Pertanyaan:
Ada sebuah pengajian yang sudah
berlangsung lama.
Pengajian diharapkan bisa mengarahkan jama’ah untuk mengerti dan memahami apa hakikat dari mereka mengaku orang Islam.
Pengajian diharapkan bisa mengarahkan jama’ah untuk menjalankan atau menerapkan apa yang dipelajari, dilihat, didengar kedalam kehidupan sehari hari sebagai wujud dari pembelajaran tersebut.
Pengajian diharapkan bisa mengarahkan jama’ah untuk mengerti dan memahami apa hakikat dari mereka mengaku orang Islam.
Pengajian diharapkan bisa mengarahkan jama’ah untuk menjalankan atau menerapkan apa yang dipelajari, dilihat, didengar kedalam kehidupan sehari hari sebagai wujud dari pembelajaran tersebut.
Fakta nya , jama’ah pengajian masih
tetap suka melakukan apa yang tidak dianjurkan oleh Islam. Apakah ini yang
disebut dengan sebuah proses ? Sebuah fase bermetamorfosis ?
Bisa jadi demikian, bila mereka baru
sekali mengikuti kegiatan pengajian. Pertanyaannya , bagaimana bila mereka
telah berkali kali hadir dalam sebuah pengajian, tapi tidak ada perubahan ?
Yang salah ustadz atau jama’ahnya ?
Kenapa jama’ah masih ada yang
bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasarnya, bahkan masih ada yang ber
putus asa ?
Jawaban:
Pertanyaan yang sering
dipertanyakan, “yang salah Ustadz atau Jama’ahnya ?’
Setelah kami kaji permasalahannya
adalah pada umumnya ustadz hanya menyampaikan 2 pokok agama dari 3 pokok agama
yang harus disampaikan kepada jama’ahnya
3 pokok agama tersebut ada
disampaikan dalam hadits seperti,
Telah menceritakan kepada kami
Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir dari Umarah -yaitu Ibnu
al-Qa’qa’- dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah dia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: ‘Kalian bertanyalah kepadaku‘. Namun mereka takut dan
segan untuk bertanya kepada beliau.
Maka seorang laki-laki datang lalu
duduk di hadapan kedua lutut beliau, laki-laki itu bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, apakah Islam itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Islam adalah
kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat,
membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.‘
Dia berkata, ‘Kamu benar.’
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah iman itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Kamu beriman
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian pertemuan
dengan-Nya, beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari
kebangkitan serta beriman kepada takdir semuanya‘.
Dia berkata, ‘Kamu benar‘.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Kamu takut
(khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.‘
Dia berkata, ‘Kamu benar‘.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Tidaklah orang
yang ditanya tentangnya lebih mengetahui jawabannya daripada orang yang
bertanya, akan tetapi aku akan menceritakan kepadamu tentang tanda-tandanya;
yaitu bila kamu melihat hamba wanita
melahirkan tuannya. Itulah salah satu tanda-tandanya.
(Kedua) bila kamu melihat orang yang tanpa alas kaki telanjang, tuli, bisu menjadi pemimpin (manusia) di bumi. Itulah salah satu tanda-tandanya.
(Ketiga) apabila kamu melihat penggembala kambing saling berlomba tinggi-tinggian dalam (mendirikan) bangunan. Itulah salah satu tanda-tandanya dalam lima tanda-tanda dari kegaiban, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, kemudian beliau membaca: ‘(Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakan-Nya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal) (Qs. Luqman: 34).
(Kedua) bila kamu melihat orang yang tanpa alas kaki telanjang, tuli, bisu menjadi pemimpin (manusia) di bumi. Itulah salah satu tanda-tandanya.
(Ketiga) apabila kamu melihat penggembala kambing saling berlomba tinggi-tinggian dalam (mendirikan) bangunan. Itulah salah satu tanda-tandanya dalam lima tanda-tanda dari kegaiban, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, kemudian beliau membaca: ‘(Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakan-Nya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal) (Qs. Luqman: 34).
Kemudian laki-laki tersebut bangun
(mengundurkan diri), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Panggillah
dia menghadapku! ‘ Maka dia dicari, namun mereka tidak mendapatkannya. Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Laki-laki ini adalah
Jibril yang berkeinginan agar kalian mempelajari (agama) karena kalian tidak
bertanya‘. (HR Muslim 11)
Tiga pokok agama yang disimpulkan
dari percakapan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Malaikat
Jibril a.s yakni,
Apakah Islam
Apakah Iman
Apakah Ihsan
Apakah Iman
Apakah Ihsan
Yang disampaikan oleh para Ustadz
umumnya adalah 2 pokok saja yakni
Apakah Islam
Apakah Iman
Apakah Iman
Para Ustadz pada umumnya tidak
menyampaikan “apakah Ihsan”
Dari hadits di atas Rasulullah
menjelaskan tentang Ihsan adalah “Kamu takut (khasyyah) kepada Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Norma, adab, perilaku, akhlak ada
didalam Ihsan. Mereka yang bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasar,
bahkan masih ada yang berputus asa adalah karena mereka minimal tidak meyakini
bahwa Allah Azza wa Jalla melihat mereka, mereka tidak meyakini bahwa Allah
Azza wa Jalla mengurus ciptaanNya dan Dia tidak tidur. (Al Baqarah [2]:255)
Muslim yang meyakini diawasi/dilihat
oleh Allah -Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb dengan hati
(ain bahiroh) atau atau muslim yang Ihsan atau muslim yang bermakrifat maka ia
mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari
perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar.
Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan
Akhlak.” (HR Ahmad).
Oleh karenanya seorang ustadz
sebaiknya menyampaikan ketiga pokok agama yakni Islam, Iman, Ihsan agar
terbentuk muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang ihsan atau muslim yang
bermakrifat yakni muslim yang dapat menyaksikan Allah dengan hati mereka (ain
bashiroh).
Islam dan Iman dikenal dengan
syariat sedangkan Ihsan dikenal dengan tasawuf.
Imam As Syafi’i ~rahimahullah
menasehatkan kita untuk menjalankan perkara syariat sebagaimana yang mereka
sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai muslim
yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang
Ihsan
Imam Syafi’i ~rahimahullah
menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi seorang
yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya
mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin
memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak
mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa.
Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu
fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam
Asy-Syafi'i, hal. 47]
Begitupula dengan nasehat Imam Malik
~rahimahullah bahwa menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi
manusia berakhlak baik
Imam Malik ~rahimahullah
menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa
mempelajari fiqih (perkara syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang
belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan
keduanya terjamin benar” .
Imam Nawawi ~rahimahullah berkata :
“ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam
sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling
dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari
pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat
suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut
Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)
Jika mereka menjalankan perkara
syariat tidak diikuti dengan menjalankan tasawuf atau mereka tidak
memperhatikan amalan batin mereka maka mereka akan sebagaimana Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam telah sampaikan sebagai “Shalat mereka tidak
sampai melewati batas tenggorokan” (HR Muslim 1773) maknanya sholat
mereka sebatas dzahirnya saja atau amalan lahirnya saja, tidak sampai kepada
bathin (qalbu) mereka atau tidak bermanfaat atau mempengaruhi kepada hati atau
bathin mereka yang mengatur jasad lahir sehingga sholat mereka tidak mencegah
perbuatan keji dan mungkar, sholat mereka tidak mencegah mereka dari
bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasar, bahkan masih ada yang
berputus asa.
Selengkapnya Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda “akan muncul suatu firqah/sekte/kaum dari umatku
yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat
mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al
Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka,
namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak
sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak
panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan
keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh
dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025,
11/46)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al
Ankabut [29]:45).
Sholat mereka tidak menumbuhkan
keyakinan akan pengawasan Allah atau pengawasan Allah tidak tertanam dalam
jiwanya atau qalbunya.
Segelintir kaum muslim, ibadah
sholat mereka sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang
bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu),
sebagaimana robot sesuai programnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian,
tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Tidaklah mereka mencapai sholat yang
dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa “Ash-shalatul
Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. yaitu
naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju
ke hadirat Allah.
Dalam sebuah hadist Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila sholat
maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka
hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan”
Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya
sembahyang (Sholat) itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka
yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan
kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar