FIQH HISAB RUKYAH
A. FIQIH HISAB RUKYAH
a. Pengertian
Fiqh : mashdar faqaha-yafqahu-fuqhan. Berarti pengetahuan dan pemahaman. Al-fiqh, al-‘ilm, al-fahm adalah kata sinonim.
Hisab : perhitungan. Didunia islam istilah “hisab” sering digunakan sebagai metode penghitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bumi.
Beberapa metode yang dikenal dalam khazanah untuk menentukan ijtima’ (konjungsi) pada posisi hilal dan awal pada akhir ramadhan :
1. Hisab haqiqi tarqibi.
2. Hisab haqiqi tahqiqi.
3. Hisab haqiqi kontenporer.
Zubair Umar Al-jailani (khulosatu wafiyah) : hisab rukyah merupakan nama lain dari :
Ilmu hisab : ilmu penghitungan untuk mengetahui posisi benda-benda langit.
Ilmu rasd : mempelajari lintasn-lintasan benda langit seperti matahari, bumi, bulan.
Rukyah : aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtima’.
Mazhab hisab dan mazhab rukyah : penetapan bulan qamariyah adalah hal yang sering diperdebatkan dibandingkan dengan yang lainnya. Persoalan ini disebut klasik (mendapatkan perhatian dari semenjak awal islam oleh pemikir-pemikir islam) dan aktual (terjadi hampir setiap tahun palagi, bulan ramdhan, syawal, dzulhijjah).
Lintasan sejarah dunia : penemuan pertama ilmu hisab (astronomi) yakni Nabi Idris as – abad ke-28 embiro ilmu falak mulai tampak – pada masa Rasullullah belum masyhur.
b. Bagaiman gambaran fiqh hisab rukyah di indonesia
Hadits : “berpuasalah kamu karena melihat hilal (tanggal) dan berbukalah (berlebaranlah) kamu karena melihat tanggal. Bila tertutup oleh mendung, maka smepurnakalah 30 hari”. (HR Bukhari & Muslim)
1. Nahdhatul Ulama
Muktamar NU ke-27 disitubondo 1984- muktamar NU ke-30 di lirboyo kediri “pemikirannya dalam poin berikut” :
a. Menurut catatan sejarah rasullullah, khulafa’urrasyidin dan seluruh ,mazhib al- arbagah dalam penetapan awal bulan ramadhan, syawal dan dzul hijjah selalu berdasarkan al-hilal tidah pernah rukyah.
b. Berdasarkan hadits hisab rukyah penetapan awal bulan ramadhan, syawal dan dzulhijjah harus berdasrkan rukyatul hilal atau menyempurnakan 30 hari. Oleh karena itu penetapan hisab tidak wajib diikuti.
c. Rukyatul hilal hanya dapat diberlakukan dalam satu kawasan wilayah al-hukmi (satu negara), sehingga rukyah internasional tidak dapat diterima.
2. Muhammadiyah
Muktamar tarjih yang berlangsung pada tanggal 23-28 april 1972 pencongan wiradesa pekalongan :
a. Berpijak pada pemahaman hadits-hadits dan al-qur’an surah yunus ayat 5. Penetapan awal ramadhan, syawal dan dzulhijjah dengan rukyah yang muktabar dan tidak berhalanagn menggunakan hisab.
b. Rukyah yang muktabar menurut muhammadiyah adalah bila dinyatakan oleh hisab bahwa hal itu sudah wujud.
“ apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum tampak, atau sudah wujud tetapi tidak kelihatan, padahal keyataannya ada orang melihat pada malam itu juga, majelis tarjih memutuskan bahwa rukyahlah yang muktabar” mazhab hisab.
3. Pemerintah
Metode imkan al-rukyah (dapat dilihat). Wewenang “hukmu al-hakim ilzam wa yarfa’u al iktilaf” keputusan pemerintah menetapkan dan menghilangkan perbedaan.
Tokoh pendukung Al-qolyubi : “posisi hilal mungkin dilihat” dengan rukyah (segala yang dapat memberikan dugaan yang kuat (dzanni) bahwa hilal telah ada di ufuk dan mungkin dapat dilihat. Awal bulan dapat ditentukan berdasarkan hisab qath’i. Sehingga kaitannya dengan rukyah posisi hilal dinilai berkisar pada 3 keadaan :
a. Pasti tidak mungkin dapat dilihat.
b. Mungkin dapat dilihat.
c. Pasti dapat dilihat.
B. FIQH ARAH KIBLAT
a. Pengertian
Berasal dari kata “qaabala asyi’ asyi’” : sesuatau yang menghadap kepada sesuatu yang lain. Karena saling berhadapan antara keduanya.
Ka’bah : ungkapan sebuah jisim yang beratap yang mempunyai tembok dan juga berpondasi dan bertempat pada suatu tempat.
Kiblat : posisi dari ka’bah itu berada “ka’bah yang berada diposisi ka’bah”.
Kiblat menurut para ahli :
a. Abdul aziz dahlan dkk : banguna atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah.
b. Harun Nasution : sebagai aranh menghadap pada waktu shalat.
c. Mochtar effendi : sebagai arah shalat, arah ka’bah dikota mekkah.
d. DARI : suatu arah tertentu bagi kaum muslimin untuk mengarahkan wajagnya dalam melakukan shalat.
e. Slamet hambali : arah menuju ka’bah lewat jalur terdekat yang mana setiap muslimin dalam mengerjakan shalt harus menghadap kearah tersebut.
f. Muhyidin khozin : arah atau jarak terdekat panjang lingkaran besar yang melewati ke ka’bah dengan tempat kota yang bersangkutan.
g. Nurmal Nur : arah menuju ke ka’bah di masjidil haram mekkah, dalam hal ini seorang muslim wajib menghadapkan mukanya tatkala ia mendirikan shalat atau dibaringkan jenazahnya diliang lahat.
Kiblat : suatu arah yang dituju untuk menghadap ketika seorang muslimin melaksanakan shalat.
b. Baitullah
Ka’bah atau baitullah : bahasa ungkapan atau istilah dari bangunan suci yang berada didalam masjidil haram. Apabila batu ka’bah dipindahkan maka otomatis ka’bah itu akan berpindah.
Dr. Mushtafa al-khin dan Dr. Mustafa al-bugha : kiblat adalah ka’bah al-muusyarrafah (shalat harus menghadap kepada subtansi dari pada ka’bah bukan arah)/
c. Hukum Menghadap Kiblat
Fuqaha’ dan mujtahid : wajib dan merupakan syarat sah shalat.
Tergantung mushalli. Yang dekat dengan ka’bah maka wajib menghadap secara sempurna (syafi’i & hambali). Sedangkan yang sulit menghadap ke kiblat secara sempurna, sebaiknya mengikuti menghadap ke’bah secara dzoniyah (maliki & hanafi).
Hukum mengetahui arah kiblat adalah wajib, mempelajari ilmunya fardlu kifayah.
C. FIQIH WAKTU SHALAT
a. Pengertian dan dasar hukum
Shala-yashilu-shalatan (do’a). Al- ahzab 56 :
1. Umat islam - do’a.
2. Malaikat – permohonan ampun untuk nabi.
3. Allah - pemberian rahmat.
Secara syar’i shalat yang diwajibkan itu telah ditentukan waktunya. Al-Qur’an tidak menerangkan secara terperinci waktu-waktu pelaksanaan shalat lima waktu. Al-Qur’an hanya menyatakan bahwa shalat itu merupakan kewajiban yang telah ditetapkan waktunya bagi orang-orang yang beriman.
Sebagaimana telah dinyatakan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 103, at-thaha 130 dan al-isra’ 78. Akan tetapi di dalam hadits Rasulullah Saw waktu-waktu shalat telah dinyatakan secara terperinci, batas awal sampai batas akhir waktu setiap shalat.
Waktu Shalat Dhuhur
Dimulai sejak Matahari tepat berada di atas kepala namun sudah agak condong ke arah barat. Istilah yang sering digunakan dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah tergelincirnya Matahari (sebagai terjemahan bebas dari kata zawalus syamsi) hingga ketika bayangan lebih panjang daripada bendanya maka waktu shalat zuhur telah berakhir.
Waktu Shalat Ashar
Mulai dari tergelincirnya Matahari hingga bayangannya lebih panjang dari bendanya hingga beberapa saat menjelang terbenamnya Matahari.
Waktu Shalat Maghrib
Mulai dari terbenamnya Matahari sampai hilangnya warna merah di ufuk barat. Hadist yang diriwayatkan Muslim dari Abdullah bin Umar menerangkan bahwa waktu shalat magrib berlangsung selama tidak hilangnya warna merah di ufuk barat.
Waktu Shalat Isya
Mulai dari hilangnya warna merah di ufuk barat sampai terbitnya fajar shadiq atau menjelang terbitnya fajar shadiq. Waktu terbaik bagi shalat isya ialah pada sepertiga malam atau seperdua malam.
Waktu Shalat Subuh
Mulai dari terbit fajar shadiq sampai terbitnya Matahari. Fajar dalam istilah bahasa arab bukanlah Matahari. Sehingga ketika disebutkan terbit fajar, bukanlah terbitnya Matahari. Fajar shadiq ialah fajar putih yang sinarnya terbentang di ufuk timur, lawan dari fajar kadzib yaitu fajar putih yang memanjang dan mengarah ke bagian atas di pertengahan langit.
Waktu Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah ketika waktu dhuha. Para ulama fikih berbeda pendapat tentang ketentuan waktunya. Menurut Susiknan Azhari, waktu dhuha dihitung 20 menit sesudah Matahari terbit sampai menjelang kulminasi Matahari. Dalam syari’at Islam waktu shalat dhuha dimulai sejak Matahari setinggi tombak. Menurut pendapat ahli falak saat itu ketinggian Matahari sekitar 4º 42’ dari kaki langit sebelah timur
Waktu Terbit
Waktu terbitnya Matahari disebut juga waktu Syuruq. Waktu syuruq menandakan berakhirnya waktu Shubuh. Waktu terbit Matahari (waktu syuruq) dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu.
D. FIQIH GERHANA
a. Pengertian Gerhana
Dalam bahasa arab disebut kusuf (gerhana matahari “kusuf al-syamsi) yang artinya menutupi, yaitu bulan menutupi matahari atau khusuf (gerhana bulan “ khusuf al-qamar) yang artinya memasuki, yaitu bulan memasuki banyangan bumi.
Dalam bahasa inggris : gerhana matahari “ eclipse of the sun” atau “ solar eclipse” dan gerhana bulan “eclipse of the moon” atau “lunar eclipse”.
b. Terjadinya gerhana
Matahari : terjadi pada saat ijma’ (konjungsi), bulan dan matahari berada disalah satu titik simpul atau didekatnya. Terjadi 2 – 5 kali dalam setahun, hanya dapat dilihat dibeberapa tempat permukaan bumi saja.
Bulan : terjadi saat istiqbal (oposisi), dimana bulan berada pada salah satu titik sampul lainya atau didekatnya, sementara matahari berada pada jarak bujur astronomi 180 derajat dari posisi bulan.
c. Proses terjadinya gerhana
Gerhana bulan : matahari – bumi – bulan.
Gerhana matahari : posisi bulan terletak diantara bumi dan matahari sehingga menutupi sebagian atau seluruh cahaya matahari. Walaupun bulan lebih kecil. Bayangannya mampu melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena bulan yang berjarjarak 384.400 km dari bumi lebih dekat dibandingkan matahari yang mempunyai jarak rat-rata 149.680.000 km.
d. Fiqih hisab rukyah gerhan.
Tidak ada permasalahan dan sekat antara kedua mazhab.
Hisab : memakai cara menghitung kapan terjadinya gerhana.
Rukyah : menyatakan terjadinya gerhana dengan langsung melihatnya.
Perhitungan dimulai sejak kuranh lebih 721 SSM oleh babilonia.
e. Dasar hukum gerhana bulan dan matahari
Q.S al-furqan 45-46 & Q.S fushilat 37. Dan hadits yang menjelaskan perintah melaksanakan shalat gerhana.
f. Pendapat ulama tentang shalat gerhana
Hukum
4 mazhab : sunnah muakkad, bukan wajib.
Imamiyyah : fardhu ‘ain atas setiap-tiap mukallaf.
Cara melaksankannya :
hanafi : tidak mempunyai bentuk khusus, tetapi dikerjakan 2 rakaat, seperti shalat sunnah yang lain. Satu qiyam dan satu ruku’ untuk tiap-tiap rakaat. Boleh juga lebih 2 rakaat.
Hambali, syafi’i, maliki : 2 rakaat, tiap-tiap rakaat 2 qiyam & satu ruku’.
Jamaa’ah atau tidak :
Semua mazhab sepakat berjama’ah.
Hanafi : sendir dirumah.
Waktu : semua sepakat dari munculnya gerhana sampai sempurna lenyapnya.
Semua mazhab sepakat bahwa shalat gerhan tidak didahului azan akan tetapi hany iqamah, hanya diseruka ash-sholah.
Abu kamal bin as-sayyid “ shahih fiqih sunnah “ :
a. Hukum shalat gerhana sunnah muakkad dan berjamaah. (gerhana matahari)
b. Sunnah sama persisi seperti shalat-shalat lainnya. (gerhana bulan)
E. FIQIH AWAL BULAN QAMARIYAH
a. Pengartian
As-syahr atau al-syahrah : kemasyhuran dan kesombongan.
Al-syarh : al-qamar (lunar) benda menjadi satelit bumi. Karena sifatnya nampak yang jelas.
Ibnu sayid : al-syarh (bulan) adalah satu waktu tertentu yang sudah terkenal dari beberapa hari, dipopulerkan dengan bulan, karena sebagai tanda memulai dan mengakhiri bulan.
Qamariyah : penghitungan bulan yang didasarkan pada sistem peredaran bulan mengelilingi bumi.
b. Sejarah tahun qamariyah
Disebut juga tahun hijriyah. Terjadi pada masa umar bin khatab (634-644/ 2 tahun kepemimpinannya)
Dilatar belakangi persoalan yang menyangkut sebuah dokumen yang terjadi pada bulan sy’aban. Muncul pertanyaan “ bulan sya’ban pada tahun berap ?” saat itu terjadi pada tahun baru. Umar mengumpulkan beberapa sahabat. Dan diciptakanlah penanggalan hijriyah berdasarkan kesepakatan sahabat yang dihitung sejak pertama hijrah nabi, tanggal 2 rabi’ul awal (14 september 622 M). Berlakukan mundur sejak 17 tahun.
c. Konsep awal bulan qamariyah
Satu bulan adaah satu sidonis yaitu : waktu antara 2 ijtima’ lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik. Jadi, satu tahun hijriyah terdapat 12 bulan yang berarti terdapat 354 hari 8 jam 48.5 menit atau kurang lebih 354 11/30 hari.
Menurut penanggalan qamariyah. Hari dimulai sesaat setelah matahari terbenam. Pendapat lain : ketika ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam. Artinya jiak ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal 1, jika ijtima’ sesudah matahari terbenam maka esok harinya adalah hari ke 30 bulan yang sedang berlangsung.
Kesimpulan : melakukan perhitungan untuk mengetahui matahari terbenam, waktu ijtima’, waktu hilal terbenam, dan posisi hilal ketika matahari terbenam.
d. Dasar hukum awal bulan qamariyah
Melihat hilal. Seperti dalam hadits : “berpuasalah kalian kerana melihat hilal (ramadhan) dan berhari rayalah karena melihat hilal (syawal). Bila tertutup olehmu maka sempurnakanlah bilangan sya’ban 30 hari (muslim & abu hurairah).
QS. Al-baqarah 189 & 185.
Dari hadits disimpulkan dulunya hanya rukyah saja kerana belum berkembang ilmu hisab.
izzudin : 3 mazhab (a. Ru’yah. b. Hisab. c. Imkan al-rukyah)
Pertama, perbedaan memahami dzahir hadits tersebut. berpendapat melihat hilal yang dilakukan tanggal 29-nya. Jika tidak kelihatan disempurnakan 30 hari. Menurut mazhab ini, rukyah bersifat “ta’abbudi-ghair al-ma’qul ma’na” artinya tidak dirasionalkan. Tidak diperluas akan tetapi hanya melihat dengan mata telanjang.
Kedua, hadits termasuk “ta’aqquli / ma’qul al-makna” yakni dapat dirasionalkan. Rukyah dapat pula diartikan “mengetahui” sekalipun dianggap dzann (dugaan kuat) tentang adanya hilal.
Ketiga, menjembatani kedua mazhab tersebut.imkan al-rukya (posisi hilal dapat dilihat) kata lain : segala sesuatu yang dapat memberi dugaan kuat bahwa hial telah ada diatas ufuk dan mungkin dapat dilihat. Hisab qath’i. Posisi hilal dinilai 3 keadaan : (a. Pasti tidak mungkin dilihat. b. Mungkin dapat dilihat. c. Pasti dapat dilihat)
e. Didkursus penentuan awal bulan qamariyah
Terdapat perbedaan, penyebabnya berkisar 3 hal :
a. Mungkin hisabnya yang salah.
b. Mungkin rukyahnya yang kurang tepat.
c. Mungkin kedua-duanya tidak betul.
Aliran selain 3 alitan utam :
a. Aboge : tahun jawa lama, tahun alif jatuh pada hari rabu wage. Jawa tengah.
b. Asapon : kelender jawa islam yang diperbaharui, tahun alif selasa pon. Yogyakarta.
c. Rukyah global : mendunia, jika salah satu daerah dunia telah melihat hilal.
d. Mengikuti mekkah.
e. Rukyah air pasang. An-nadir gowa.
F. HISAB RUKYAH VERSI NU
· NU merupakan jam;iah islamiyah yang lahir dikalangan pesantren yang berasakan ASWAJA.
· Ada 2 mazhab penetuan awal bualn qamariyah : mazhab hisab & mazhab rukyatul hilal.
· NU menggunakan metode rukyatul hilal dalam menentukan awal bulan qamariyah.
· Hukum rukyatul hilal menurut jumhur ulama adalah fardlu kifayah.
· Syarat melakukan rukyatul hilal :
1. Pelaku rukyah itu adil dalm persaksian.
2. Mengucapkan kalimat syahadat : “asyhaduanni rukyatul hilal”.
3. Syahadat dilakukan dihadapan hakim, dan pelaku rukyah didampingi 2 saksi yang adil pula.
· Pemikiran hisab rukyah NU tertuang dalm keputusan muktamar NU XXIVI di situ bondo 1984, Munas Alim Ulama Cilacap 1987 dan rapat kerja Lajnah Falakiyah NU di pelabhan Ratu 1987 :
a. Berlaku kepada masyarakat setempat dapat dibenarkan jika berdasarkan Rukyah Hilal/istkmal.
b. Mengikuti pendapat ulama.
c. Melakukan rukaytul hilal adalah fardlu kifayah.
d. LF dan Rukyah PBNU melakukan upaya terlaksananya prinsip rukyah hilal dengan cara : 1. Membuat kepastian awal sya’ban. 2. Melakukan rukyah hilal pada malam 30 syawal & 30 dzulhijjah, menyatakan hasil 1 dzulhijjah.
e. Untuk keperluan memulai ramadhan, idul fitri & idul adha, maka warga NU menyimak pengumuman pemerintah. Jika pemerintah menentukan berdasarkan rukyah hilal maka wajib mengkutinya dan begitu pula sebaliknya.
· Dalam kaitannya dengan garis batas pemberlakuan rukya prinsip yan dipegan NU adalah “mathla’ fi wilayatil hukmi”.
· Dalam keputusannya diserahkan kepada pemerintah (istambul hakim/am)
· Lokasi rukyat (cakung,ancol,klender) (pelabuhan ratu, majalengka) (pelabuhan tanjung mas, MAJT) (bali, NTB) dll.
· Sah melakukan rukyah dengan alat canggih.
· Kedudukan hisab rukyah hanyalah sebagai pembantu.
G. HISAB RUKYAH VERSI MUHAMMADIYAH
a. Sejarah berdirinya muhammadiyah
Didirikan diyogyakarta 18 november 1912 oleh KH. Ahmad dahlan atas aran murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo. Berkembang dibidang : pendidikan, kesehatan, fatwa, panti asuhan, penyuluhan dll. Bagian terpenting Majelis Tarjih (didirikan atas keputusab kongres Muhammadiyah di pekalongan 1927/KH Mas Mansur) ia mengusulkan 3 majelis : tarjih, tanfidz, tsaftisy.
Aktivitas persidangan : terkadang dengan Muktamar Muhammadiyah (muktamar khususi) terkadang tidak. setelahMuktamar Muhammadiyah di Bnada Aceh 1995 istilah Muktamar Khususi dihapus diganti dengan Musyawarah Nasional Majelis Tarjih.
Majalah Suara Muhammadiyah : menjawab pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat.
b. Tokoh-tokoh falak
Pelopori oleh Ahmad Dahlan.
KH. Ahmad Badawi (1902-1969), Sa’doedin Djambek (1911-1977).
HM Bidran Hadie (1925-1994), Ir H Basith Wahid (1925-2008).
Dll
c. Penyebab perbedaan Rukyah & Hisab
Utama : pemahaman terhadap hadits.
Penelitian Syihabiddin Al-Qalyubi ada 10 interprestasi :
1. Berlaku untuk yang melihat hilal dan sebaliknya.
2. Tidak untuk oeang buta.
3. Orang yang adil.
4. Zhan maka mencakup nujum.
5. Ada tuntunan puasa secara continiu jika terhalang pandangan.
6. Ada kemungkinan hilal sudah wujud sehingga wajib puasa.
7. Hadits tersebut menyeluruh, namun rukyah tidak wajib menyeluruh.
8. Hadits ini mengandung buka puasa.
9. Berlaku dalam kewajiban.
10. Menutup pandangan.
Dari perbedaan diatas lahir 2 mazhab besar :
1. Mazhab Rukyah.
Awal dan akhir bulan ditentukan berdasarkan rukyah atau melihat bulan pada hari 29. Termasuk rukyah. Bersifat “ta’abbudi-ghair ma’qul al-ma’na” (tidak dapat dirasionalkan pengertiannya, juga tidak dapat diperluas maknanya) maka hanya sebatas melihat dengan mata kepala.
Mengenai melihat dengan alat :
Ibnu hajar : tidak mengesahkan.
Al-syarwani : masih dapat dianggap.
Al-muth’i : membolehkan.
2. Mazhab Hisab
Penghitungan falak. Rukyah dalam hadits bersifat “taaqquli-ma’qul al-ma’na” (dapat dirasionalkan, diperluas dan dikembangkan). Maka di artikan “mengetahui”, sekalipun bersifat dzanni(dengan kuat tentang adanya hilal).
d. Metode penentuan awal bulan qamariyah yang digunakan muhammadiyah
4 cara :
1. Terlihatnya hilal.
2. Kesaksian orang yang adil.
3. Menyempurnakan bulan sya’ban 30 hari (istikmal) apabila cuaca berawan.
4. Hisab.
Pertama dan kedua hakekatnya sama, yaitu terlihat hilal. Perbedaannya langsung tidaknya pengetahuan tentang datangnya bulan ramadhan itu diperoleh dari sumber pertama. Untuk yang pertama langsung dari sumbernya, sedangkan yang kedua tidak.
Keempat hisab. 2 metode datang dan berakhirnya bulan : terlihat hilal dan rukyah.
Pernyataan “ berpuasa dan idul fitri itu dengan rukyah dan berhalangan dengan hisab” rukyah bukan satu-satunya akan tetapi juga bisa dengan hisab.
Hisab : penghitungan mengenai posisi hilal.
Hilal : penampakan bulan kecil yang menghadap bumi.
Awal bulan qamariyah : wujud hilal atau adanya hilal, dan wujud hilal itu bisa diketahui baik melalui rukyah atau hisab atau keduanya sekaligus.
Kesimpulan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa bual belum wujud atau sudah wujud tetapi tidak mungkin dilihat”.
Pesoalan bagaiman jika hasil rukyah dan hisab tidak bersesuaian ?
Pertama, menurut hisab belum wujud, artinya ketika terbenam matahari bulan berada di ufuk, akan tetapi ada yang berhasil rukyah. Hasil hisab tetap jadi pedoman.
Kedua, menurut hisab hilal sudah wujud, bahkan secara astronoms sudah termasuk mungkin dilihat, namun ternyata tidak ada otang yang berhasil rukyat, maka wujud hilal tetap berdasarkan hasil hisab.
Kreteria wujud hilal
a. Ijtimak terjadi sebelum terbenam matahari.
b. Terbenam matahari terlebih dahulu dari terbenam bulan.
Langkah-langkah yang ditempuh
· Menghitung saat terjadinya ijtimak.
· Menghitung saat terbenamnya matahari untuk beberapa tempat tertentu.
· Menghitung tinggi hilal.
e. Alasan muhammadiyah menggunakan hisab tanpa rukyah
1. Semangat al-qur’an dalam menggunakan hisab.
2. Jika al-qur’an menggunakan hisab dan kenap nabi menggunakan rukyah semua itu hanya sebatas umat yang ummi (tidak bisa baca tulis).
3. Rukyah tidak bisa menyatukan awal bulan secara global.
H. HISAB RUKYAH VERSI PEMERINTAH
a. Sejarah
Awalnya : kalender jawa hindu atau tahun saka. Penjajahan : kelender masehi. Merdeka : setelah terbentuk DEPAG RI 3 januari 1946, diserahkan kepada DEPAg berdasrkan “PP Tahun 1946 no 2/Im.7/Um.9/Um jo Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1967 No 148 Tahun 1968 dan No. 10 Tahun 1971.
b. Kreteria
1. Rukyatul hilal.
2. Wujudul hilal.
3. Imkanur rukyah.
4. Rukyah global.
Imkanur Rukyah : kedudukan hilal dalam batas kemungkinan dapat dilihat.
Kreteria imkanur rukyah sebenarnya : standar penanggalan hijriyah Empat negara ASEAN (brunie, indonesia, malaysia, singapure)
Sistem Imkanu Rukyah :
1. Didasarkan hisab haqiqi tahqiqi atau rukyah.
2. Penghitungan hisab haqiqi tahqiqi dan rukyah.
3. Kesaksian dapat diterima jiak hilal 2 derajat diatas ufuk.
4. Tidak dapat diterima jika dibawah 2 derajat.
5. Apa bila ketinggian hilal 2 derajat, awal bulan dapat ditetapkan.
6. Penelitian lebih lanjut.
7. Menghimbau seluruh pemimpin organisasi masyarakat mensosialisasikan keputusan ini.
8. Pelaksanaan hisab mendengan pendapat ormas lain.
c. Sidang Isbat
29 ramadhan. Kepal hisab rukyah KEMENAG “sidang isbat diperlukan untuk mendapatkan keabsahan dalam memulai dan mengakhiri puasa dengan kesepakatan bersama. Landasan pelaksanaan isbat adalah sunnah raasul tentang otoritas rasul dan kepala negara”
Diperkuat dengan keputusan “fatwa MUI no 2 tahun 2004 tentang penetapan awal ramadhan, syawal, dan dzulhijjah yang menegaskan bahwa seluruh umat islam indonesia wajib mengikuti ketetapan pemerintah berdasarkan metode rukyah dan hisab”
Ditetapkan Badan Hisab Rukyah untuk memberi informasi.
d. Prosedur penetapan
1. Rukyatul hialal
a. Dirjen bimbingan masyarakat islam kementrian agama.
b. Kanwil kementrian agama masing-masing daerah.
c. Dilakukan bersamaan dengan instansi terkait.
2. Penetapan pemerintah
Keuntungan :
a. Isbat diperluakan untuk mendapatkan keabsahan.
b. Diperlukan untuk mencegah kerancuan dan keraguan sistem peloporan.
c. Penyatuan umat dari perbedaan.
3. Wajib mengikuti pemerintah, sesuai kaidah :
a. Hukmul al-hakim ilzam wa yarfa’u al-khilaf.
b. Tasharruf al-imam ‘ala raiyatih mamuthum bi al mashlahah.
c. Fatwa MUI no 2 tahun 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar