Jumat, 09 Agustus 2013

Apakah Ihsan


Pertanyaan:

Ada sebuah pengajian yang sudah berlangsung lama.
Pengajian diharapkan bisa mengarahkan jama’ah untuk mengerti dan memahami apa hakikat dari mereka mengaku orang Islam.
Pengajian diharapkan bisa mengarahkan jama’ah untuk menjalankan atau menerapkan apa yang dipelajari, dilihat, didengar kedalam kehidupan sehari hari sebagai wujud dari pembelajaran tersebut.
Fakta nya , jama’ah pengajian masih tetap suka melakukan apa yang tidak dianjurkan oleh Islam. Apakah ini yang disebut dengan sebuah proses ? Sebuah fase bermetamorfosis ?
Bisa jadi demikian, bila mereka baru sekali mengikuti kegiatan pengajian. Pertanyaannya , bagaimana bila mereka telah berkali kali hadir dalam sebuah pengajian, tapi tidak ada perubahan ?
Yang salah ustadz atau jama’ahnya ?
Kenapa jama’ah masih ada yang bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasarnya, bahkan masih ada yang ber putus asa ?
Jawaban:
Pertanyaan yang sering dipertanyakan, “yang salah Ustadz atau Jama’ahnya ?’
Setelah kami kaji permasalahannya adalah pada umumnya ustadz hanya menyampaikan 2 pokok agama dari 3 pokok agama yang harus disampaikan kepada jama’ahnya
3 pokok agama tersebut ada disampaikan dalam hadits seperti,
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir dari Umarah -yaitu Ibnu al-Qa’qa’- dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah dia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Kalian bertanyalah kepadaku‘. Namun mereka takut dan segan untuk bertanya kepada beliau.
Maka seorang laki-laki datang lalu duduk di hadapan kedua lutut beliau, laki-laki itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Islam adalah kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.
Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah iman itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian pertemuan dengan-Nya, beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkitan serta beriman kepada takdir semuanya‘.
Dia berkata, ‘Kamu benar‘. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Dia berkata, ‘Kamu benar‘. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Tidaklah orang yang ditanya tentangnya lebih mengetahui jawabannya daripada orang yang bertanya, akan tetapi aku akan menceritakan kepadamu tentang tanda-tandanya;
yaitu bila kamu melihat hamba wanita melahirkan tuannya. Itulah salah satu tanda-tandanya.
(Kedua) bila kamu melihat orang yang tanpa alas kaki telanjang, tuli, bisu menjadi pemimpin (manusia) di bumi. Itulah salah satu tanda-tandanya.
(Ketiga) apabila kamu melihat penggembala kambing saling berlomba tinggi-tinggian dalam (mendirikan) bangunan. Itulah salah satu tanda-tandanya dalam lima tanda-tanda dari kegaiban, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, kemudian beliau membaca: ‘(Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakan-Nya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal)
(Qs. Luqman: 34).
Kemudian laki-laki tersebut bangun (mengundurkan diri), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Panggillah dia menghadapku! ‘ Maka dia dicari, namun mereka tidak mendapatkannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Laki-laki ini adalah Jibril yang berkeinginan agar kalian mempelajari (agama) karena kalian tidak bertanya‘. (HR Muslim 11)
Tiga pokok agama yang disimpulkan dari percakapan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Malaikat Jibril a.s yakni,
Apakah Islam
Apakah Iman
Apakah Ihsan
Yang disampaikan oleh para Ustadz umumnya adalah 2 pokok saja yakni
Apakah Islam
Apakah Iman
Para Ustadz pada umumnya tidak menyampaikan “apakah Ihsan”
Dari hadits di atas Rasulullah menjelaskan tentang Ihsan adalah “Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Norma, adab, perilaku, akhlak ada didalam Ihsan. Mereka yang bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasar, bahkan masih ada yang berputus asa adalah karena mereka minimal tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla melihat mereka, mereka tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla mengurus ciptaanNya dan Dia tidak tidur. (Al Baqarah [2]:255)
Muslim yang meyakini diawasi/dilihat oleh Allah -Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb dengan hati (ain bahiroh) atau atau muslim yang Ihsan atau muslim yang bermakrifat maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Oleh karenanya seorang ustadz sebaiknya menyampaikan ketiga pokok agama yakni Islam, Iman, Ihsan agar terbentuk muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang ihsan atau muslim yang bermakrifat yakni muslim yang dapat menyaksikan Allah dengan hati mereka (ain bashiroh).
Islam dan Iman dikenal dengan syariat sedangkan Ihsan dikenal dengan tasawuf.
Imam As Syafi’i ~rahimahullah menasehatkan kita untuk menjalankan perkara syariat sebagaimana yang mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang Ihsan
Imam Syafi’i ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47]
Begitupula dengan nasehat Imam Malik ~rahimahullah bahwa menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi manusia berakhlak baik
Imam Malik ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajari fiqih (perkara syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar” .
Imam Nawawi ~rahimahullah berkata : “ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)
Jika mereka menjalankan perkara syariat tidak diikuti dengan menjalankan tasawuf atau mereka tidak memperhatikan amalan batin mereka maka mereka akan sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah sampaikan sebagai “Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan”  (HR Muslim 1773) maknanya sholat mereka sebatas dzahirnya saja atau amalan lahirnya saja, tidak sampai kepada bathin (qalbu) mereka atau tidak bermanfaat atau mempengaruhi kepada hati atau bathin mereka yang mengatur jasad lahir sehingga sholat mereka tidak mencegah perbuatan keji dan mungkar, sholat mereka tidak mencegah mereka dari bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasar, bahkan masih ada yang berputus asa.
Selengkapnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “akan muncul suatu firqah/sekte/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Sholat mereka tidak menumbuhkan keyakinan akan pengawasan Allah atau pengawasan Allah tidak tertanam dalam jiwanya atau qalbunya.
Segelintir kaum muslim, ibadah sholat mereka sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai programnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Tidaklah mereka mencapai sholat yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.
Dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila sholat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan”
Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya sembahyang (Sholat) itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar