Senin, 25 Januari 2016

KH GHOLIB : KOMANDAN PASUKAN HIZBULLAH LAMPUNG

KH. Gholib dilahirkan pada tahun 1899 di Kampung Modjosantren, Krian, Jawa Timur. Ayahnya bernama K. Rohani bin Nursihan dan ibu Muksiti. Sejak kecil, beliau tak lagi mengenal ayahnya yang mengembara entah ke mana. Kecuali sempat memberi uang seringgit sesaat sebelum Gholib dikhitan. Sejak usia 7 tahun, sang ibu menyerahkan Gholib kepada Kiai Ali Modjosantren yang sangat masyhur didesanya untukbelajar ilmu agama, Al-Qur’an, Ilmu Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Akhlaq dan sebagainya. Setelah itu, Gholib muda lalu berguru dengan tokoh amat berpengaruh, pendiri Nahdlatul Ulama, K.H.’Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Tebuireng, dan K.H. Kholil di Bangkalan Madura.

Sejak remaja, Gholib senang mengembara menuntut ilmu agama lslam. Dalam waktu tak terlalu lama, KH. Gholib telah hafal ribuan hadits Nabi SAW. la tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu yang berhubungan dengan masalah ubudiyah atau agama tetapi llmu hikmah pun dipelajarinya dari pesantren ke pesantren; dari satu guru ke guru lainnya. Ilmu hikmah yang didapatkannya, sewaktu-waktu diperlihatkan untuk menarik perhatian masyarakat saat menyebarkan Islam di 27 kota dan desa, mulai dari Jawa timur hingga Johor dan Singapura. Kebiasaan ini tetap dilakukan hingga dewasa sembari mengembangkan syiar lslam. Saat menginjak dewasa, Gholib menikahi wanita bangsawan Jawa yang bernama Syiah’iyah. Namun, sampai akhir hayat ia tidak dikaruniai keturunan. Ia kemudian mengangkat tiga anak angkat yaitu : Zamjali, Rubu’iyyah, dan Romlah.

Pada tahun 1927 KH. Gholib pergi merantau ke Singapura. Saat itu, beliau bertemu dengan M. Anwar Sanpawiro. Sanpawiro adalah orang jawa yang berasal dari Kecamatan Pagelaran Lampung. Ketika itu, M. Anwar Sanpawiro menceritakan tentang kolonialisasi di Lampung dari Jawa kepada KH. Gholib.

Cerita ini menarik perhatian beliau dan membuahkan pemikiran untuk hijrah ke Lampung. Setelah berdiskusi dengan istrinya, KH. Gholib berangkat menuju Lampung dengan tujuan kecamatan Pagelaran dengan Kapal Laut. Setibanya di Lampung KH. Gholib tinggal sementara di rumah M. Anwar Sanpawiro.

Setelah mempelajari situasi Pagelaran dan Pringsewu, beliau membeli sebidang tanah di Fajaresuk untuk dibangun rumah tinggal dan Masjid. Tak lama tinggal di Fajaresuk, KH. Ghalib memilih tinggal di Desa Pringsewu dengan membeli sebidang tanah di sebelah utara pasar Pringsewu. Setalah itu beliau mendirikan tempat tinggal berlantai tanah, berdinding gribik dan beratap alang-alang. Beliau juga membangun sebuah masjid yang berlantaikan semen, berdinding papan dan beratap genteng yang kemudian terkenal dengan nama Masjid KH. Gholib.

Masjid ini kemudian digunakan sebagai tempat untuk mengajarkan Agama Islam kepada orang-orang tua dan anak-anak sekitar.

Melihat perkembangan Majelis ta’limnya yang cukup pesat, KH. Gholib terus mengembangkan pendidikan agama Islam dengan mendirikan pondok Pesantren. Pendidikan yang dibentuk pertama adalah sebuah Madrasah dengan santri awal sebanyak 20 orang. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, perkembangan santri sangat pesat. Selain KH. Gholib, guru pertama yang mengajar di Madrasah ini adalah Ustadz M. Nuh dari Cianjur, Jawa Barat. Kemudian atas izin KH. Gholib Ustadz M. Nuh mengundang saudara iparnya, Ustadz Muhyidin untuk membantu mengajar di madrasah ini.

Kemudian pada tahun 1934, KH. Gholib kedatangan seorang asisten Demang bernama Najamuddin bersama adiknya Ustadz Ja’far. Pada awalnya Kedatangan mereka berdua adalah untuk bersilaturahmi. Namun, atas permintaan KH. Gholib Ustadz Ja’far akhirnya mengajar di Madrasah. Kemudian para Ustadz yang menyusul ikut berjuang mendidik di madrasah ini adalah Ustadz Aijib Isma’il Abu Abut ( Seorang keturunan Arab-banten), Ustadz Sayid Alwi Al-mahdali (dari Teluk Betung).

Dengan semakin bertambahnya tenaga pendidik di madrasah ini, maka semakin bertambah pula jumlah santri yang belajar di Madrasah Pesantren KH. Gholib. Banyak para Ustadz yang datang membantu mengajar diantaranya : Ustadz sayid Umar Al-Munawwar (Semarang), Sayid Abdulloh (Bondowoso), M. Saleh dan M. Sen (Palembang), Ustadz Abu Yazid (Sungkai Utara), KH. Arief (Serang).

Sistem pendidikan yang dikembangkan oleh KH. Gholib di Madrasahnya mendapat sambutan positif dari masyarakat sekitar. Sehingga jumlah santri bertambah dengan pesat mencapai 1000 orang yang berasal dari Lampung, Jambi, Bengkulu dan Palembang. Untuk menopang ekonomi Pesantren, KH. Gholib mengembangkan usaha berupa Pabrik Tapioka, rotan, poliklinik dan juga membangun pasar. Ini ditujukan untuk membiayai kehidupan para santri dan para Ustadz.

Untuk diketahui, KH Ghalib merupakan tokoh ulama besar sekaligus tokoh pejuang kemerdekaan. Beliau juga merupakan komandan pasukan Tentara Hizbullah yang terkenal gagah berani berjuang melawan pendudukan Belanda dan Jepang, bukan hanya di wilayah Pringsewu atau Lampung namun hingga wilayah Sumatera Selatan dan sekitarnya.

KH Ghalib sendiri gugur ditangan pasukan Belanda pada tahun 1949, dan dimakamkan tak jauh dari pesantren miliknya di Pringsewu Barat.

http://ltnnupringsewu.blogspot.com/2012/03/kh-gholib.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar