mas’alah:
bolehkah
selain mujtahid baik mutlak maupun muqoyad mengqiyaskan suatu masalah yang
terdapat didalam kitab-kitab fiqih mempunyai persamaan?
Jawab:
Tidak boleh secara mutlak
Dasar pengambilan
Dalil:
- Bughyatul Mustarsyidin
Terjemah:
Telah
dijelaskan dalam fatawi ibnu hajar : dilarang memberi fatwa bagi orang yang
membaca kitab belum ahlinya, kecuali terhadap ilmu (pengetahuan) yang sudah
dimengerti dari madzabnya dengan pengetahuan yang sudah yakin (kebenarannya)
seperti wajibnya niat dalam wudlu dan batalnya wudlu dengan memegang dzakarnya.
Benar jika ia nukil (mengambil) hukum dari mufti lain dari kitab yang sudah
dipercaya maka itu boleh dan itu pemindahan pendapat bukan member fatwa. Dan
tidak boleh bagi dirinya member fatwa terhadap sesuati yang tidak ditemukan
bentuk tertulis meskipun ditemukan persamaannya. Dengan demikian orang yang
mahir betul dalam fiqih ialah orang yang menguasai ilmu ushulnya imam mereka
pada setiap bab, dan ia masuk tingkatan ashabil wujuh 9orang-orang yang punya
hak pendapat yang sah). Dan ini sudah putus sejak 400 tahun yang lalu (tidak
ada generasi penggantinya).
Mas’alah:
Ada
orang berdomisilir di malang umpanya kemudian ia meninggal di Surabaya. Lalu
mayatnya sebelum di sholati di Surabaya (tempat tinggal) di bawa ke malang
(tempat ia berdomisili). Bagaimana memindah mayat yang belum disholati itu dari
rempat tinggal?
Jawab:
Ada
perbedaan pendapat antara imam baghowi yang mengatakan makruh dan imam
mutawalli yang mengatakan haram.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-Mahali, I : 351-352
Terjemah:
Haram
memindah mayit sebelum di qubur dari daerah mayitnya kedaerah lain untuk
dikubur disitu. Sebaian pendapat mengatakan makruh kecuali jika dekat dengan
makkah, madinah atau baitul muqoddas. Maka sebaiknya dipindah kesana ada
keutamaan mengubur disana, hal ini sesuai nashnya imam syafi’I. dan imam
baghowi, dan lainnya mengatakan makruh seperti imam mutawalli dan lainnya
mengatakan haram (memindah).
Mas’alah:
Banyak
terjadi di kota-kota terutama di kota-kota besar pesawat telpon yang di
sediakan untuk umum, siapa saja bisa memakai (menggunakan) asal ia memasukan
uang logam Rp. 50 umpanya kedalam tempat yang disediakan (sudah barang tentu
uang itu lepas dari milik orang yang memasukkan ). Kemudian uang tersebut
dimiliki oleh pemilik pesawat telepon (Telkom dan sebagainya ). Demikian itu
dapatkah di benarkan menurut syasi’at dan termasuk mu’amalah apakah itu?
Jawab :
Adalah
mu’amalah ijaroh shohihah (aqad sewa yang sah ) .
Dasar Pengambilan Dalil:
- Mughni al-Muhtaj
وَالْكِتَابَةُ بِالْبَيْعِ وَنَحْوِهِ عَلَى نَحْوِ لَوْحٍ
أَوْ وَرَقٍ أَوْ أَرْضٍ كِنَايَةٌ.
Terjemah:
Jual
beli atau sesamanya dengan cara (transaksi) menggunakan tulisan pada papan,
kertas, atau tanah adalah cukup (dianggap sah).
فَإِنْ قَالَ : بِعْ
وَأَشْهِدْ لَمْ يَكُنْ الْإِشْهَادُ شَرْطًا صَرَّحَ بِذَلِكَ الْمَرْعَشِيُّ ،
وَاقْتَضَاهُ كَلَامُ غَيْرِهِ وَالْكِتَابَةُ بِالْبَيْعِ وَنَحْوِهِ عَلَى
نَحْوِ لَوْحٍ أَوْ وَرَقٍ أَوْ أَرْضٍ كِنَايَةٌ فِي ذَلِكَ ، فَيَنْعَقِدُ بِهَا
مَعَ النِّيَّةِ بِخِلَافِ الْكِتَابَةِ عَلَى الْمَائِعِ وَنَحْوِهِ كَالْهَوَاءِ
، فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ كِنَايَةً لِأَنَّهَا لَا تَثْبُتُ ، وَيُشْتَرَطُ
الْقَبُولُ مِنْ الْمَكْتُوبِ إلَيْهِ حَالَ الِاطِّلَاعِ لِيَقْتَرِنَ
بِالْإِيجَابِ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ .[1][3]
Mas’alah :
Dewasa
ini banyak madaris diniyah islamiyah yang hari liburnya hari ahad bukan hari
jum’at. Apakah ini tidak termasuk dalam maqolah :
"من تشبه
بقوم فهو منهم "
Sehingga hukumnya haram?
Dan apabila tidak
termasuk dalam maqolah tersebut, sampai dimanakah batas-batas tasyabbuh yang
haram itu?
Jawab:
Jika bertujuan untuk syi’ar kafir
maka haram dan apabila tidak ada tujuan sama sekali maka hukumnya makruh.
Dasar Pengambilan
Dalil:
- Ahkamu Fuqoha 1/25 masalah no. 33
Terjemah:
Ketika
berpakaian (tingkah laku ) menyerupai orang kafir, untuk syi’ar kekafirannya
maka ia kafir dengan pasti ….s/d … seandainya tidak bertujuan menyerupai mereka
sama sekali tidak apa-apa baginya tetapi itu makruh.
- Ahkamu Fuqoha 11/239
Terjemah:
Apa pengertian tasabuh (menyerupai) pada sabda Nabi Saw : “ barang
siapa yang menyerupai kaum, maka dia dari golongannya” di zaman sekarang. Yaitu
maksudnya seperti yang ada pada fathul barri.
- Fathu Al-Barri, X : 273
Terjemah:
Syekh Abu
Muhammad bin Abi Hamzah berkata menurut dhoirnya lafadz adalah melarang
menyerupai pada setiap sesuatu (dari kafir) begitu juga dalil-dalil lain
mengatakan. Maksudnya menyerupai (orang-orang kafir yang dihukumi haram) adalah
menyerupai dalam pakaian, hiasan, sifat-sifatnya dan sesamanya bukan menyerupai
dalam urusan kebaikan.
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya mengembala
binatang di maqbaroh dan bagaimana juga hukumnya makan di maqbaroh?
Jawab :
Memasukan binatang di kuburan
itu haram kalau kuatir mengotori dan menajisi. Kalau tidak hukumnya makruh.
Dasar Pengambilan
Dalil:
- Bughya al-Murtasyidin, hal. 94
Terjemah :
Memasukkan
binatang ketanah kuburan dan menginjaknya kuburan itu sangat makruhnya di
banding kemakruhan orang (anak adam) menginjak dengan dirinya sendir. Dan
banyak ulama yang berpendapat haram duduk-duduk diatasnya, karena dasar hadits
muslim, jumhurul ulama mengartikan haram duduk diatas kubur itu untuk qodli
hajat (kencing / berak). Tidak ada keraguan bagi orang yang melihat hewan
piaraan kencing diatas kuburan wajib mencegahnya, meskipun binatang itu bukan
mukallafah (terbebani hukum) tapi orang yang melihat adalah mukalaf. Menjadi
sangat parah kemakruhannya bila kuburan itu milik orang terkenal/tokoh dengan
kekuasaan atau keilmuan (ulama), apalagi dia terkenal dari keduanya (alim juga
penguasa) seperti syekh isma’il al-hadromiy, bahkan dihawatirkan hal itu
(pelakunya) termasuk penentang yang boleh diperangi menurut hadits Quds, karena
mayat akan merasa sakit seperti sakitnya orang yang hidup. Adapun menjadikan
temapat makamnya binatang dikuburan, makan-makanan dikuburan dan menyibukkan
sesuatu dari makan di kubur itu haram secara mutlaq.
Mas’alah :
Bolehkah kita tetap diam tentang
adanya komplek/tempat pelacuran yang rumahnya dibangun begitu rupa?
Jawab :
Tidak Boleh
Dasar Pengambilan
Dalil:
- Hadits Nabi Saw
Terjemah:
Dalam hadits
disebutkan : barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah
dengan tangannya (kekuasaan) jika tidak
mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka harus ingkar dalam hatinya,
yang demikian itu adalah lemahnya iman (minimnya orang beriman).
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya menempatkan pengantin di atas pelaminan/kuade sebagaiman yang berlaku
sekarang ?
Jawab :
Boleh Asalkan
tidak mendatangkan munkarot dan aman dari fitnah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-ittihaf, VII : 248
ومن المنكر حضور النسوة المنكشفات الوجوه
Terjemah:
Termasuk
kemungkaran adalah datangnya (menampakkannya diri) perempuan-perempuan yang
terbuka wajah-wajahnya.
Mas’alah :
Ada sebagian
tanah yang diwakafkan untuk kuburan sedangkan hasilnya diwakafkan ke madrasah
mengingat kebutuhan yang mendesak kemudian tanah tersebut dijual dengan harga
yang mahal (letaknya dikota). Kemudian hasil penjualnya di belikan untuk ganti
kuburan yang asli. Sedangkan kelebihannya uangnya untuk madrasah termasuk
kesejahteraan guru . Bagaimanakah hukumnya penjualan tanah tersebut dan
bagaimana pula hukumnya pergantian tanah kuburan itu?
Jawab:
Tidak boleh
dan tidak sah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Raudlotu al-tholibin, IV : 438 – 439 dan III : 175
Mas’alah :
Ada orang
kawin setelah dukhul (bersetubuh) kemudian cerai (thalaq) dalam keadaan belum
mempunyai anak. Kemudian zaujul mutholliq (suami yang pertama) kawin lagi
dengan perempuan lain dan mempunyai anak laki-laki. Sedangkan zaujat
muthollaqoh juga kawin lagi dengan laki-laki lain dan mempunyai anak perempuan.
Kemudian anak laki-laki dari zaujul mutholiq kawin dengan anak perempuan dari
zaujat muthollaqoh. Apakah pernikahan itu sah atau tidak ? dan apakah anak
perempuan istri yang dithalaq itu tidak termasuk rabibah dari suami yang
menalaq?
Jawab :
Anak
perempuan dari istri yang ditalaq termasuk rabibah dari suami yang menalaq.
Dasar Pengambilan Dalil:
- I’anatut Tholibbin, III : 292
بزيادة (قوله: بخلاف أمها) أي فإنها تحرم، ولو لم يطأها،
لكن بشرط صحة العقد عند عدم الدخول، كما تقدم (قوله: ولا تحرم بنت زوج الام) أي
على ابن الزوجة، وهذا يعلم من قوله وكذا فصلها، أي الزوجة. ومثلها أم الزوج فلا
تحرم على ابن زوجته. (قوله: ولا أم زوجة الاب) أي ولا تحرم
أم زوجة أبيه عليه وهذا يعلم من قوله تحرم زوجة أصل، ومثلها بنت زوجة أبيه فلا
تحرم عليه. (وقوله: والابن معطوف على الاب) أي
ولا يحرم أم زوجة ابنه، ومثلها بنت زوجة ابنه. وهذا يعلم من قوله وزوجة فصل.
(والحاصل) لا تحرم بنت زوج الام ولا أمه ولا بنت زوج البنت ولا أمه ولا أم زوجة
الاب ولابنتها ولا أم زوجة الابن ولابنتها ولا زوجة الربيب ولا زوجة الراب وهو زوج
الام لانه يربيه غالبا (قوله: ومن وطئ امرأة) أي ولو في الدبر أو القبل ولم تزل
البكارة. ومثل الوطئ استدخالها ماء السيد المحترم حال خروجه أو ماء الاجنبي بشبهة. ويشترط في
الواطئ أن يكون حيا، وأن يكون واضحا، وخرج بالاول الميت فلا تحريم باستدخالها
ذكره، وبالثاني الخنثى فلا أثر لوطئه لاحتمال زيادة ما أولج به وخرج بقوله وطئ ما
إذا باشرها بغير وطئ فلا تحرم (قوله: بملك) الباء سببية متعلقة بوطئ (قوله: أو
شبهة منه) أي أو بسبب شبهة حاصلة من الواطئ، سواء وجد منها شبهة أيضا أم لا.[1][4]
Terjemah :
Tidak haram
dinikah anak perempuan suami ibu bagi anak istrinya (antara anak gawan suami
istri) hal ini diketahui dari kata-kata pengarang : begitu juga memisahkan
istri, begitu juga ibunya suami tidak haram bagi anak laki-laki istriya.
(kata-kata dan tidak haram ibu dari isrtinya ayah) yakni tidak haram dinikah : yaitu
ibu dari istrinya ayah bagi orang anaknya ayah. Hal ini diketahui dari
kata-kata mushonif , haram istrinya orang tua, begitu juga haram istrinya
ayahnya sendiri (ibu tiri) maka bagi anaknya ayah tidak haram …s/d … al-hasil :
tidak haram dinikah anak perempuan dari suaminya ibu (anaknya ayah tiri) dan
juga ibunya. Dan tidak haram dinikah anak perempuan suaminya anak perempuan,
dan ibunya, dan juga ibu dari istrinya ayah, dan anak perempuannya. Dan juga
tidak haram ibu dari istri anak laki-laki dan anak perempuannya dan juga tidak
haram istri anak angkat dan istri dari majikan meskipun dia suaminya ibu,
karena dia yang meramutnya secara umum.
Mas’alah :
Seseorang
bernadzar akan menyerahkan waqof kepada masjid berupa sebagian tanah yang
sedang dipersengketakan (tanah diakui oleh orang lain) dan nadzarnya sudah
diucapkan kepada seorang kyai yang menjadi pengurus ta’mir masjid tersebut,
sedangkan mengenai nadzar yang diucapkan itu dia dalam keadaan panic, susah,
dan bingung. Katanya : kalau perkara tanah itu menang, maka yang sebagian saya
waqofkan untuk masjid, seolah-olah dia dalam keadaan tidak sadar. Berhubung
masih dalam keadaan perkara maka yang diberikan kepada masjid itu yang sebagian
dari hasilnya. Kemudian orang itu meninggal dunia sebelum perkaranya
diputuskan. Setelah beberapa bulan, keputusan perkara itu menang.
Pertanyaan :
Apakah
nadzarnya itu dianggap sah yang harus dilaksanakan, ataukah tidak?
Kalau sah kemudian ahli warisnya tidak melaksanakan. Apakah ahli
waris termasuk makan barang haram ataukah tidak?
Jawab :
Bahwa nadzar
sebagaimana tersebut diatas, adalah sah hukumnya, tetapi batal, karena matinya
sinadzir sebelum terwujudnya sifat mu’alaq alaih.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bughyatul Mustarsyidin, 269 – 270
Terjemah:
(mas’alah
ba-kaf) ulama berbeda pendapat dalam diperbolehkannya menasarufkan nadzar yang
digantungkan dengan sifat yang belum wujud. Syekh zakariya memperbolehkan yang
diikuti oleh imam Romli. Abu mahrom dan ibnu hajar juga setuju dalam penjelasan
kitab I’ab dan seterusnya ….
Mas’alah :
Ada seseorang
kawin dua. Istri yang pertama mempunyai anak banyak (laki-laki dan perempuan),
sedangkan istri yang kedua tidak mempunyai anak sama sekali. Pada waktu masih
sehat, ia berwasiat kepada istri mudanya, katanya : engkau jangan mengharapkan
barang warisan dariku karena aku mempunyai anak banyak. Dan nanti terserah
engkau, kalau diberi engkau terima, kalau tidak jangan menuntut. Kemudian
setelah beberapa tahun, ia meninggal dunia.
Pertanyaan :
Apakah wasiat
itu dilaksanakan atau tidak?
Jawab :
Mas’alah
tersebut tidak termasuk wasiat, sebab tidak sesuai dengan haqiqot ta’riful
(definisi wasiat).
Dasar Pengambilan Dalil:
- Al-jamal ala minhaj, IV : 40
االوصية تبرع بحق مضاف ولو تقديرا لما بعد الموت، .... سد
عكن فلا كسانأن إسقاط الحق ترسراه كفدا الزوجة الثانية بعد موت الزوج.
Terjemah :
Wasiat adalah
ibadah dengan hak yang disandarkan setelah mati tasarufnya walaupun hanya
kira-kira, … sedangkan pelaksanaan soasial isqot (menggugurkan) haq diserahkan
kepada istri kedua setelah matinya suami.
Mas’alah :
Ada seseorang
memberikan / hibah tanah atau rumah kepada anak cucunya, tetapi tidak dengan
ijab qobul (tanpa sgihot) hanya dengan petok yang diubah dikeluarkan, sedangkan
penghasilannya masih dikuasai oleh wahib hingga wafat. Dan saksinya tidak ada
kecuali pak lurah yang mengubah petok tersebut. Apakah hibah tersebut dianggap
sah oleh syara’ ataukah tidak?
Dan kalau
tidak sah, apakah tidak kembali menjadi tinggalan bagi si mayit yang harus
dibagi kepada ahli waris menurut bagiannya masing-masing.
Jawab:
Bahwa
hukumnya hibah yang termaksud dalam mas’alah ini menurut qoul yang ashoh adalah
tidak sah, karena tidak mempunyai syarat hibah, kecuali kalau anak (mauhub lah)
masih belum pandai (qoblarrsydi), karena wahib bisa tawallitthosofain sedangkan
menurut muqobilul ashoh, hukumnya sah.
Dasar Pengambilan Dalil:
- I’anatu al-Tholibin, III : 143
ولو قال جعلته له، صار ملكه، لان هبته له، لا تقتضي قبولا،
بخلاف ما لو جعله لبالغ، هذا إن اكتفينا بأحد الشفين من الوالد، فإن لم نكتف به،
وهو الاصح، لم يصرح ملكه.
Terjemah:
Jika
seseorang berkata : ini saya jadikan miliknya, maka sah menjadi miliknya (yang
dituju). Karena hibahnya (pemberiannya ) tidak harus diterima secara lisan.
Lain halnya jika dijadikan untuk yang tidak baligh. Hal ini kalau kita mengambil
yang singkat dari salah satu sisi orang tua. Meskipun kita tidak menganggap
cukup, itu yang lebih ashoh dan tidak membahayakan.
قال ع ش: وذلك لاحتمال أن
يكون الاجنبي وكله مثلا في شرائها له ومثله ولده الرشيد، وأن يكون تملكها لغير
الرشيد من مال نفسه أو مال المحجور عليه اه (قوله: ولو قال جعلت هذا لابني الخ)
عبارة الروض وشرحه، فإن غرس شجرا وقال عنده، أي عند غرسه، اغرسه لطفلي، لم يملكه،
ولو قال جعلته له، صار ملكه، لان هبته له، لا تقتضي قبولا، بخلاف ما لو جعله
لبالغ، هذا إن اكتفينا بأحد الشفين من الوالد، فإن لم نكتف به، وهو الاصح، لم يصرح
ملكه.[1][5]
Mas’alah:
Mana yang
lebih sunat mendahulukan basmalallah sebelum salam ataukah sebaliknya?
Jawab :
Tidak sunah
membaca basmalah sebelum salam, karena salam itu sebagian dari perkara yang
tidak dijalankan dengan membaca bismillah.
Dan jika membaca bismillah, maka putuslah kesunatan salam.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Adzkar An-Nawawi, hal. 168
Terjemah:
(fasal) yang sunah orang salam itu mulainya sebelum bicara apa-apa
…s/d …. Salam adalah sebelum berbicara. Karena salam adalah penghormatan yang
dibuat permulaan. Sunahnya tidak ada jika sudah dimulai dengan bicara dahulu.
Seperti sunahnya tahuyatul masjid, sebelum melakukan apa-apa.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya pal dengan Al-Qur’anul Karim?
Jawab :
Menggunakan
pal al-Qur’anul karim hukumya makruh.
Dasar Pengambilan Dalil:
- Fatawi Haditsiya, hal. 197
Terjemah:
Makruh
mengambil fal dari al-Qur’an (mushaf) menurut mayoritas ulama madzab malikiyah
menghukumi haram.
Mas’alah :
Siapakah yang
harus melaksankan iqomahtul hudud, seperti zina, tarikussholah? Sehubungan
dengan diwenagkannya peradilan agama dinegara Indonesia. Lalu bagi orang yang
bermurah diri untuk menerima sangsi hukuman (iqomatul hudud) dengan cara taubat
yang bagaimana dia terlepas dari tuntutan dosa di akhirat kelak dalam hal yang
belum ada pelaksanaannya?
Jawab:
Iqomatul had
mauquf, hanya cara tauat. Oleh karena tidak bias iqomatul had, maka cukup
dengan taubat nashuha
Dasar Pengambilan Dalil:
- Bughyatu al-Mustarsyiddin, hal. 249
Terjemah:
Tidak cukup
taubatnya orang yang zina atau membunuh dengan menyerahkan dirinya untuk di
had. Walaupun menetapkan taubatnya didepan hakim, bahkan (taubat) penyerahan
diri tidak cukup dalam melepaskan diri dari hal-hak adami yang wajib. Syah
taubatnya dalam hak-hak Allah ketika ada penyesalan dan kemaksiatan hak taubat
bahkan harus melepaskan diri (keluar) dari kemaksiatan tersebut.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya orang bukan islam di Indonesia (cian atau lainnya) termasuk kategore
apa, dzimi mu’ahad ataukah musta’man?
Jawab:
Hukumnya
orang non muslim di Indonesia kalau asalnya islam, maka murtad. Dan kalau
tidak, maka bukan dzimi, bukan mu’ahad dan bukan musta’man.
Dasar Pengambilan :
- Kasyifatu al-syaja, hal. 32 – 33
Terjemah:
Dzimmi adalah
: orang yang mengadakan perjanjian membayar pajak dengan imam atau naibnya dan
patuh terhadap hukum-hukum islam, mu’ahad adalah: orang yang mengadakan
perjanjian damai dengan imam atau naibnya dari golongan musuh (harbi) untuk
meninggalkan pertempuran (genjatan sejata) selama empat bulan dan sepuluh tahun
dengan adanya ganti atau selainnya yang sampai pada kita. Mu’mandi dan sholat
adalah : orang yang mengadakan perjanjian aman dengan sebagian orang islam
hanya dalam masa empat bulan.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya seorang islam yang mengatakan kata-kata mengkufurkan, memurtadkan atau
dapat menyesatkan orang islam. Seperti perkataan “semua agama sama” islam tidak
mengatur soal keduniaan dan lain-lain. Murtad ataukah tidak?
Jawab:
Ditafsil.
Kalau perkataan itu dari orang bodoh yang udzur, maka hukumnya tidak, akan
tetapi ma’siyat, jika tidak niat istihza dan istihfaf.
Dasar Pengambilan:
- Bughyatu al-Mustarsyiddin, hal. 297
Terjemah:
Sesungguhnya
orang yang bodoh dan yang salah dari umat ini (umat Muhammad), tidak ada setelah
masuk islamnya, hal-hal yang dapat mengkufurkan sehingga jelaslah hujjah
baginya sesuatu yang tidak ada keserupaan yang dapat diampuni.
Mas’alah:
Bagaimana
hukumnya orang wajib menunaikan menurut ilmu-ilmu fardlu ain. Dia sebelum
menuntut ilmu-ilmu fardlu ain sudah pindah menuntut ilmu-ilmu fardlu kifayah
apalagi ilmu yang di sunahkan. Boleh atau tidak?
Jawab :
Hukumnya
haram/termasuk dosa besar.
Dasar Pengambilan:
- At-Tuhfah (syarwani), IV : 309
يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مِنْ الْكَبَائِرِ تَرْكُ تَعَلُّمِ
مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ صِحَّةُ مَا هُوَ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَيْهِ لَكِنْ مِنْ
الْمَسَائِلِ الظَّاهِرَةِ لَا الْخَفِيَّةِ.
Terjemah:
Termasuk
dosa besar tidak mempelajari perkara yang mensahkan fardu ‘ain dalam
masalah-masalah yang jelas tidak yang samar.
يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مِنْ
الْكَبَائِرِ تَرْكُ تَعَلُّمِ مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ صِحَّةُ مَا هُوَ فَرْضُ
عَيْنٍ عَلَيْهِ لَكِنْ مِنْ الْمَسَائِلِ الظَّاهِرَةِ لَا الْخَفِيَّةِ نَعَمْ
مَرَّ أَنَّهُ لَوْ اعْتَقَدَ أَنَّ كُلَّ أَفْعَالِ نَحْوِ الصَّلَاةِ أَوْ
الْوُضُوءِ فَرْضٌ أَوْ بَعْضَهَا فَرْضٌ وَلَمْ يَقْصِدْ بِفَرْضٍ مُعَيَّنٍ
النَّفْلِيَّةَ صَحَّ وَحِينَئِذٍ فَهَلْ تَرْكُ تَعَلُّمِ مَا ذُكِرَ كَبِيرَةٌ
أَيْضًا أَوْ لَا ؟ لِلنَّظَرِ فِيهِ مَجَالٌ وَالْوَجْهُ أَنَّهُ غَيْرُ
كَبِيرَةٍ لِصِحَّةِ عِبَادَاتِهِ مَعَ تَرْكِهِ ، وَأَمَّا إفْتَاءُ شَيْخِنَا
بِأَنَّ مَنْ لَمْ يَعْرِفْ بَعْضَ أَرْكَانِ أَوْ شُرُوطِ نَحْوِ الْوُضُوءِ أَوْ
الصَّلَاةِ لَا تُقْبَلُ شَهَادَتُهُ فَيَتَعَيَّنُ حَمْلُهُ عَلَى غَيْرِ
هَذَيْنِ الْقِسْمَيْنِ لِئَلَّا يَلْزَمَ عَلَى ذَلِكَ تَفْسِيقُ الْعَوَامّ
وَعَدَمُ قَبُولِ شَهَادَةِ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَهُوَ خِلَافُ الْإِجْمَاعِ
الْفِعْلِيِّ بَلْ صَرَّحَ.[1][6]
Mas’alah:
Ada hadits
yang di keluar oleh imam Muslim :
إذا أن يكون بغير امام مات
ميتة جاهلية، ومن نزع يده من طاعته جاء يوم القيامة لا حجة له.
Pertanyaan:
Untuk
menghindari, maka perlu mengetahui siapa yang dimaksudkan imam dalam hadits
tersebut?
Jawab:
Yang dimaksud
imam dalam hadits tersebut adalah melalui salah satu tiga jalan yaitu:
بيعة أهل الحل والعقد
باستخلاق إمام قبله
باستيلاء ذى الشوكة
Dasar Pengambilan:
- Bughyatut al-Mustarsyiddin. Hal. 247
Terjemah:
Sah
menjadikan imam dengan bai’atnya ahli halli wal aqdi dari ulama pemimpin, dan
tokoh masyarakat yang bersepakat atau dengan penggantian dari imamsebelumnya
atau dengan pengangkatan orang yang berkuasa walaupun tidak memenuhi sarat.
Mas’alah:
Darimana
asalnya pelaksanaan rukat itu? Dan bagaimana hukumnya?
Jawab:
Ditafsil :
boleh, jika dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan suci dari
hal-hal yang dilarang. Haram, jika tidak dimaksudkan untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan mengandung larangan agama. Kufur, jika dimaksudkan untuk
menyembah kepada selain Allah.
Dasar Pengambilan:
- I’anatut Tholibbin. Hal. 349
Terjemah:
Apabila
mensodaqohkan makanan tersebut dengan tujuan mendekatkan diri (taqorub) pada
Allah agar terhindar dari kejahatan jin maka tidak haram karena tidak ada
taqorrub pada selain Allah, apabila ditujukan pada jin maka haram hukumnya.
Bahkan apabila bertujuan mengagungkan dan menyembah pada selain Allah maka
kufur karena diqiyaskan pada nashnya dalam masalah penyembelihan (dzabbi).
Mas’alah :
Berhubung masa sekarang tidak sedikit orang yang tidak menyebabkan
tidak sahnya sholat jum’ah ikut melakukan sholat jum’ah terutama di masjid-masjid
kota, sedangkan pada umumnya mereka itu tidak mengerti/tidak memperhatikan
apakah takbirotul ihrom mereka itu sesudah takbirotul ihromnya orang yang
menyebabkan sahnya sholat jum’ah. Maka bagaimanakah hukumnya sholat seseorang
yang menyebabkan tidak sahnya sholat jum’ah seperti tersebut di atas ?
Jawab :
Terdapat perbedaan pendapat diantara ulama’ : sebagian mengatakan
sah, dan sebagian lagi mengatakan tidak.
Dasar pengambilan :
- Al-Hawasyi Al-Madaniyah. II. 40
Terjemah :
Imam Khotib dan Imam Romli berpendapat bahwa yang mu’tamad adalah
tidak menyaratkan sedang Al-Romli menuqil dalam kitab Nihayah dari fatwa
ayahnya, Ibnu Hajar dalam kitab Fathi Al Jawad mengatakan bahwa pendapat
tersebut adalah qoul aujah dan mu’tamad. Di dalam kitab tuhfah tidak disyaratkan
lebih akhirnya pekerjaan mereka (orang yang tidak berkewajiban sholat jum’ah)
dan pekerjaannya orang yang menjadi sahnya sholat jum’ah.
Mas’alah :
Sudah menjadi kebiasaan daerah, jual beli dengan system tebasan
sebelum masak betul dan tidak langsung dipetik seperti padi, mangga, tebu dan
lain-lainnya. Apakah ada pendapat yang membolehkan ?
Jawab :
Ada, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah
Dasar pengambilan :
- Rohmatul Ummah. Hal 138
Terjemah :
Tidak boleh jual beli buah-buahan dan padi sebelum masak betul
dengan tidak mensyaratkan langsung dipetik menurut Imam Malik, Imam Syafi’I dan
Imam Ahmad. Imam Abu Hanifah berkata : jual beli tersebut sah secara mutlak dan
menuntut untuk segera dipetik.
Mas’alah :
Pada suatu waktu datanglah teman saya untuk meminta modal sebesar
lima juta rupiah kepada saya untuk berdagang. Dan teman saya tersebut sanggup
member hasil tetap setiap bulan sekian persen dari modal. Kesanggupan member
hasil tetap tadi bukan atas permintaan saya sebagai pemilik modal, tetapi dari
teman saya tersebut.
Pertanyaan :
Bolehkan menurut hukum Islam saya menerima pemberian hasil tetap
sebagaimana tersebut di atas ?
Jawab :
Hukum menerima pemberian sari orang yang minta modal yang berjanji
akan member persen secara tetap untuk setiap bulannya tidak boleh kecuali kalau
tidak diucapka di dalam aqad.
Dasar pengambilan :
- Al –Mizan. II/72
Mas’alah :
Sudah tersiar berita bahwa syeh di Mekah yang meminta uang dari
jamaah haji, tidak menyembelih binatang pada hari qurban dan hari-hari tasyriq.
Tetapi mereka hanya menyembelim ayam dan ikan sarden. Apakah ada pendapat yang
menganggap cukup penyerahan uang dam tersebut? Dan apakah ada pendapat yang
mencukupkan untuk menyembelih ayam ?
Jawab :
Boleh dan cukup, kecuali kalau diketahui secara yakin bahwa mereka
tidak menyembelih.
Mas’alah :
Terjadi dalam pengadilan agama suatu persidangan syiqoq antara
suami istri lalu mengangkat dua hakim dari pihak suami dan pihak istri menurut
qoul yang kedua sebagai wakil dari hakim/qodli. Dan apabila kedua hakim
tersebut tidak mendapatkan persamaan pendapat, maka hakim mengangkat kedua
hakim lelaki yang terdiri dari pegawai kantor yang bersangkutan, kemudian
apabila kedua hakim yang baru terjadi kedua hakim yang pertama, maka hakim atau
qodli menjatuhkan talaq tanpa persetujuan suami bahkan adakalanya suami tidak
hadir pada persidangan itu.
Pertanyaan :
Dapatkah dibenarkan tindakan hakim yang bersitimbath atas sebagian
ulama’ seperti yang tercantum di dalam kitab Ghoyatut Al-Marom karangan Syeh
Muhyiddin Mufti Makkah?
غاية المرام .............
Jawab :
Hukum tersebut tidak dibenarkan, karena beristimbat pada pendapat
yang tidak terkenal. Masalah tersebut telah dibahas dalam Mu’tamar NU ke XV
Dasar pengambilan
:
- Hasyiah Al-Syarqowi. II. 276
Terjemah :
Apabila masing-masing antara suami atau istri mengaku/saling menuduh lainnya dan
permasalahannya hampir sama (sama punya alasan) maka seorang qodli wajib
mengangkat hakam (juru runding) diantara keduanya yang dapat diterima kedua
belah pihak. Untuk menyidik perkara keduanya setelah disertai permasalahan dari
suami dan permasalahan dari istri. Dan apa saja yang menyangkut keduanya.
Kemudian hakam supaya melakukan yang lebih maslahat, apakah damai atau cerai.
Allah SWT berfirman, yang artinya : “jika kalian khawatir terjadi syiqoq
(perpecahan) antara keduanya, maka angkatlah juru hakam dari kedua suami dan
juru hakam dari keluarga istri (QS. An-Nisa’ : 35). Disunnahkan keberadaan juru
hakam dari kedua keluarga dengan dasar ayat tersebut. Dan juru hukum dari
keluarga itu akan lebih mengetahui kemaslahatan dari keluarga itu sendiri. Dan
juru hakam itu sebagai wakil dari keluarganya. Bukan sebagai orang yang
mengadili seperti hakim secara umum. Dan pula kondisi seperti itu terkadang
mengakibatkan pertentangan atau perpisahan. Dan budlu’ (kemaluan perempuan) itu
hak suami, dan harta benda itu haknya istri, dan keduanya adalah pandai (yang
mengetahui haknya) maka juru hukum tidak boleh menguasai hak dari keduanya, dan
ia di posisi sebagai wakil. Yaitu juru hakim dari pihak laki-laki mewakili
tholaq dan menerima iwadl (pengganti maskawin yang diberikan istri) dan juru
hakam dari pihak istri sebagai orang yang mewakili menyerahkan iwadz dan
menerima tholaq. Kemudian kedua juru hukum itu disyaratkan harus islam,
merdeka, adil dan member petunjuk pada tujuan pengangkatan dirinya. Dan sunnah
kedua juru hakam itu laki-laki keduanya.
- Ahkamul Fuqoha’. II. 128-129
ولو اشتد ..........
Mas’alah
Bagaimana
hukumnya air ledeng/ pet yang sudah kecampuran bahan kimia kaforit yang baunya
dan rasanya sudah berubah? Apakah sifat kemutlakannya masih tetap thohir
muthohir.
Jawab: tidak ada jawabannya
Dasar
Pengambilan:
- Hamisy al-bajuri, I : 31
Terjemah:
Dan
air yang berubah, artinya macamnya air yang berubah salah satu sifat-sifatnya
dengan suatu suci yang mencampurinya dengan perubahan yang dapat menghalangi kemutlakan namanya air itu
dinamakan air suci tapi tidak mensucikan.
- Al-bajuri, I : 31
: 216. Tuhfa muhtaj syarah minhaj
Bank
mata adalah semacam badan atau yayasan yang tugasnya antara mencari dan
mengumpulkan daftar orang-orang yang menyatakan dirinya rela di ambil bola
matanya sesudah mati untuk kepentingan manusia.
Jawab:
Hukumnya Bank Mata adalah sama
hukumnya pencangkokan diatas, sebagaimana keterangan dan penjelasan diatas. Hal
ini sesuai dengan qoidah ushul fiqih yang berbunyi :
للوسائل حكم المقاصد
Mas’alah:
Bagaimana hukumnya cangkok ginjal
dan jantung?
- Cangkok ginjal ialah mengganti ginjal seseorang dengan ginjal orang lain. Ginjal pengganti itu dapat diambil dari orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati. Pengambilan ginjal dari orang yang hidup itu mungkin karena setiap orang mempunyai dua ginjal.
- Transplantasi jantung ialah mengganti jantung seseorang dengan jantung orang lain. Transplatasi jantung ini hanya dapat di lakukan dari orang yang sudah mati saja, karena setiap orang hanya mempunyai satu jantung.
Kiranya
sangat sulit melakukan transplatasi ginjal dan jantung dari binatang. Karena
dua hal ini dibutuhkan adanya persamaan antara darah yang memberikan ginjal
atau jantung
(
donor) dengan orang yang mendapatkan ganti ginjal atau jantung tadi.
Jawab:
Hukumnya cangkok ginjal dan jantung
sama dengan hukumnya pencangkokan mata.
Mas’lah:
Bagaimana kedudukan hukum/status
syar’I lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah daerah dihubungkan dengan
ketentuan-ketentuan fiqih tentang amil?
Jawab:
Hukumnya lembaga zakat yang dibentuk
oleh pemerintah daerah adalah sah, karena pemerintah Indonesia mempunyai hak
syar’I untuk membentuk amil.
Dasar
Pengambilan dalil:
- Al- Mauhibah IV : 130
والصنف الخامس العاملون عليها، ومنهم الساعى الذى يبعثه
الإمام الأخذ الزكوات، وبعثه واجب، والعاملون عليها أى الزكاة يعنى من نصبه الإمام
فى أخذ العاملة من الزكوات.
Terjemah:
Kelompok kelima adalah amiluu
‘aalaiha (amil dari zakat) termasuk kelompok amil adalah orang yang
menjalankan, yang dibentuk oleh imam untuk mengumpulkan / mengambil zakat. Yang
dimaksud amil zakat ialah orang yang ditugasi oleh imam (kepala Negara) untuk
mengambil, melakukan dari harta zakat.
- I’anatu Al-Tholibin, III : 315
- Minhaju Al-Qiwim, : 115
- Ahkamu Al-Fuqoha, III : 8
هل يصح ماقره مجلس العلماء فى تشيقا ناس فى 3-7 مارس سنة
1954 بأرئس جمهورية إندونسيا الحالى ( سوكارنو ) ولى الأمر الضررى بالشوكة أولا؟
نعم يصح ذلك المقرر، كما فى الجزء الأول من شرح الإحياء
وعبارته : الأصل العاشر أنه لو تعذر وجود الورع والعلم فيمن يتصدى للإمامة .....
إلى أن قال: وذلم محل، ونحن نقضى بنفوذ قضاء أهل السبغى فى بلادهم، لمسيس حاجتهم
فكيف لانقضى بصحة الإمامة عند الحاجة والضرورة.
- Kifayatu Al-Ahyar, II : 159
قال الغزالى : واجتماع هذه الشروط متئذر فى عصرنا لخلو
العصر عن المجتهد المستقل، فالوجه تنفيذ قضاء كل من ولاه سلطان ذوشوكة وإن كان
جاهلا أوفاسقا لئلا تتعطل مصالح المسلمين. قال الإمام الرافعى وهذا أحسن.
Terjemah:
Imam
ghozali berkata lengkaplah persyaratan ini, pada zaman sekarang sulit, karena
tidak adanya yang mencapai derajat mujtahid mustaqil maka konsekuensinya sah
pemerintahnya orang yang mempunyai syaukah (kekuatan) meskipun bodoh, agar
tidak terjadi kekosongan atas kemaslahatan orang-orang muslim. Dan imam
Ar-Rofi’I mengatkan hal itu lebih baik.
Mas’lah:
Bagaimana hukumnya zakat yang
ditasyarufkan kepada masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan social,
keagamaan dan lain-lain. Sabgaimana yang berlaku ditengah masyarakat umum?
Jawab:
Memberikan
zakat kepada masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan social, keagamaan
dan lain-lain tidak boleh, akan tetapi ada pendapat : imam Qofal menukil dari
sebagian ahli fiqih, zakat boleh ditasarufkan kepada sector-sektor tersebut
diatas, atas nama sabilillah.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Bughyatu al-murtasyidin, : 106
لايستحق المسجد شيئا من الزكاة مطلقا، إذلايجوز صرفها إلا
لحر مسلم، ومثله مافى المزان الكبرى فى الجزء الثانى من باب قسم الصدقات، وعبارته
: إتفق الأئمة الأربعة على أنه لايجوز أخراج الزكاة لبناء مسجد أوتكفين ميت.
Terjemah:
Masjid
tidak berhak sedikit pun secara mutlak mengambil bagian zakat, karena tidak
boleh mentasarufkan zakat kecuali pada
orang yang merdeka yang muslim, begitu juga yang ada dalam kitab mizan kubro.
- Tafsir munir, I : 344
ونقل القفال من بعض الفقاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى
جميع وجوه الخير، من تكفين ميت وبناء الحصون وعمارة المساجد، لأن قوله تعالى
"فى سبيل الله" فى الكل.
Terjemah:
Imam
Al-Qofal menukil dari sebagian ahli fiqih, bahwa mereka memperbolehkan
mentasarufkan sodaqoh (zakat) kepada segala sector kebaikan, seperti:
mengkafani mayat, membangun pertahanan, membangun masjid dst. Karena kata-kata
sabilillah itu mencakup umum (semuanya).
Mas’lah:
Apakah
wajib zakat bagi penanam tanaman yang bukan tanaman zakawi (seperti yang sudah
di nash) dengan tujuan di perdagangkan, seperti tanaman tebu, cengkeh dan
sesamanya?
Jawab:
Menanam
tanaman yang bukan tanaman zakawi dengan niat diperdagangkan, apabila telah
memenuhi syarat-syarat tijaroh, maka wajib zakat seperti zakat barang dagangan.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Busyrol Karim, II : 50
وروى أبو دود بإخراج الصدقة مما يعد للبيع
Terjemah:
Imam
Abu Dawud meriwayatkan, agar disuruh mengeluarkan sedekah (zakat) terhadap
segala sesuatu yang diperuntuhkan dijual.
- Al-Hawasi al-madaniyah, II : 95
وقد قررنا أن مالازكاة فى عينه تجب فيه زكاة التجارة من
الجذوع والتين والأرض إذ ليس فى هذه المذكورات زكاة عين، ومالازكاة فى عينه تجب
فيه التجارة.
Terjemah:
Dan telah kami tetapkan,
sesungguhnya sesuatu yang tidak termasuk mal zakawi (harta benda yang harus di
zakati menurut ainnya) wajib baginya zakat tijaroh (perdagangan). Seperti kayu,
buah tin, tanah, karena jenis-jenisnya tidak termasuk di zakati secara ain
(kondisi barang) dan segala yang tidak dizakati secara ain. Harus dizakati
dengan zakat tijaroh, (perdagangan / 2,5 % ).
Mas’alah:
Apakah
wajib zakat usaha perniagaan mutakhir (modern) yang bergerak didalam bidang
jasa, seperti perhotelan, pengangkutan dan sesamanya?
Jawab:
Perniagaan
jasa seperti perhotelan pengangkutan dan sesamanya, adalah termasuk ijaroh yang
mengandung arti tijaroh, maka wajib zakat.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Kifayatu al-akhyar, I : 178
ولو أجر الشخص ماله أونفسه وقصد بالأجرة إذا كانت
عرضاللتجارة تصير مال تجارة، لأن الإجارة معاوضة.
Terjemah:
Jika
seseorang memperkerjakan dirinya atau hartanya dengan tujuan dapat ongkos
ketika jadi harta untuk tijaroh (perdagangan) maka jadilah harta perdagangan,
karena ongkos adalah mu’awadloh.
- Al-Mauhibah, IV : 31( belum ketemu)
- Al-Majmu’, VI : 49
ومن أجر نفسه أو شخصا أخر بعوض من العروض بقصد التجارة صار
ذلك العرض مال تجارة فتجب الزكاة.
Terjemah:
Siapapun
yang mempekerjakan dirinya atau orang lain dengan ongkos atau ganti rugi harta
dengan tujuan berdagang, maka jadilah harta perdagangan. Dan wajib mengeluarkan
zakat.
Mas’alah:
Bagaimana
yang berlaku secara umum dibidang keuangan dengan digantikannya peranan uang
mas/perak oleh uang kertas, cek, obligasi, saham-saham perusahaan dan
macam-macam kertas berharga. Apakah wajib zakat?
Jawab:
Uang
kertas, cek, obligasi, saham-saham perusahaan dan sesamanya, apabila telah
mencapai seharga emas satu nisob dan telah haul, maka wajib zakat seperti emas.
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Ahkamul Fuqoha, I : 57 (belum ketemu)
- Al-Mauhibah , IV
- Al-fiqih ala madzibil arba’ah, I : 605
جمهور الفقهاء يرون وجوب الزكاة فى الأوراق المالية،
لأنهاحالت محل الذهب والفضة فى التعامل.
Terjemah:
Jumhurul
fuqoha (pembesar orang-orang ahli fiqih), memandang kewajiban zakat terhadap
kertas berharga, karena ia diposisikan sebagaimana emas dan perak dalam
transaksi.
Mas’alah:
Bagaimana hukum pemotongan hewan
dengan mesin?
Jawab:
Hukum
memotong hewan dengan mesin adalah halal, jika mesin dan cara memotongnya
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Pemotongnya seorang muslim/ ahlu kitab yang asli
- Alat mesin yang di pergunakan, merupakan benda tajam yang bukan dari tulang atau kuku
- Sengaja menyembelih hewan tersebtut
Dasar
Pengambilan Dalil:
- Bujairomi wahab, IV : 286
وشرط فى الذبح قصد اى قصد العين أو الجنس بالفعل (قوله قصد
العين) وإن أخطأفى ظنه، أو الجنس فى الإصابة – ح ل – والمرد بقصد العين أو بالجنس
بالفعل أى قصد إيقاع الفعل على العين أو على واحد من الجنس وإن لم يقصد الذبح.
Terjemah:
Syarat
alat untuk menyembelih harus tajam yang bisa melukai seperti pisau besi, bambu,
batu, timah, emas, perak, kecuali (tidak boleh) dengan tulang dan kuku. Dengan
dasar hadits shohih bukhori dan muslim: sesuatu yang dapat mengalirkan darah
dengan menyebut nama Allah maka makanlah selama bukan dengan tulang dan kuku.
Artinya yang di samakan adalah semua jenis tulang.
يعلم من قوله الآتى أو كونها جارية سباع او طير الخ ... حيث
أطلق فيه ولم يشترط أن تقتله بوجه مخصوص. فيسفاد من الإطلاق أنه يحل مقتولها بسائر
أنواع القتل.
Terjemah:
Telah
diketahui dari kata-kata yang akan datang adanya alat memotong hewan, dapat
melukainya binatang atau burung dst.
Sekira dimutlakkan dan tidak disyaratkan, cara membunuh dengan cara yang
khusus, maka dapat diambil pengertian halal apa yang di bunuh binatang dengan
segala cara membunuh.
Hal ini terbatas pada kondisi
darurat, supaya tidak terjadi keberanian melakukan pembohongan. Dalam
pengertian tersebut di atas banyak sekali hadis-hadis yang menceritakan. Tauban
berkata : berbohong semuanya adalh berdosa, kecuali berbohong yang memberi
kemanfaatan kepada orang Islam atau menolak bahaya.
2. Al-Ihya' Ulumu Al-Dien III : 147
وعن النواس بن سمعا الكلاب قال قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم. مالى أراكم تتهافتون فى الكذب تهافت الفراش فى النار؟ كل الكذب يكتب على ابن
آدم لا محالة الاّ ان يكذّب الرّجل فى الحرب فإنّ الحرب خدعة او يكون بين الرّجلين
شحناء فيصلح بينهما او يحدث امرأته يرضيها.
Terjemah :
Diriwayatkan dari An-Nawwas bin Sama' Al-Killab, ia berkata
: Rasulullah SAW besabda : apa bagi saya melihat kalian semua sama melontarkan
kata-kata bohong seperti melemparkannya semut ke arah api? Semua nohong ditulis
membahayakan (jelek) bagi anak adam, kecuali berbohongnya seorang laki-laki
dalam berperang, sesungguhnya berperang adalah tipuan. Atau berbohong diantara
dua laki-laki yang bertengkar, kemudian dapat mendamaikan keduanya (dengan
berbohong) atau menasehat istrinya agar ia ridho.
3.
Irsyadul Ibad hal : 71
(تنبيه) الكذب
عند أهل السنة وهو الإخبار بالشيئ على خلاف ما هو عليه سواء أعلم ذلك وتعمّد أملا،
وأمّا العلم والتّعمّد فإنّما هما شرطان للإثم (واعلم) أنّه قد يباح وقد يجب،
فالضابط أنّ كلّ مقصود محمود يمكن التّوصّل إليه بالكذب وحده فمباح إن أبيح تحصيل
ذلك المقصود، وواجب إن وجب تحصيل ذلك كما لو رأى معصوما اختفى من ظالم يريد قتله
أو إيذاءه.....الخ
Terjemah :
(peringatan) Bohong menurut ahli sunnah
ialah mengabarkan sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan, baik ia mengetahui,
dan sengaja atau tidak. Mengetahui dan sengaja itu menjadi syarat keduanya
terhadap dosa (bila diterjang). Perlu
diketahui : setiap berbohong yang betujuan terpuji, dan bisa mencapainya
itu dengan jujur atau bohong, maka bohong di situ haram hukumnya, namun bila
mencapai tujuan itu hanya bisa dengan jalan membohongi, maka bohong di situ
boleh bila yang dituju hal yang boleh (mubah) dan bohong bisa menjadi wajib
bila yang dituju itu hal yang wajib. Seperti ia mengetahui orang yang baik dan
sedang bersembunyi dari orang dzolim atau ingin membunuhnya, kemudian ia
membohonginya, itu adalah wajib.
Mas'alah :
Bagaimana hukumnya seseorang yang berhutang uang dengan
memberikan tanggungan sebidang tanah, yang hasil tanah tersebut diambil oleh
orang yang memberi hutang. Selam hutang tersebut belum dilunasi, maka tanah
tersebut masih dikelola oleh pemilik uang dan hasilnya tetap diambil olehnya ?
Jawab :
Hukumnya haram, karena tersebut menghutangi yang bertujuan
mengambil kemanfaatan, akan tetapi apabila syarat mengambil keuntungan hasil
tanah itu tidak dimasukkan dalam aqad (Shulbi Al-Aqdi)
Dasar pengambilan :
1.
I'anatu Al-Tholibin III : 56
(قوله ومن
الرّبا بالقرض) اى ومن ربا القرض وهو كل
قرض جر نفعا للمقرض غير نحو رهن لكن لا يحرم عندنا الاّ اذا شُرِطَ فى عقد.
Terjemah :
(perkataan penyusun Fathu Al-Mu'in) : termasuk riba Qordhu)
artinya : termasuk riba Qordhu yaitu setiap hutang yang menarik keuntungan bagi
yang menghutangi selain gadai. Tetapi menurut kita (golongan Syafi'iyah) tidak
haram, kecuali jika disyaratkan pada waktu aqad (maka itu haram).
2.
Hasyiyah Jamal 'Ala Syarhil Minhaj
III : 75
والحاصل فى كلامهم انّ كلّ شرط مناف لمقتضى العقد انّما يبطله
اذا وقع فى صلب العقد او بعده وقبل لزومه بخلاف ما لو تقدّم عليه ولو فى مجلسه.
Terjemah :
Kesimpulan dari pembicaraan ahli fiqih : setiap syarat yang
mematikan pada muqtadlol Aqdi (kondisinya Aqid) itu bisa batal jika syarat itu
terjadi dalam transaksi atau setelah aqad tapi belum ketetapan lain halnya jika
syarat lebih dahulu meskipun dalam satu majlis.
3.
Bughyatul Mustarsyidin : 176
(مسئلة ب) مذهب
الشافعى انّ مجرّد الكتابة فى سائر العقود والاخبارات والانشئات ليس بحجّة شرعيّة.
Terjemah :
(masalah B) Madzhab Imam Syafi'i : bahwa hanya dengan
tulisan pada semua aqad dan berita-berita dan anjuran (Insya') tidak dapat
dijadikan satu-satunya alasan menurut syariat.
Mas'alah :
Menurut keterangan kitab tauhid Al Hushunu Al Hamidiyah hal
50 : "Adapun penyakit yang boleh menghinggapi para Rasul, yang dengan
penyakit itu lalu para manusia sama menyingkir karena jijik dan lain
sebagainya, maka itu muhal terjadinya bagi para Rasul. Penyakit tersebut semacam
gila, jatuh pingsan, lepra/kusta, buta. Adapun penyakit yang diderita oleh Nabi
Ayyub AS itu adalah penyakit kulit (exem) yang tidak menyebabkan larinya umat
dari sisi beliau. Sedang cerita yang terkenal yang menyebabkan larinya umat
dari sisi beliau, itu semua batal. Apakah penyakit yang menimpa Nabi Ayyub AS
sebagaimana yang diceritakan dalam dalam kitab 1. Durrotunnasikhin hal 194, dan
Aroisul Majalis hal 138, itu masih termasuk sift jaiz bagi Rasul dan bukan
sebagai keterangan kitab Aqidatul Awam :
وجائز فى حقهم من عرض بغير
نقص كخفيف المرض
Jawab :
Penyakit tersebut tidak menyebabkan larinya umat dari taat
beliau, dan masih termasuk dalam keterangan kitab Aqidatul Awam di atas
Dasar pengambilan :
1.
Asnal Madtolib, hal 278, 279
وقصّة سيّدنا أيوب عليه السّلام وانّ الله سلّط عليه إبليس
فنفح عليه فأصابه الجذام حتى تناثرت الدّود من بدنه...الخ من المنفرات طبعا كلّ
ذلك زور كذب وافتراء محض ولا عين بمن نقل وإن كان من الأجِلاّء حيث فى كتاب وسنة
رسوله ولا من طريق ضعيف ولا واه، بل هو مجرّد نقل بغير سند.
Terjemah :
Cerita Nabi Ayyub AS. Sesungguhnya Allah SWT menguasakan
kepada iblis atas diri Ayyub AS, kemudian iblis meniupnya lalu Ayyub AS kena
penyakit jusam (kusam) sampai set (ulat kulit) sama berjatuhan dari badannya
...dst... termasuk yang menggiriskan menurut hal kebiasaan. Hal itu semua
bohong dan mengada-ada dan tidak melihat orang yang menukil, walaupun dari
golongan terkemuka. Tidak ada dalam kitab atau sunnah Rasul, dan tidak ada pula
dari jalan yang Dho'if dan lemah. Bahkan cerita itu hanya mengambil pendapat
tanpa ada sanadnya.
2.
Tuhfatul Murid Syarah Jauharut
Tauhid
3.
Al Jami'u Al Ahkamu Al Qur'an oleh
Al Qurtubi XV / 340
4.
Fatawi Kubro
Salam hurmat lan ta'dzhim kulo, Gus Dahlan…. ( Santri Mbeling )
BalasHapusustadz, saya orang awam yang kurang mafhum dengan jawaban yang terlalu singkat dari permasalahan ini, mohon diperjelas lagi.
BalasHapusMas'alah :
Bagaimana hukumnya seseorang yang berhutang uang dengan memberikan tanggungan sebidang tanah, yang hasil tanah tersebut diambil oleh orang yang memberi hutang. Selam hutang tersebut belum dilunasi, maka tanah tersebut masih dikelola oleh pemilik uang dan hasilnya tetap diambil olehnya ?
Jawab :
Hukumnya haram, karena tersebut menghutangi yang bertujuan mengambil kemanfaatan, akan tetapi apabila syarat mengambil keuntungan hasil tanah itu tidak dimasukkan dalam aqad (Shulbi Al-Aqdi)
Dasar pengambilan :
1. I'anatu Al-Tholibin III : 56
(قوله ومن الرّبا بالقرض) اى ومن ربا القرض وهو كل قرض جر نفعا للمقرض غير نحو رهن لكن لا يحرم عندنا الاّ اذا شُرِطَ فى عقد.
Terjemah :
(perkataan penyusun Fathu Al-Mu'in) : termasuk riba Qordhu) artinya : termasuk riba Qordhu yaitu setiap hutang yang menarik keuntungan bagi yang menghutangi selain gadai. Tetapi menurut kita (golongan Syafi'iyah) tidak haram, kecuali jika disyaratkan pada waktu aqad (maka itu haram).