Muhadditsin X/266)
Al-Hafidz Ibnu Hajar memastikan Ghudlaif ini adalah seorang sahabat:
هَذَا مَوْقُوْفٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ وَغُضَيْفٌ صَحَابِىٌّ عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ وَالْمَشِيْخَةُ الَّذِيْنَ نَقَلَ عَنْهُمْ لَمْ يُسَمُّوْا لَكِنَّهُمْ مَا بَيْنَ صَحَابِىٍّ وَتَابِعِىٍّ كَبِيْرٍ وَمِثْلُهُ لاَ يُقَالُ بِالرَّأْىِ فَلَهُ حُكْمُ الرَّفْعُ (روضة المحدثين للحافظ ابن حجر 10 / 266)
"Riwayat sahabat ini sanadnya adalah hasan. Ghudlaif adalah seorang sahabat menurut mayoritas ulama. Sementara 'para guru' yang dikutip oleh Imam Ahmad tidak disebut namanya, namun mereka ini tidak lain antara sahabat dan tabi'in senior. Hal ini bukanlah pendapat perseorangan, tetapi berstatus sebagai hadis yang disandarkan pada Rasulullah (marfu')" (Raudlah al-Muhadditsin X/266)
Terkait dengan tuduhan anti tahlil yang mengutip pernyataan beberapa ulama bahwa sanad hadis riwayat Ma'qil ini goncang, redaksi hadisnya (matan) tidak diketahui dan sebagainya, maka cukup dibantah dengan pendapat ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulugh al-Maram I/195:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اَلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ (وأخرجه أحمد 20316 وأبو داود رقم 3121 وابن ماجه رقم 1448 وابن حبان رقم 3002 والطبرانى رقم 510 والحاكم رقم 2074 والبيهقى رقم 6392 وأخرجه أيضاً الطيالسى رقم 931 وابن أبى شيبة رقم 10853 والنسائى فى الكبرى رقم 10913)
"Dari Ma'qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda: 'Bacalah surat Yasin di dekat orang-orang yang meninggal.' Ibnu Hajar berkata: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasa'i dan disahihkan oleh Ibnu Hibban"

(Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad No 20316, Abu Dawud No 3121, Ibnu Majah No 1448, al-Thabrani No 510, al-Hakim No 2074, al-Baihaqi No 6392, al-Thayalisi No 931, Ibnu Abi Syaibah No 10853 dan al-Nasa'i dalam al-Sunan al-Kubra No 10913)
Dalam kitab tersebut al-Hafidz Ibnu Hajar tidak memberi komentar atas penilaian sahih dari Ibnu Hibban. Sementara dalam kitab beliau yang lain, Talkhis al-Habir II/244, kendatipun beliau mengutip penilaian dlaif dari Ibnu Qattan dan al-Daruquthni, di saat yang bersamaan beliau meriwayatkan atsar dari riwayat Imam Ahmad diatas.
Jika telah didukung dalil-dalil hadis dan diamalkan oleh para ulama salaf, lalu bagaimana dengan amaliyah membaca Surat Yasin setelah orang tersebut meninggal atau bahkan dibaca di kuburannya? Berikut ini beberapa pandangan ulama terkait penafsiran hadis di atas.
1.       Ibnu Qayyim
وَهَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهِ قِرَاءَتُهَا عَلَى الْمُحْتَضَرِ عِنْدَ مَوْتِهِ مِثْلَ قَوْلِهِ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْقَبْرِ وَاْلأَوَّلُ أَظْهَرُ (الروح لابن القيم 1 / 11)
"Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal sebagaimana sabda Nabi Saw: Tuntunlah orang yang akan mati diantara kalian dengan Lailahaillallah. Dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya. Pendapat pertamalah yang lebih kuat" (al-Ruh I/11)

2.      Ahli Tafsir al-Qurthubi
وَيُرْوَى عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَمَرَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ وَقَدْ رُوِىَ إِبَاحَةُ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقَبْرِ عَنِ الْعَلاَّءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَذَكَرَ النَّسَائِي وَغَيْرُهُ مِنْ حَدِيْثِ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ الْمَدَنِي عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ اِقْرَأُوْا يس عِنْدَ مَوْتَاكُمْ وَهَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي حَالِ مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ عِنْدَ قَبْرِهِ (التذكرة للقرطبي 1 / 84)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia memerintahkan agar dibacakan surat al-Baqarah di kuburannya. Diperbolehkannya membaca al-Quran di kuburan diriwayatkan dari 'Ala' bin Abdurrahman. Al-Nasai dan yang lain menyebutkan hadis dari Ma'qil bin Yasar al-Madani dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal. Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya" (Tadzkirat al-Qurthubi I/84)

3.      Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi
وَقَالَ الْقُرْطُبِي فِي حَدِيْثِ إقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس هَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ هَذِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي حَالِ مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ عِنْدَ قَبْرِهِ قُلْتُ وَبِاْلأَوَّلِ قَالَ الْجُمْهُوْرُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي أَوَّلِ الْكِتَابِ وَبِالثَّانِي قَالَ إبْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ الْمَقْدِسِي فِي الْجُزْءِ الَّذِي تَقَدَّمَتِ اْلإِشَارَةُ إِلَيْهِ وَبِالتَّعْمِيْمِ فِي الْحَالَيْنِ قَالَ الْمُحِبُّ الطَّبَرِيُّ مِنْ مُتَأَخِّرِي أَصْحَابِنَا وِفِي اْلإِحْيَاءِ لِلْغَزَالِي وَالْعَاقِبَةِ لِعَبْدِ الْحَقِّ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلَ قَالَ إِذَا دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ فَاقْرَؤُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتْيِن وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ذَلِكَ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ إِلَيْهِمْ (شرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين السيوطي 1 / 304)
"al-Qurthubi berkata mengenai hadis: 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal' bahwa Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya. Saya (al-Suyuthi) berkata: Pendapat pertama disampaikan oleh mayoritas ulama. Pendapat kedua oleh Ibnu Abdul Wahid al-Maqdisi dalam salah satu kitabnya dan secara menyeluruh keduanya dikomentari oleh Muhib al-Thabari dari kalangan Syafiiyah. Disebutkan dalam kitab Ihya al-Ghazali, dalam al-Aqibah Abdulhaq, mengutip dari Ahmad bin Hanbal, beliau berkata: Jika kalian memasuki kuburan, maka bacalah al-Fatihah, al-Muawwidzatain, al-Ikhlas, dan jadikanlah (hadiahkanlah) untuk penghuni makam, maka akan sampai pada mereka" (Syarh al-Shudur I/304)

4.      Muhammad bin Ali al-Syaukani
وَاللَّفْظُ نَصٌّ فِى اْلأَمْوَاتِ وَتَنَاوُلُهُ لِلْحَىِّ الْمُحْتَضَرِ مَجَازٌ فَلاَ يُصَارُ إِلَيْهِ إِلاَّ لِقَرِيْنَةٍ (نيل الأوطار للشوكاني 4 / 52)
"Lafadz dalam hadis tersebut secara jelas mengarah pada orang yang telah meninggal. Dan lafadz tersebut mencakup pada orang yang akan meninggal hanya secara majaz. Maka tidak bisa diarahkan pada orang yang akan meinggal kecuali bila ada tanda petunjuk" (Nail al-Authar IV/52)

5.      Mufti Universitas al-Azhar Kairo Mesir, 'Athiyah Shaqar
وَحَمَلَهُ الْمُصَحِّحُوْنَ لَهُ عَلَى الْقِرَاءَةِ عَلَى الْمَيِّتِ حَالَ اْلاِحْتِضَارِ بِنَاءً عَلَى حَدِيْثٍ فِى مُسْنَدِ الْفِرْدَوْسِ مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ فَتُقْرَأُ عِنْدَهُ يس إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ لَكِنْ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ قَالَ إِنَّ لَفْظَ الْمَيِّتِ عَامٌ لاَ يَخْتَصُّ بِالْمُحْتَضَرِ فَلاَ مَانِعَ مِنِ اسْتِفَادَتِهِ بِالْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ إِذَا انْتَهَتْ حَيَاتُهُ سَوَاءٌ دُفِنَ أَمْ لَمْ يُدْفَنْ رَوَى اْلبَيْهَقِى بِسَنَدٍ حَسَنٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ اسْتَحَبَّ قِرَاءَةَ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا عَلَى الْقَبْرِ بَعْدَ الدَّفْنِ فَابْنُ حِبَّانَ الَّذِى قَالَ فِى صَحِيْحِهِ مُعَلِّقًا عَلَى حَدِيْثِ اقْرَءُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ مَنْ حَضَرَتْهُ الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ رَدَّ عَلَيْهِ الْمُحِبُّ الطَّبَرِىُّ بِأَنَّ ذَلِكَ غَيْرُ مُسَلَّمٍ لَهُ وَإِنْ سُلِّمَ أَنْ يَكُوْنَ التَّلْقِيْنُ حَالَ اْلاِحْتِضَارِ (فتاوى الأزهر 7 / 458)
"Ulama yang menilai sahih hadis diatas mengarahkan pembacaan Yasin di dekat orang yang akan meninggal. Hal ini didasarkan pada hadis yang terdapat dalam musnad al-Firdaus (al-Dailami) yang berbunyi: 'Tidak ada seorang mayit yang dibacakan Yasin di dekatnya, kecuali Allah memberi kemudahan kepadanya.' Namun sebagian ulama mengatakan bahwa lafadz mayit bersifat umum yang tidak khusus bagi orang yang akan mati saja. Maka tidak ada halangan untuk menggunakannya bagi orang yang telah meninggal, baik sudah dimakamkan atau belum. Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang hasan (al-Sunan al-Kubra No 7319) bahwa Ibnu Umar menganjurkan membaca permulaan dan penutup surat al-Baqarah di kuburannya setelah dimakamkan. Pendapat Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya yang memberi catatan pada hadis diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan mayit yang dibacakan di hadapannya, telah dibantah oleh Muhib al-Thabari bahwa hal itu tidak dapat diterima, meskipun talqin

kepada orang yang akan meninggal bisa diterima" (Fatawa al-Azhar VII/458)

6.      al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalani
تَنْبِيْهٌ قَالَ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيْحِهِ عَقِبَ حَدِيْثِ مَعْقِلٍ قَوْلُهُ اقْرَءُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ مَنْ حَضَرَتْهُ الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ قَالَ وَكَذَلِكَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَرَدَّهُ الْمُحِبُّ الطَّبَرِي فِي اْلأَحْكَامِ وَغَيْرِهِ فِي الْقِرَاءَةِ وَسَلَّمَ لَهُ فِي التَّلْقِيْنِ (تلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير للحافظ ابن حجر 2 / 245)
"Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya memberi komentar pada hadis Ma'qil diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan mayit yang dibacakan di hadapannya. Begitu pula hadis: 'Tuntunlah orang yang akan mati diantara kalian dengan Lailahaillallah,' dan telah dibantah oleh Muhib al-Thabari dalam kitab al-Ahkam bahwa hal itu tidak dapat diterima dalam hal membaca Yasin, sementara talqin kepada orang yang akan meninggal bisa diterima" (Talkhis al-Habir II/245)

7.      Muhammad al-Shan'ani
وَأَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ مِنْ حَدِيْثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ اِقْرَاءُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس وَهُوَ شَامِلٌ لِلْمَيِّتِ بَلْ هُوَ الْحَقِيْقَةُ فِيْهِ (سبل السلام بشرح بلوغ المرام لمحمد بن إسماعيل الأمير الكحلاني الصنعاني 2 / 119)
"Hadis riwayat Abu Dawud dari Ma'qil 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal' ini, mencakup pada orang yang telah meninggal, bahkan hakikatnya adalah untuk orang yang meninggal" (Subul al-Salam Syarah Bulugh al-Maram II/119)
Riwayat lain yang menguatkan adalah:
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنِ الْمُجَالِدِ عَنِ الشَّعْبِيِّ قَالَ كَانَتِ الأَنْصَارُ يَقْرَؤُوْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ بِسُوْرَةِ الْبَقَرَةِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10953)
"Diriwayatkan dari Sya'bi bahwa sahabat Anshor membaca surat al-Baqarah di dekat orang yang telah meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10963)
Begitu pula atsar di bawah ini:
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنْ حَسَّانَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أُمَيَّةَ الأَزْدِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10957)
"Diriwayatkan dari Jabir bin Zaid bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat orang yang telah meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10967)
Bahkan ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar memperkuat riwayat tersebut:
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِى شَيْبَةَ مِنْ طَرِيْقِ أَبِى الشَّعْثَاءِ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ مِنْ ثِقَاتِ التَّابِعِيْنَ أَنَّهُ يَقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ وَسَنَدُهُ صَحِيْحٌ (روضة المحدثين للحافظ ابن حجر 10 / 266)
"Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur Jabir bin Zaid, ia termasuk Tabi'in yang terpercaya, bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat orang yang telah meninggal. Dan Sanadnya adalah sahih!" (Raudlat al-Muhadditsin X/226)

[1]  Dari uraian dua ulama ini dapat diketahui bahwa tuduhan hadis palsu dalam beberapa fadilah surat Yasin karena mereka hanya melihat dari satu jalur riwayat saja, sementara dalam hadis tersebut memiliki banyak jalur riwayat. Hal inilah yang sering menjadi kecerobohan dari Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya 'al-Maudluat' yang menuai kritik tajam dari ahli hadis lain, seperti Ibnu Hajar, al-Suyuthi dan lain-lain.
[2]  Al-Hafidz al-Haitsami berkata: "Dalam sanadnya ada perawi bernama Mahfudz bin Maisur, Ibnu Hatim tidak memberi penilaian sama sekali kepadanya" (Majma' al-Zawaid No 660). Ini menunjukkan hadis tersebut tidak dlaif.

Mati , Kematian ,Mayat

1. Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Pada hari kiamat, maut akan didatangkan seperti seekor biri- biri yang berwarna keputih-putihan. (Abu Kuraib dalam periwayatannya menambahkan: Lalu dihentikan di antara surga dan neraka. Kemudian keduanya sepakat tentang isi hadis selanjutnya.) Kemudian diserukan: Wahai ahli surga, apakah kalian mengenal ini? Lalu mereka menjulurkan leher untuk melihat ke arah sang penyeru, kemudian menjawab: Ya, itu adalah maut! Kemudian diserukan lagi: Wahai ahli neraka, apakah kamu sekalian mengenal ini? Lalu mereka menjulurkan leher untuk melihat dan menjawab: Ya, itu adalah maut! Kemudian diperintahkan agar maut (kambing) itu disembelih, lalu diserukan lagi: Wahai ahli surga, keabadian yang tidak akan ada kematian lagi! Wahai ahli neraka, keabadian yang tidak akan ada kematian lagi! Kemudian Rasulullah saw. membacakan ayat:(Maryam:39) Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, yaitu ketika segala perkara telah diputus dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak pula beriman. Kemudian beliau menunjuk dunia dengan tangan beliau Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 5087

2.) Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah memasukkan ahli surga ke dalam surga dan ahli neraka ke dalam neraka, kemudian seorang penyeru berdiri di antara mereka dan berseru: Wahai ahli surga, tidak ada kematian. Wahai ahli neraka, tidak ada kematian. Masing- masing kekal abadi di tempatnya Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 5088

3.)Anas ra, dari rasulullah saw beliau bersabda, "yang mengikuti mayat itu ada tiga , yaitu : Keluarga, harta benda, dan amal perbuatannya , yang dua kembali dan yang satu tetap bersamanya yaitu keluarga dan harta bendanya kembali dan amal perbuatannya tetap bersamanya (Hr Bukhari dan muslim)

                  Keutamaan Orang Yang Ditinggal Mati Oleh Anak-anaknya Yang Masih Kecil
1. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang Muslim pun yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya dan mereka itu belum mencapai usia dewasa- yakni belum baligh, melainkan Allah akan memasukkannya dalam syurga dengan keutamaan kerahmatan Allah kepada anak-anak itu." (Muttafaq 'alaih)

2.. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada seorang pun dari golongan kaum Muslimin yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya, yang akan disentuh oleh api neraka*, melainkan sekadar menebus persumpahan - tahillatul-qasam," (Muttafaq 'alaih)
Tahillatul-qasam ialah firman Allah Ta'ala: "Dan tiada seseorang pun dari engkau semua, melainkan pasti akan mendatangi neraka itu." (Maryam: 71)

3. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, orang-orang lelaki sudah sama pergi dengan memperoleh Hadis Tuan, maka dari itu berikanlah untuk kita dengan penetapan dari Tuan sendiri iaitu suatu hari yang kita - kaum wanita - akan men-datanginya, perlunya supaya Tuan mengajarkan kepada kita dari apa saja yang diajarkan oleh Allah kepada Tuan. Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Berkumpullah engkau semua - hai kaum wanita - pada hari ini." Mereka lalu berkumpul, kemudian didatangilah mereka itu oleh Nabi s.a.w., lalu beliau s.a.w. mengajarkan kepada mereka itu dari apa-apa yang diajarkan oleh Allah padanya dan selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Tiada seorang dari engkau semua yang mempersembahkan tiga orang anak - maksudnya yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya, melainkan anak-anak itulah yang akan menjadi sebagai tabir bagi wanita itu dari siksa api neraka." Ada seorang wanita bertanya: "Dan kalau hanya dua anak, apakah dapat menjadi tabir." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Dua orang anak pun dapat pula." (Muttafaq 'alaih)

                                       Sedekah / pahala untuk yang telah meninggal

1. Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk bertanya: Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata: saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya (HR Bukhari).

2. Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya: Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya? rasul menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar (HR Bukhari)

                                                  Membayar hutang yg meninggal

1. Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya (HR Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Diri seorang mu'min itu tergantung kerana hutangnya, sehingga hutangnya itu dilunaskan." Maksudnya bahawa urusannya itu masih tidak dapat diselesaikan,apakah ia selamat dari siksa atau akan binasa kerana siksa. la tetap ditahan sampai hutangnya dipenuhi oleh keluarganya yang masih hidup. Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahawa, ini adalah Hadis hasan.

                                                                  Menyegerakan Mayat

1. Dari Hushain bin Wahwah r.a. bahawasanya Thalhah bin al-Bara' r.a. sakit, lalu didatangi oleh Nabi s.a.w. perlu meninjaunya kemudian beliau s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya saya tidak melihat Thalhah ini, melainkan ia sudah meninggal dunia. Maka dari itu, semestinya beritahukanlah hal itu padaku dan segerakanlah memberikan perawatan padanya -sampai dimakamkan, sebab sesungguhnya saja tidak patut bagi mayatnya seseorang Muslim itu kalau ditahan di antara keluarga-nya," maksudnya kalau mati siang, kuburkanlah pada siang itu juga, demikian pula kalau malam, juga kuburkanlah pada malam itu juga. (Riwayat Abu Daud)

                                                                   Mengiringi Mayat

1. D.ari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang menyaksikan mayat sehingga ia disembahyangi - yakni ikut menyembahyangi pula, maka ia memperolehi pahala seqirath dan barangsiapa yang menyaksikan sehingga di kubur, maka ia memperoleh pahala dua qirath."
Beliau s.a.w. ditanya: "Seberapakah dua qirath itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu seperti dua gunung yang besar-besar." (Muttafaq 'alaih)

2. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
''Barangsiapa mengikuti janazahnya seseorang Muslim dengan sebab adanya keimanan serta mengharapkan keredhaan Allah dan ia terus menyertainya sehingga mayat itu disembahyangi dan selesai dimakamkan, maka sesungguhnya orang yang sedemikian itu akan kembali dengan membawa pahala sebanyak dua qirath, setiap seqirath itu adalah sebesar gunung Uhud. Dan barangsiapa yang ikut menyembahyanginya kemudian kembali sebelum dimakamkan, maka sesungguhnya ia akan kembali dengan membawa pahala seqirath." (Riwayat Bukhari)

3.. Dari Ummu 'Athiyah radhiallahu 'anha, katanya: "Kita semua dilarang untuk mengikuti menghantarkan janazah - ke kubur, tetapi larangan itu tidak diperkeraskan untuk kita - maksudnya ialah untuk kaum wanita." (Muttafaq 'alarh)
4.Dari Abu 'Amr, ada yang mengatakan Abu Abdillah dan ada pu!a yang mengatakan Abu Laila, iaitu Usman bin Affan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. itu apabila telah selesai dari menanam mayat, lalu beliau berdiri atas kuburnya dan bersabda:
"Mohonkanlah pengampunan untuk saudaramu semua ini dan mohonkanlah untuknya supaya dikurnia ketetapan - jawapan ketika ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir nanti. Sebab sesungguhnya ia sekarang ini ditanya - oleh dua malaikat itu." (Riwayat Abu Dawud)

5. Dari 'Amr bin al-'Ash r.a., katanya: "Jikalau engkau semua telah memakamkan saya, maka berdirilah di sekitar kuburku sekadar selama waktu menyembelih seekor unta lalu dibahagi-bahagikan dagingnya, sehingga saya dapat merasa tenang bertemu dengan engkau semua dan saya dapat memikirkan apa-apa yang akan saya jawabkan kepada utusan-utusan Tuhanku - yakni malaikat yang akan menanyakan sesuatu."

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Imam as-Syafi'i rahimahullah berkata: "Disunnahkan kalau di sisi mayat yang sudah dikuburkan itu dibacakan sesuatu dari ayat-ayat al-Quran dan jikalau dapat di-khatamkan al-Quran itu seluruhnya, maka hal itu adalah baik."
6.Dari Anas r.a., katanya: "Orang-orang berjalan melalui Nabi s.a.w. dengan membawa seorang janazah dan mereka itu memuji-muji kebaikan janazah tadi, lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Wajiblah." Tidak lama kemudian ada lagi orang-orang yang berjalan dengan membawa seorang janazah yang lain dan mereka menyebutkan keburukan janazah itu lalu Nabi s.a.w. bersabda lagi: "Wajiblah."
"Umar bin al-Khaththab r.a. lalu bertanya: "Apakah yang wajib?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yang itu tadi engkau semua puji-puji kebaikannya, maka wajiblah janazah itu mendapatkan syurga, sedang yang ini tadi engkau semua sebut-sebutkan keburukannya, maka wajiblah ia mendapatkan neraka. Engkau semua adalah saksi-saksi Allah di bumi." (Muttafaq 'alaih)

7. Dari Abul Aswad, katanya: "Saya datang di Madinah lalu saya duduk di tempat Umar bin al-Khaththab r.a., kemudian berlalulah seorang janazah di muka orang banyak, lalu dipujilah kebaikan orang yang mati itu. Umar r.a. berkata: "Wajiblah." Seterusnya ada pula janazah lain yang melaluinya, mayat inipun dipuji-puji juga kebaikannya, maka berkatalah Umar r.a.: "Wajiblah." Selanjutnya berlalulah untuk ketiga kalinya seorang janazah dan disebut-sebutkanlah keburukannya, maka berkatalah Umar r.a.: "Wajiblah."
Abul Aswad berkata: "Saya lalu bertanya: "Apakah yang wajib, ya Amirul Mu'minin?" Umar r.a. berkata: "Saya mengatakan sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi s.a.w.: "Mana saja orang Muslim yang disaksikan oleh empat orang tentang kebaikannya, maka Allah akan memasukkannya dalam syurga." Kami bertanya: "Jikalau yang menyaksikan tiga orang?" la berkata: "Tiga orang pun demikian pula." Kami bertanya lagi: "Jikalau hanya dua orang, bagaimanakah?" la menjawab: "Dua orang pun dapat pula." Selanjutnya kami tidak menanyakannya bagaimana kalau yang menyaksikan itu hanya seorang saja." (Riwayat Bukhari)

Selasa, 21 Juli 2015

CONTOH AQIDAH WAHABI YANG DHO'IF ATAU PALSU.!!!

Contoh Aqidah Wahabi Salafi Yang NYATA Sesat Lagi Menyesatkan Serta Terkeluar dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah
CONTOH AQIDAH WAHABI YG DHOIF ATAU PALSU...... !!!!!

PARA ULAMA WAHABI MEMAKNAI ISTIWA' ALLAH dengan ISTIQROR (menetap) dan mengatakan bahawa ini adalah ucapan Sahabat dan ulama Ahlus sunnah Wal Jama'ah. Benarkah demikian ???

Ibnu Utsaimin dalam Majmu' Fatawa wa Rosailnya mengatakan :

مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين - (ج 8 / ص 317)
وأهل السنة والجماعة يؤمنون بأن الله تعالى مستوٍ على عرشه استواءً يليق بجلاله ولا يماثل استواء المخلوقين .
فإن سألت : ما معنى الاستواء عندهم ؟
فمعناه العلو والاستقرار .

Ertinya : Ahlussunnah Wal Jamaah mengimani bahwa Allah istiwa di atas Arsy-NYA dengan Istiwa yang layak bagi-NYA,dan tidak semisal istiwanya mahluk, seandainya Engkau bertanya: Apa makna Istiwa menurut mereka...?? Maka maknanya adalah al 'Uluw (tinggi) dan al Istiqror (menetap).
_______________________

PEMBAHASAN :
Dari manakah sumber Ibnu Ustaimin berani mengatakan ISTIWA' dengan makna ISTIQROR (menetap) ???

1. Al kalbi dan Muqotil dalam kitab tafsirnya. Sebagaiman di riwayatkan oleh al Baghowi dalam tafsirnya:

(ثمّ استوى على العرش)
قال الكلبي ومقاتل: استقرّ1/235

maknanya; Allah istiwa di atas arasNya,berkata al kalbi dan muqotil;istaqorro;menetap [Maalimu tanzil 1/235]

2. Ibnul Qoyyim Al Jauzi (Tokoh yang dijadikan ideolog oleh kaum wahabi dalam Aqidah) dalam kitab Ijtima'u Juyus al Islamiyah juz 1 hal 157 :

اجتماع الجيوش الإسلامية - (ج 1 / ص 157)
قول إمامهم ترجمان القرآن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما ذكر البيهقي عنه في قوله تعالى الرحمن على العرش استوى قال استقر

Perkataan para Imam ahli tafsir, Turjamanul Qur'an, yakni Abdullah bin Abbas Ra yang di sebutkan oleh al Baihaqi dari beliau mengenai firman Allah Ar Rohman alal Arsyistawa. Beliau berkata : yakni Istaqorro (menetap).

PERTANYAAN :
1.Siapakah al Kalbi dan Muqotil???
2. Benarkah al Baihaqi menyatakan bahwa Ibnu Abbas Ra menetapkan makna Istaqorro untuk Istawa sebagaimana di klaim oleh Ibnu Qoyyim ???
3.Apakah benar penisbatan kitab tafsir Ibnu Abbas kepada beliau ???

JAWABAN :

AL KALBI adalah seorang perowi yang masuk pada silsilat al Kidzb (rangkaian pendusta) :

1 Imam as Suyuthi berkata :

أي طريق الكلبي - رواية محمد بن مروان السدي الصغير فهي سلسلة الكذب .ا.هـ.
والكلام في رجال هذه السلسة معروف في كتب الجرح والتعديل .

Yakni melalaui jalan al Kalbi riwayat Muhammad bin Marwan as Sadi as Shogir maka itu adalah silsilah pendusta, dan rijal silsilah ini di kenal oleh ulama jarh wat tadil [al Itqon 2/189]

Dan kebanyakan tafsir Ibnu Abbas itu riwayat Muhamad bin Marwan dari al Kalbi ,sebagaimana yg akan di sebutkan pada jawaban nombor tiga.

2. Mashur Hasan dalam kitab; kutubun hadzaro minhal ulama 2/259 :

: كل ما أخرجه محمد بن السائب الكلبي عن أبي صالح عن ابن عباس ( وقد أخرج تفسيرا كثيرا ) كذبٌ وافتراءٌ . . وقال الإمام البخاري : أبو النضر الكلبي تركه يحيى بن مهدي . وقال أبو حاتم : الناس مجمعون على ترك حديثه وهو ذاهب الحديث لا يشتغل به .ا.هـ.

Semua yang di keluarkan oleh Muhammad bin Saib al Kalbi dari Abi Shalih dari Ibnu Abbas (dan telah di keluarkan dalam kitab tafsir yang banyak sekali) itu semua dusta dan di buat buat. Imam Bukhari berkata : Abu Nadhor al Kalbi di tinggalkan oleh Yahya bin Mahdi, berkata Abu Hatim : Para manusia sepakat meninggalkan hadisnya. Dia menghilangkan hadis dan tidak menyibukkan diri kepada hadis.

3.Berkata asy Syaukani dalam Fawaid al Majmu'ah 316 :

ومن جملة التفاسير التي لا يوثق بها " تفسير ابن عباس " فإنه مروي من طريق الكذابين كالكلبي والسدي ومقاتل

Di antara tafsir-tafsir yang tidak tsiqoh adalah kitab tafsir Ibnu Abbas karena di riwayatkan dari jalan para pendusta seperti al Kalbi as Sadi dan Muqotil.

MUQOTIL adalah seorang ahli tafsir namun tafsirannya banyak mengandungi tajsim (mejisimkan Allah) dan ditolak oleh para ulama' ahlus-sunnah wal jamaah. Muqotil memang terkenal sebagai ahli tafsir tetapi terlibat dalam faham tajsim dan terpengaruh dengan pemikiran ahli kitab yang menjisimkan tuhan mereka :

1. I mam Ibn Rajab Al-Hanbali r.a. menyebut nama Muqotil bin Sulaiman sebagai contoh bagi pelopor faham MUJASIMAH, beliau berkata:

والثاني من رام إثبات ذلك بأدلة العقول التي لم يرد بها الأثر ورد على أولئك مقالتهم كما هي طريقة مقاتل بن سليمان ومن تابعه كنوح بن أبي مريم وتابعهم طائفة من المحدثين قديماً وحديثاً.

Kedua; Golongan yang condong terhadap penetapan Dzat dan Shifat Allah dengan dasar akal semata yang tidak terdapat dalam atsar. Telah datang perkataan-perkataan mereka yang membantah golongan yang pertama sebagaimana yang dilakukan oleh Muqatil bin Sulaiman dan pengikut-pengikutnya seperti Nuh bin Abi Maryam; yang kemudian diikuti oleh (sebagian) kalangan Muhadditsin dulu dan sekarang.

2.Imam Abu Hanifah r.a. yang menjadi rujukan para ulama Ahlus Sunnah dalam bidang aqidah juga ada berkata tentang Muqotil ini :

أتانا من المشرق رأيان خبيثان، جهمٌ معطلٌ ومقاتلٌ مشبه

Telah datang kepada kami dari timur dua pendapat yang buruk iaitu Jahm yang berfaham Mu'aththiil (menafikan sifat Allah) dan Muqotil yang Musyabbih (menyerupakan sifat Allah dengan makhluk). [Tarikh Baghdad 13/164]

3.Imam Ahmad r.a. berkata tentang Muqotil:

كانت له كتب ينظر فيها إلا أني أرى أنه كان له علم بالقرآن

Sesungguhnya dia (Muqotil) memiliki kitab-kitab (yaitu kitab-kitab ahli kitab) yang dia sering rujuk kepadanya, hanya saja Aku melihat bahwa dia mempunyai ilmu tentang Al-Qur'an (tafsiran). [Tarikh Baghdad 13/161]

4.Imam Ibn Hibban juga berkata:

كان يأخذ عن اليهود والنصارى علم القرآن الذي يوافق كتبهم وكان مشبها يشبه الرب بالمخلوقين

Beliau (Muqotil) meriwayatkan dari Yahudi dan Nasrani tentang ilmu Al-Qur'an (tafsirannya) yang sesuai dengan kitab-kitab mereka (ahli kitab) dan beliau adalah seorang Musyabbih yang menyerupakan Allah dengan makhluk. [[Al-Majruhun 2/15]

KESIMPULAN : Jelas al Kalbi adalah pendusta dan Muqotil adalah Mujassim yang terkontaminasi dengan faham ahli kitab [yahudi nasrani] jadi jelas wahabi adalah pengikut salaf yang mujassimah, bukan pengikut salaf sebenarnya.

Ibnu Qoyyim Al Jauzi memaknai demikian karena mengikuti gurunya, Ibnu Taimiyyah yang ternyata membela mati matian kepada Muqotil,dia mencuba menafikan Muqotil daripada faham Tajsim dengan menganggap bahwa Imam Al-Asy'ari r.a. yang mengkritik Muqotil di sebabkan karena merujuk kepada rujukan Mu'tazilah. Ibn Taimiyyah membersihkan Muqotil bin Sulaiman daripada kritikan Imam Al-ASy'ari dengan berkata:

وأما مقاتل فالله أعلم بحقيقة حاله والأشعري ينقل هذه المقالات من كتب المعتزلة وفيهم انحراف عن مقاتل بن سليمان فلعلهم زادوا في النقل عنه أو نقلوا عن غير ثقة وإلا فما أظنه يصل إلى هذا الحد…ومقاتل بن سليمان وإن لم يكن يحتج به في الحديث لكن لا ريب في علمه بالتفسير وغيره

Adapun Muqotil, hanya Allah lebih mengetahui hakikat keadaannya. Sedangkan Al-Asy'ari menukilkan perkataan-perkataan ini (Muqotil menjisimkan Allah) daripada kitab-kitab Mu'tazilah yang mengandung penyelewengan terhadap Muqotil bin Sulaiman. Boleh jadi, mereka menambah nukilan (yang di buat2) terhadapnya (Muqotil) atau mereka menukil dari orang yang tidak tsiqah. Kalau tidak, aku tidak berfikir bahwa Muqotil sampai ke tahap yang demikian (tajsimnya).Muqotil walaupun tidaklah dari kalangan orang yang di pakai hujahnya dalam hadith, tetapi tidak dinafikan keilmuannya dalam tafsir dan lainnya". [Minhaj As-Sunnah: 2/618]

Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalaniy dalam kitab Fathul Bari ketika membahas istawa berkata :

قال ابن بطال اختلف الناس في الاستواء المذكور هنا وقالت الجسمية معناه الاستقرار ثم قال : وأما قول المجسمة ففاسد أيضا، لأن الاستقرار من صفات الأجسام ويلزم منه الحلول والتناهي، وهو محال في حق الله تعالى، ولائق بالمخلوقات

Berkata ibnu bathol bahwa telah terjadi perbedaan ulama dalam makna Istiwa, dan Golongan Jismiyyah (mujassimah) berkata, bahwa maknanya (Istiwa’) itu ISTIQROR (menetap), kemudian beliau berkata: perkataan kaum mujasimah itu fasid,karena istiqror adalah sifat benda/jisim dan melazimkan hulul dan batas, maka itu mustahil pada hak Allah Ta'ala dan layak bagi mahluk
Dan perlu diketahui bahwa riwayat yang dicomot oleh Ibnul Qoyiim dalam kitab Al Asma' wash Shifat itu sebenarnya sudah dihukumi Munkar oleh Al Baihaqi, namun sayang Ibnul Qoyyim menyembunyikan kenyataan ini :

Al Imam Al Hafizh Al Baihaqi berkata :

“….Riwayat tersebut (yang mengatakan Abdullah bin Abbas menafsirkan istiwa dengan bersemayam) adalah mungkar ...“.