Syeh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875) , Guru para Ulama Nusantara
Ahmad Khatib Sambas menjalani masa-masa kecil dan masa remajanya. Di
mana sejak kecil, Ahmad khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal
sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad khatib Sambas
menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia
berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas.
Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin
Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
Karena
terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad
Khatib Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan
pendidikannya ke Timur Tengah, khususnya Mekkah. Maka pada tahun 1820 M.
Ahmad Khatib Sambas pun berangkat ke tanah suci untuk menuntaskan
dahaga keilmuannya. Dari sini kemudian ia menikah dengan seorang wanita
Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Sejak saat itu, Ahmad
Khatib Sambas memutuskan menetap di Makkah sampai wafat pada tahun 1875
M.
Guru-gurunya :
1. H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
2. Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari
3. Syeh Daud Bin Abdullah Al Fatani (ulama asal Patani Thailand Selatan yang bermukim di Mekkah)
4. Syeh Abdusshomad Al Palimbani (ulama asal Palembang yang bermukim di Mekkah)
5. Syeikh Abdul hafidzz al-Ajami
6. Syeh Ahmad al-Marzuqi
7. Syeh Syamsudin, mursyid tarekat Qadiriyah yang tinggal dan mengajar di Jabal Qubays Mekkah.
Ketika kemudian Ahmad Khatib telah menjadi seorang ulama, ia pun
memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan kehidupan keagamaan
di Nusantara, meskipun sejak kepergiannya ke tanah suci, ia tidaklah
pernah kembali lagi ke tanah air.
Masyarakat Jawa dan Madura,
mengetahui disiplin ilmu Syeikh Sambas, demikian para ulama menyebutnya
kemudian, melalui ajaran-ajarannya setelah mereka kembali dari Makkah.
Syeikh Sambas merupakan ulama yang sangat berpengaruh, dan juga banyak
melahirkan ulama-ulama terkemuka dalam bidang fiqh dan tafsir, termasuk
Syeikh Nawawi al-Bantani adalah salah seorang di antara murid-murid
Beliau yang berhasil menjadi ulama termasyhur.
Salah satunya
adalah Syeikh Abdul Karim Banten yang terkenal sebagai Sulthanus Syeikh.
Ulama ini terkenal keras dalam imperialisme Belanda pada tahun 1888 dan
mengobarkan pemberontakan yang terkenal sebagai pemberontakan Petani
Banten. Namun sayang, perjuangan fisiknya ini gagal, kemudian
meninggalkan Banten menuju Makkah untuk menggantikan Syeikh Ahmad Khatib
Sambas.
Syeikh Ahmad Khatob Sambas dalam mengajarkan disiplin
ilmu Islam bekerja sama dengan para Syeikh besar lainnya yang bukan
pengikut thariqat seperti Syaikh Tolhah dari Cirebon, dan Syaikh Ahmad
Hasbullah bin Muhammad dari Madura, keduanya pernah menetap di Makkah.
Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, ketika mereka
menyatakan bahwa sebagian besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan
pengikut sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan adalah bahwa Syeikh
Sambas adalah sebagai seorang Ulama (dalam asti intelektual), yan g juga
sebagai seorang sufi (dalam arti pemuka thariqat) serta seorang
pemimpin umat yang memiliki banyak sekali murid di Nusantara.
Hal ini dikarenakan perkumpulan Thariqat Qadiriyyah wa Naqsabhandiyyah
yang didirikannya, telah menarik perhatian sebagian masyarakat muslim
Indonesia, khususnya di wilayah Madura, Banten, dan Cirebon, dan
tersebar luas hingga ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei
Darussalam.
Peranan dan Karyanya
Perlawanan yang
dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Thariqat Qadiriyyah wa
Naqshabandiyyah yang dipimpin oleh Syeikh Guru Bangkol juga merupakan
bukti yang melengkapi pemberontakan petani Banten, bahwa perlawanan
terhadap pemerintahan Belanda juga dipicu oleh keikutsertaan mereka pada
perkumpulan Thariqoh yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas
ini.
Thariqat Qadiriyyah wan Naqshabandiyyah mempunyai peranan
penting dalam kehidupan muslim Indonesia, terutama dalam membantu
membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata karena Syaikh
Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi
bahwa para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan
gigih senantiasa mengobarkan perlawanan terhadap imperialisme Belanda
dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi
pendidikan setelah kemerdekaan.
Ajarah Syeikh Ahmad Khatib
Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karyanya berupa kitab FATHUL
ARIFIN nang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis
oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi
ini dibukukan di Makkah pada tanggal tahun 1295 H. kitab ini memuat
tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah
Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah.
Buku inilah yang
hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut
Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah untuk melaksanakan
prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan demikian maka tentu
saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu dikenang dan di panjatkan
dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.
Walaupun Syeikh Ahmad Khatib Sambas termasyhur sebagai seorang tokoh
sufi, namun Beliau juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih yang
berupa manusrkip risalah Jum’at. Naskah tulisan tangan ini dijumpai
tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi,
Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang
ulama penulis asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini, membicarakan
masalah seputar Jum’at, juga membahas mengenai hukum penyembelihan
secara Islam.
Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat
pula suatu nasihat panjang, manuskrip ini ditutup dengan beberapa amalan
wirid Beliau selain amalan Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.
Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai
thaharah, sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung
Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6
Syawal 1422 H/20 Disember 2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa
tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan
disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281 H. oleh Haji Ahmad bin Penggawa
Nashir.
Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya
terdapat dua buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab,
menceritakan kisah ulama-ulama Mekah, termasuk di dalamnya adalah nama
Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya
Umar Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz
Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad
Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali.
Murid-Muridnya antara lain :
1. Syeh Nawawi Al Bantani
2. Syeh Muhammad Kholil Bangkalan Madura
3. Syeh Abdul Karim Banten
4. Syeh Tolhah Cirebon
Syeh Nawawi Al Bantani dan Syeh Muhammad Kholil selain berguru kepada
Syeh Ahmad Khatib Sambas juga berguru kepada Syeh Ahmad Zaini Dahlan,
mufti mazhab Syafii di Masjidil Haram Mekkah.
Sepeninggal Syeh
Ahmad Khatib Sambas, Imam Nawawi Al Bantani ditunjuk meneruskan
mengajar di Madrasah beliau di Mekkah tapi tidak diberi hak membaiat
murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Sedangkan Syeh Muhammad
Kholil, Syeh Abdul Karim dan Syeh Tolhah diperintahkan pulang ke tanah
Jawa dan ditunjuk sebagai Khalifah yang berhak menyebarkan dan membaiat
murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Murid murid
Syeh Ahmad Khatib Sambas diatas adalah guru para Ulama-Ulama Nusantara
generasi berikutnya yang dikemudian hari menjadi ulama yang mendirikan
pondok pesantren dan biasa dipanggil dan digelari sebagai KYAI, Tuan
Guru, Ajengan, dsb.
Sebagai contoh, Syeh Muhammad Kholil Bangkalan Madura mempunyai murid-murid antara lain :
1. KH. Hasyim Asy’ari : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng
Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam Nahdlatul
Ulama (NU) Bahkan beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional.
2.
KHR. As’ad Syamsul Arifin : Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah
Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo. Pesantren ini sekarang
memiliki belasan ribu orang santri.
3. KH. Wahab Hasbullah:
Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. Pernah menjabat
sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971).
4. KH. Bisri Syamsuri: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.
5. KH. Maksum : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah
6. KH. Bisri Mustofa : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang,
Beliau juga dikenal sebagai mufassir Al Quran. Kitab tafsirnya dapat
dibaca sampai sekarang, berjudul “Al-Ibriz” sebanyak 3 jilid tebal
berhuruf jawa pegon.
7. KH. Muhammad Siddiq : Pendiri, Pengasuh Pesantren Siddiqiyah, Jember.
8. KH. Muhammad Hasan Genggong : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren
Zainul Hasan, Genggong. Pesantren ini memiliki ribuan santri dari
seluruh penjuru Indonesia.
9. KH. Zaini Mun’im : Pendiri, Pengasuh
Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Pesantren ini juga
tergolong besar, memiliki ribuan santri dan sebuah Universitas yang
cukup megah.
10. KH. Abdullah Mubarok : Pendiri, Pengasuh Pondok , kini dikenal juga menampung pengobatan para morphinis.
11. KH. Asy’ari : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari Bondowoso.
12. KH. Abi Sujak : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung, Sumenep.
13. KH. Ali Wafa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Temporejo,
Jember. Pesantren ini mempunyai ciri khas yang tersendiri, yaitu
keahliannya tentang ilmu nahwu dan sharaf.
14. KH. Toha : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Bata-bata, Pamekasan.
15. KH. Mustofa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Macan Putih, Blambangan
16. KH Usmuni : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Pandean Sumenep.
17. KH. Karimullah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Curah Damai, Bondowoso.
18. KH. Manaf Abdul Karim : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
19. KH. Munawwir : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
20. KH. Khozin : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Buduran, Sidoarjo.
21. KH. Nawawi : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Sidogiri,
Pasuruan. Pesantren ini sangat berwibawa. Selain karena prinsip salaf
tetap dipegang teguh, juga sangat hati-hati dalam menerima sumbangan.
Sering kali menolak sumbangan kalau patut diduga terdapat subhat.
22. KH. Abdul Hadi : Lamongan.
23. KH. Zainudin : Nganjuk
24. KH. Maksum : Lasem
25. KH. Abdul Fatah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Al Fattah, Tulungagung
26. KH. Zainul Abidin : Kraksan Probolinggo.
27. KH. Munajad : Kertosono
28. KH. Romli Tamim : Rejoso jombang
29. KH. Muhammad Anwar : Pacul Bawang, Jombang
30. KH. Abdul Madjid : Bata-bata, Pamekasan, Madura
31. KH. Abdul Hamid bin Itsbat, banyuwangi
32. KH. Muhammad Thohir jamaluddin : Sumber Gayam, Madura.
33. KH. Zainur Rasyid : Kironggo, Bondowoso
34. KH. Hasan Mustofa : Garut Jawa Barat
35. KH. Raden Fakih Maskumambang : Gresik
36. KH. Sayyid Ali Bafaqih : Pendiri, pengasuh Pesantren Loloan Barat, Negara, Bali.
Ahmad Khatib Sambas dilahirkan di daerah Kampung Dagang, Sambas,
Kalimantan Barat, pada bulan shafar 1217 H. bertepatan dengan tahun 1803
M. dari seorang ayah bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad
bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah keluarga perantau dari
Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi merantau (nomaden)
memang masih menjadi bagian cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar