Rabu, 27 Januari 2016

Jangan suka menuduh sesama muslim, kafir, syirik, bid’ah.

“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca (menghafal) al-Qur’ân, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’ân dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allâh, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Bukhâri dalam at-Târîkh, Abu Ya’la, Ibnu Hibbân dan al-Bazzâr).

Musyrik itu adalah orang yang menyembah selain Allah atau mempersekutukan Allah. Ini adalah dosa terbesar yang tidak diampuni oleh Allah. Selain syirik besar, ada juga syirik kecil seperti mengakui adanya jimat/pusaka yang memiliki kekuatan selain Allah.

Meski demikian, kita tidak boleh sembarangan menuduh sesama Muslim sebagai musyrik atau kafir hanya dengan menduga/mengamati tanpa adanya pengakuan si pelaku bahwa dia memang menyembah Tuhan selain Allah.

Banyak hal-hal yang sekilas menurut kita aneh, tapi sebetulnya itu bukan Syirik/Musyrik. Contohnya saat Iblis diperintah Allah sujud kepada Nabi Adam. Itu bukan syirik menyembah Adam. Tapi perintah Allah untuk menghormati Nabi Adam. Saat Nabi mencium Hajarul Aswad (batu hitam), itu bukanlah menyembah Hajarul Aswad. Saat orang memegang Ka’bah sambil mulutnya komat-kamit berdoa. Itu bukan berarti dia menyembah Ka’bah. Bisa jadi dia penasaran dgn Ka’bah dan ingin tahu bagaimana rasanya memegang Ka’bah sambil berdoa kepada Allah.

Saat kita ziarah ke makam Nabi dan berdoa sambil menghadap jenazah Nabi, itu bukan berarti kita syirik dan menyembah Nabi. Tapi kita tetap berdoa kepada Allah seraya menyampaikan sholawat kepada Nabi Muhammad. Nabi sendiri pernah saat ziarah kubur kemudian berdoa. Jika ada orang yang ekstrim dan dangkal ilmunya, bisa jadi dia mengira orang yang berdoa itu berdoa kepada kuburan dan menyembah kuburan.

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu berikut menunjukkan bolehnya hal itu,

أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ أَوْ شَابًّا، فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عَنْهَا أَوْ عَنْهُ، فَقَالُوا: “مَاتَ”. قَالَ: “أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي؟”. قَالَ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا أَوْ أَمْرَهُ. فَقَالَ: “دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ!”. فَدَلُّوهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَ: “إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ”.

“Dikisahkan seorang wanita hitam atau pemuda biasa menyapu masjid. Suatu hari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kehilangan dia, sehingga beliaupun menanyakannya.

‘Dia sudah meninggal’ jawab para sahabat.

‘Mengapa kalian tidak memberitahuku?’

Mereka seakan tidak terlalu menaruh perhatian terhadap orang tersebut.

Beliau berkata, ‘Tunjukkan padaku di mana kuburannya?’

Setelah ditunjukkan beliau shalat atasnya, lalu bersabda, ‘Sesungguhnya para penghuni kuburan ini diliputi kegelapan. Sekarang Allâh meneranginya lantaran aku shalat atas mereka.’” H.R. Bukhari (I/551 no. 438) dan Muslim (II/659 no. 956) dengan redaksi Muslim.

Syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik. Mereka yang berkemenyan, sajen dlsb itu, tetap tak mungkin kita pastikan mereka musyrik, karena kita tak tahu isi hatinya, sebagaimana Rasul saw murka kepada Usamah bin Zeyd ra yang membunuh seorang pimpinan Laskar Kafir yang telah terjatuh pedangnya, lalu dengan wajah tak serius ia mengucap syahadat, lalu Usamah membunuhnya, ah? betapa murkanya Rasul saw saat mendengar kabar itu.., seraya bersabda : APAKAH KAU MEMBUNUHNYA PADAHAL IA MENGATAKAN LAA ILAAHA ILLALLAH..?!!, lalu Usamah ra berkata: Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah.., maka beliau saw bangkit dari duduknya dengan wajah merah padam dan membentak : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, lalu Rasul saw maju mendekati Usamah dan mengulangi ucapannya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, Usamah ra mundur dan Rasul saw terus mengulanginya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, hingga Usamah ra berkata : Demi Allah dengan peristiwa ini aku merasa alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini..(maksudnya tak pernah berbuat kesalahan seperti ini dalam keislamanku). (Shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yang sama no.159)

Orang-orang Kristen ada yang bilang ummt Islam menyembah batu hitam atau Ka’bah. Saya marah dan megatakan itu tidak benar karena di berbagai ayat Al Qur’an seperti Al Ikhlas, Tuhan Islam itu satu: Allah.

Tapi saat saya mencoba memahami bagaimana mereka bisa beranggapan begitu, memang kalau kita melihat orang sujud sholat menghadap Ka’bah, orang yang tidak paham akan mengira ummat Islam menyembah Ka’bah. Padahal itu tidak benar bukan?

Begitu pula saat orang mencium Hajarul Aswad atau Sholat Jenazah menghadap ke kuburan. Orang yang awam dan Su’u DZhon mengira mereka menyembah kuburan. Padahal jika kita mau tabayyun ke yang melakukan itu, niscaya kita paham itu tidak benar.

Begitu pula orang-orang yang berdoa di kuburan orang2 saleh. Belum tentu mereka menyembah orang saleh. Bisa jadi mereka mendoakan orang2 saleh tsb.

Ingat.!! Tuduhan itu akan Kembali Pada Pelaku /Penuduh.

Konsekwensi yang harus diterima bagi orang-orang yang mudah menuduh Kafir atau Musyrik adalah meraka yang berhak menerima predikat Kafir dan Musyrik. Rasulullah Saw bersabda: “Idzaa qaala ar-rajulu ‘Yaa Kaafiru’ fa qad baa’a bihi ahaduhumaa”, artinya: “Barangsiapa berkata kepada saudaranya ‘Wahai Kafir’, maka sungguh perkataan itu kembali kepada salahsatunya” (HR al-Bukhari No 5638 dari Ibnu Umar)

Hadis ini diperkuat dengan hadis lain: “Laa yarmii rajulun rajulan bil fusuqi wa laa yarmiihi bil kufri illa irtaddat ‘alaihi in lam yakun shaahibuhu kadzalika”. Artinya: “Tidaklah seseorang menuduh kepada orang lain dengan kefasikan (dosa besar) atau dengan kekufuran, kecuali tuduhan itu kembali kepada penuduh, jika yang dituduh tidak sesuai dengan tuduhannya” (HR al-Bukhari No 5585 dari Abu Dzarr)

Bagaimana bisa tuduhan itu kembali kepada pelaku atau penuduh? Syaikh al-Qasthalani menjawab: “Sebab, jika yang menuduh itu benar, maka orang yang dituduh adalah kafir. Namun jika penuduh tersebut dusta (karena yang dituduh tidak kafir), maka penuduh tersebut telah menjadikan iman sebagai kekufuran. Dan barangsiapa yang menjadikan iman sebagai kekufuran, maka ia telah Kafir. Hal ini sebagaimana penafsiran al-Bukhari” (Irsyaad as-Saari ‘ala Syarh al-Bukhaarii 9/65)

Para Sahabat Tidak pernah Menuduh Kafir atau Musrik

Atsar shahabi dari Anas juga menyebutkan bahwa: “Yazid al-Raqqasyi bertanya pada sahabat Anas: Wahai Abu Hamzah. Sesungguhnya orang-orang bersaksi bahwa kita adalah ‘kufur dan syirik’. Anas berkata: Merekalah makhluk yang paling jelek” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Mushili, dalam al-Musnad IV/132)

Begitupula sahabat Jabir bin Abdillah: “Dari Abu Sufyan: Saya bertanya kepada Jabir yang sedang akan ke Makkah, ia berada di Bani Fihr; ‘Apakah kamu memanggil dengan sebutan Musyrik kepada seseorang yang (salat) menghadap ke Qiblat?’ Jabir menjawab: Saya berlindung kepada Allah. Dia terkejut. Lalu bertanya lagi: ‘Apakah kamu memanggil dengan sebutan Kafir kepada mereka?’ Jabir menjawab: Tidak!’ (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Mushili, dalam al-Musnad IV/207, dengan sanad yang sahih)

Dua sahabat Rasulullah ini menolak tuduhan Kafir atau Musrik. Sahabat Anas yang dituduh Kafir, justru menolaknya. Sementara Sahabat Jabir juga menolak untuk mengatakan Kafir dan Musyrik kepada umat Islam yang Salat menghadap Ka’bah.

Buat yg memvonis bakar kemenyan/kayu gaharu sebagai musyrik mudah2an hadits di bawah jadi pelajaran. Di antaranya dari website ulama Wahabi, Firanda, sendiri.

Membakar kemenyan/kayu gaharu sebetulnya sunnah Nabi. Makanya banyak orang mengekspor gaharu ke Arab. Itu sekedar pengharum ruangan sehingga jadi nyaman. Meski ulah dukun yg bakar kemenyan itu musyrik, namun membakar kemenyan/kayu gaharu tetap sunnah Nabi karena ada dalilnya:

Buat yg menghukum bakar menyan pasti musyrik, silahkan kaji hadits2 berikut:

Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, setinggi kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal iniitba’ dengan Rasulullah saw. beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa.

Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Beberapa hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits:

اذا جمرتم الميت فأوتروا

Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ganjilkanlah (HR. Ibnu Hibban dan Alhakim)

Addailami juga menerangkan

جمروا كفن الميت

Artinya: Ukuplah olehmu kafan maayit

Dan Ahmad juga meriwayatkan:

اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا

Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali

Bahkan beberapa sahabat berwasiat agar kain kafan mereka diukup

أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود

Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu

Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda

جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم (رواه الطبرانى)

Artinya; Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci. (HR. Al-Thabrani).

Hadits-hadits di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah mentradisi di zaman Rasulullah saw dan juga para sahabat. Hanya saja media wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi. Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal keduanya merupakan pengharum ruangan andalan pada masanya.

“Rombongan yang pertama kali masuk surga bentuk mereka seperti bentuk rembulan di malam purnama, mereka tidak berludah, tidak beringus, tidak buang air. Bejana-bejana mereka dari emas, sisir-sisir mereka dari emas dan perak, pembakar gaharu mereka dari kayu india, keringat mereka beraroma misik, dan bagi setiap mereka dua orang istri, yang Nampak sum-sum betis mereka di balik daging karena kecantikan. Tidak ada perselisihan di antara mereka, tidak ada permusuhan, hati-hati mereka hati yang satu, mereka bertasbih kepada Allah setiap pagi dan petang” (HR Al-Bukhari no 3073)

Nabi memang suka yang wangi2. Zaman dulu tidak ada pewangi rungan macam bayfresh, dsb. Jadi membakar kemenyan/gaharu/qusth/cendana adalah satu cara. Ini ada hadits lagi: Hadis riwayat Ummu `Athiah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak halal bagi seorang wanita berkabung atas seorang mayat selama lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama itu ia tidak boleh mengenakan pakaian yang dicelup kecuali pakaian yang sangat sederhana. Ia juga tidak boleh memakai celak mata dan juga tidak boleh memakai wewangian, kecuali hanya sedikit dari qusth (sejenis cendana yang digunakan untuk membuat asap yang wangi) atau azhfar (sejenis wewangian). (Shahih Muslim No.2739)

Ini ada 1 tulisan bagus agar kita tidak sembarang menuduh sesama Muslim itu Musyrik.

Karena Syirik itu dosa yg paling besar. Yg menuduh juga jika keliru, maka mendapat dosa yg paling besar. Padahal lidahnya enteng sekali mengatakan itu: Wahai saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik.

Mereka yang berkemenyan, sajen dlsb itu, tetap tak mungkin kita pastikan mereka musyrik, karena kita tak tahu isi hatinya, sebagaimana Rasul saw murka kepada Usamah bin Zeyd ra yang membunuh seorang pimpinan Laskar Kafir yang telah terjatuh pedangnya, lalu dengan wajah tak serius ia mengucap syahadat, lalu Usamah membunuhnya, ah? betapa murkanya Rasul saw saat mendengar kabar itu.., seraya bersabda : APAKAH KAU MEMBUNUHNYA PADAHAL IA MENGATAKAN LAA ILAAHA ILLALLAH..?!!, lalu Usamah ra berkata: Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah.., maka beliau saw bangkit dari duduknya dengan wajah merah padam dan membentak : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, lalu Rasul saw maju mendekati Usamah dan mengulangi ucapannya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, Usamah ra mundur dan Rasul saw terus mengulanginya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, hingga Usamah ra berkata : Demi Allah dengan peristiwa ini aku merasa alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini..(maksudnya tak pernah berbuat kesalahan seperti ini dalam keislamanku). (Shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yang sama no.159)

Dan juga dari peristiwa yang sama dengan riwayat yang lain, bahwa Usamah bin Zeyd ra membunuh seorang kafir yang kejam setelah kafir jahat itu mengucap Laa Ilaaha Illallah, maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya : MENGAPA KAU MEMBUNUHNYA..?!,

Usamah menjawab : Yaa Rasulullah, ia telah membunuh fulan dan fulan, dan membantai muslimin, lalu saat kuangkat pedangku kewajahnya maka ia mengatakan Laa Ilaaha illallah.., lalu Rasul saw menjawab : LALU KAU MEMBUNUHNYA..?!!, Usamah ra menjawab : benar, maka Rasulullah saw berkata : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!, maka Usamah berkata : Mohonkan pengampunan bagiku Wahai Rasulullah??, Rasul saw menjawab dengan ucapan yang sama : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!!, dan beliau terus mengulang ulangnya.. (Shahih Muslim Bab 41 no.160).

Kita tak bisa menilai orang yang berbuat apapun dengan tuduhan syirik, dia berkomat kamit dengan sajen dan mandi sumur tujuh rupa dan segala macam kebiasaan orang kafir lainnya, ini merupakan adat istiadat biasa, tak mungkin kita mengatakannya musyrik hanya karena melihat perbuatannya, kecuali ia ber ikrar dengan lidahnya.

Satu contoh, seorang muslim mandi air kembang, berendam di air mawar, lalu menaruh keris di pinggangnya, lalu menyalakan kemenyan, lalu ia shalat, musyrikkah ia?,

dan orang lain mandi dengan shower, berendam di air hangat, menggunakan busa mandi, lalu menaruh pistol dipinggangnya, lalu menyemprotkan pewangi ruangan, lalu shalat, musyrikkah dia?,
apa bedanya?, keduanya melakukan kebiasaan orang kafir..

Kesimpulannya adalah, tidak ada kalimat musyrik bisa dituduhkan kepada siapapun terkecuali dengan kesaksian lidahnya.

Hati-hatilah dengan ucapan syirik,

Karena bila seseorang muslim kalian tuduh musyrik, maka kalian sudah menuduh pernikahannya batal, istrinya haram dikumpulinya, jima dengan istri terhitung zina, anaknya tak bernasab padanya, kewaliannya atas putrinya tidak sah, dan bila keluarganya wafat ia tak mewarisi dan bila ia wafat tak pula diwarisi, ia diharamkan shalat, diharamkan dikuburkan di pekuburan muslimin.

Bagaimana kalian akan mempertanggung jawabkan semua tuduhan itu nanti dihadapan Allah wahai saudaraku Kaum wahabi.????

Mana selogan kalian tentang kembali ke Al-quran dan As-sunnah,?? Kok malah kalian yg menyalainya.!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar