Tampilkan postingan dengan label kesesatan wahabi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesesatan wahabi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 September 2015

Wahabi adalah pengikut madzhab hawa nafsu, pengkhianat ilmiyyah dan madzhab mereka seperti ular.

Seorang ulama besar pensyarah Musnad imam Ahmad bin Hanbal yaitu syaikh Hamzah Ahmad az-Zain mensifati wahabi dengan pengikut madzhab hawa nafsu, pengkhianat ilmiyyah dan madzhab mereka seperti ular.

Ketika beliau mensyarah hadits nomer 23476 dalam kitab Musnad imam Ahmad, beliau berkomentar sebagai berikut :

إسناده صحيح ، كثير بن زيد وثقه أحمد ورضيه ابن معين ووثقه ابن عمار الموصلي وابن سعد ، وابن حبان ، وصلحه أبو حاتم ورضيه ابن عدي ولكن ضعفه النسائي ولينه أبو زرعة . وتمسك قوم بتضعيف النسائي وكلام أبي زرعة وتركوا كل هؤلاء لا لشيء إلا ليضعفوا هذا الحديث . وخطأ الحاكم والذهبي لأنهما صححاه في المستدرك 4 / 515 علماً بأنهم يوثقون كثير بن زيد في أماكن غير هذا ، ومعنى ذلك أن التوثيق والاتهام يخضع للأهواء والمذاهب وهذه خيانة علمية بحد ذاتها أما لماذا يضعفوه هنا ؟ فهذه سقطة علمية محسوبة عليهم يقولون إن في هذا دلي لم يجيز التمسح بالقبور . وهل كان أبو أيوب يتمسح بقبر النبي وهؤلاء عندهم عقدة من أي خبر فيه دنو من القبور وهذا أكبر دليل على بطلان مذهبهم ، فماذا يرجى من خونة للعلم ؟ ولا ندري مذهب هؤلاء . إنهم يدعون أنهم حنابلة تارة ولا مذهبية تارة أخرى . فلا تبعوا الحنابلة وقد خالفوا الذهبي وهو حنبلي ولا هم أثبتوا مذهباً واضحاً صريحاً يعرف لهم وإنما في مذهب كالحية

“ Isnadnya shahih, Katisr bin Zaid telah ditautsiq (dinilai tsiqah) oleh imam Ahmad dan disetujui Ibnu Ma’in, juga dinilai tsiqah oleh Ibnu Ammar al-Mushili, Ibnu Sa’ad dan Ibnu Hibban. Disetujui oleh Abu Hatim dan Ibnu Adi akan tetapi an-Nasai mendhaifkannya dan melayinkannya Abu Zar’ah. Sekelompok orang berpegang dengan penilaian dhaif an-Nasai dan kalam Abu Zar’ah dan mereka tidak memperdulikan ulama-ulama yang telah menilai tsiqah tersebut, bukan untuk apa-apa kecuali hanya untuyk mendhaifkan hadits ini saja. Kelompok itu menyalahkan al-Hakim dan adz-Dzahabi yang telah menshahihkan hadits tersebut dalam kitab Mustadraknya 4/515, karena kedua imam ini mengetahui bahwa para ulama tersebut menilai tsiqah Katsir bin Zaid di bab-bab selain ini.

Makna dari ini semua bahwasanya penilaian tsiqah dan ittiham adalah hanyalah berdasarkan hawa nafsu dan pemikiran-pemikiran mereka. Ini adalah pengkhianatan terhdap keilmiyahan…

Aku tidak mengetahui apa madzhab mereka? Mereka mengaku bermadzhab Hanbali terkadang mengaku tidak bermadzhab dan tidak mngeikuti madzhab hanbali, dan mereka pun telah menentang adz-Dzahabi padahal adz-Dzahabi bermadzhab Hanbali. Mereka tidak menetapkan satu madzhab yang jelas untuk dikenali, sesungguhnya mereka di dalam madzhab seperti ular “.

(Musnad Ahmad : juz 14 halaman : 42 hadits nomer : 23476)

Kamis, 20 Agustus 2015

Awalnya Aswaja Dituduh Syi'ah lalu Dihalalkan Darahnya, Itulah Cara Wahabi

Kalau Syi'ah taqiyahnya sekedar tidak mengakui Syi'ah. Kalau Wahabi ini dulu ngaku Salafi, al-Muwahhidun, lalu mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah. Sekedar ngaku "Ahlussunnah" saja tidak laku, akhirnya mengaku sebagai "Ahlussunnah wal Jama'ah". Taqiyyah Wahabi dimulai.

Mereka (Wahabi) menuduh Aswaja (Ahlussunnah wal Jama'ah yang asli) sebagai kaum musyrik karena ziarah kubur, tabarruk, tawassul, istighatsah, dan sebagainya. Wahabi menuduh Aswaja sebagai ahlul bid'ah (sesat) karena qunut shubuh, dzikir berjama'ah, dzikir jahar setelah shalat, jabat tangan setelah shalat, merayakan maulid Nabi, dan sebagainya. Bahkan Wahabi memfitnah pengikut Asy'ariyah sebagai orang sesat, sifat wajib 20 bagi Allah pun dituduh ajaran sesat, dan lain sebagainya.

Hebatnya, Wahabi yang taqiyah sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah  justru bisa memfitnah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang asli sebagai Syi'ah. Lalu mereka mengkafirkan dan menghina Aswaja yang asli. Jika Aswaja asli ini membantah, mereka lalu berkata "Syi'ah sedang Taqiyah". Karena kebanyakan media online yang berlabel Islam dikelola Wahabi, bahkan mereka punya TV dan Radio, Aswaja asli jadi keteteran.

Ulama Sunni (Aswaja) yang difitnah sebagai Syi'ah, antara lain: KH. Said Aqil Siraj (Ketua Umum PBNU), Prof. Quraisy Syihab (Ahli Tafsir), Prof. Alwi Shihab (Tokoh NU), Syaikh Said Ramadlan al-Buthi (ulama Suriah), Syaikh Ahmad Badruddin Hassoun (ulama Suriah), Syaikh Ali Jumu'ah (ulama Al Azhar/Mesir), dan sebagainya. Bahkan Habib Muhammad Rizieq Syihab (Front Pembela Islam) pun pernah difitnah sebagai Syi'ah.

Bila fitnahan mereka dibantah, lalu mereka berkata "mereka pembela Syi'ah". Disisi lain mereka mengatakan bahwa "Syi'ah Bukan Islam atau Syi'ah Kafir". Dengan kata lain, ulama Ahlussunnah wal Jama'ah tersebut dikatakan Bukan Islam/Kafir, atau pembela Kafir. Na’udzubillah min dzalik!

Berawal dari fitnah-fitnah semacam inilah yang akhirnya Syaikh Muhammad Said Ramadlan al-Bouthi bersama cucunya syahid (wafat) di bom saat mengisi kajian Islam di Damaskus. Pihak Wahabi memang menaruh kebencian terhadap Syaikh al-Buthi karena beliau menentang dakwah Wahhabiyah.

Sementara Syeikh Ahmad Hassoun, Mufti Besar Suriah, harus kehilangan anaknya yang tewas dibunuh meski sebenarnya beliau adalah target utama yang ingin dibunuh oleh Wahabi. Dan seperti biasa Wahabi selalu membantah membunuh mereka dan mengkambing-hitamkan Presiden Assad sebagai pembunuhnya. Padahal media massa online milik Wahabi jelas-jelas menyebut para ulama tersebut sebagai pendukung Assad dan musuh bagi “Ahlus Sunnah (baca: Wahabi)”.

Mereka serang para ulama tersebut dengan kata-kata dan tulisan mereka. Saat para ulama tersebut dibunuh, mereka menolak disebut sebagai pembunuhnya. Padahal mereka menghasut para pembaca mereka agar membenci para ulama tersebut sehingga tidak akan aneh jika ada pembaca mereka yang membunuh ulama tersebut saking bencinya.

Yang demikian itu, sama halnya dengan di Indonesia. Media-media wahhabi menghasut umat Islam dengan memfitnah ulama-ulama Aswaja. Beginilah mula-mulai terjadinya pembunuhan terhadap ulama Ahlussunnah wal Jama'ah. Awalnya dikafirkan atau dianggap pembela kafir, lalu dihalalkan darahnya (boleh dibunuh) dan hartanya pun boleh dirampas.

Siapa saja ulama Ahlussunnah wal Jama'ah di Indonesia yang dibenci Wahabi? maka itulah yang menjadi target mereka. Hanya saja opini propaganda mereka saat ini masih bisa dikendalikan. Masyarakat khususnya umat Islam harus mulai menyadari hal ini.

Selasa, 18 Agustus 2015

CIRI-CIRI WAHABI

Inilah Ciri-ciri Wahabi atau Ajaran Wahabi
Aqidah Wahabi
1. Membagi Tauhid menjadi 3 bagian yaitu:

(a). Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini, mereka mengatakan bahwa kaum musyrik Mekah dan orang-orang kafir juga mempunyai tauhid.
(b). Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka menafikan tauhid umat Islam yang bertawassul, beristigathah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh jumhur ulama‟ Islam khasnya ulama‟ empat Imam madzhab.
(c.) Tauhid Asma’ dan Sifat: Tauhid versi mereka ini bisa menjerumuskan umat islam ke lembah tashbih dan tajsim kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala seperti:

Menterjemahkan istiwa’ sebagai bersemayam/bersila
Merterjemahkan yad sebagai tangan
Menterjemahkan wajh sebagai muka
Menisbahkan jihah (arah) kepada Allah (arah atas – jihah ulya)
Menterjemah janb sebagai lambung/rusuk
Menterjemah nuzul sebagai turun dengan dzat
Menterjemah saq sebagai betis
Menterjemah ashabi’ sebagai jari-jari, dll
Menyatakan bahawa Allah SWT mempunyai “surah” atau rupa
Menambah bi dzatihi haqiqatan [dengan dzat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat

2. Memahami ayat-ayat mutashabihat secara zhahir tanpa penjelasan terperinci dari ulama-ulama yang mu’tabar
3. Menolak asy-Sya’irah dan al-Maturidiyah yang merupakan ulama’ Islam dalam perkara Aqidah yang diikuti mayoritas umat islam
4. Sering mengkrititik asy-Sya’irah bahkan sehingga mengkafirkan asy-Sya’irah.
5. Menyamakan asy-Sya’irah dengan Mu’tazilah dan Jahmiyyah atau Mu’aththilah dalam perkara mutashabihat.
6. Menolak dan menganggap tauhid sifat 20 sebagai satu konsep yang bersumberkanfalsafah Yunani dan Greek.
7. Berselindung di sebalik mazhab Salaf.
8. Golongan mereka ini dikenal sebagai al-Hasyawiyyah, al-Musyabbihah, al-
Mujassimah atau al-Jahwiyyah dikalangan ulama’ Ahli Sunnah wal Jama’ah.
9. Sering menuduh bahwa Abu Hasan Al-Asy’ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah bertaubat dari mazhab asy-Sya’irah. Menuduh ulama’ asy-Sya’irah tidak betul-betul memahami faham Abu Hasan Al-Asy’ari.
10. Menolak ta’wil dalam bab Mutashabihat.

11. Sering menuduh bahwa mayoritas umat Islam telah jatuh kepada perbuatan syirik.
12. Menuduh bahwa amalan memuliakan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam [membaca maulid dll] membawa kepada perbuatan syirik.
13. Tidak mengambil pelajaran sejarah para anbiya’, ulama’ dan sholihin dengan
dalih menghindari syirik.
14. Pemahaman yang salah tentang makna syirik, sehingga mudah menghukumi orang sebagai pelaku syirik.
15. Menolak tawassul, tabarruk dan istighathah dengan para anbiya’ serta sholihin.
16. Mengganggap tawassul, tabarruk dan istighathah sebagai cabang-cabang syirik.
17. Memandang remeh karamah para wali [auliya’].
18. Menyatakan bahwa ibu bapa dan datuk Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak selamat dari adzab api neraka.
19. Mengharamkan mengucap “radhiallahu ‘anha” untuk ibu Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam, Sayyidatuna Aminah.

SIKAP WAHABI
1. Sering membid’ahkan amalan umat Islam bahkan sampai ke tahap mengkafirkan
mereka.
2. Mengganggap diri sebagai mujtahid atau berlagak sepertinya (walaupun tidak layak).
3. Sering mengambil hukum secara langsung dari al-Qur’an dan hadits (walaupun tidak layak).
4. Sering memtertawakan dan meremehkan ulama’ pondok dan golongan agama yang lain.
5. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang ditujukan kepada orang kafir sering ditafsir ke atas orang Islam.
6. Memaksa orang lain berpegang dengan pendapat mereka walaupun pendapat itu syaz (janggal).

HADITS
1. Menolak beramal dengan hadis dho’if.
2. Penilaian hadits yang tidak sama dengan penilaian ulama’ hadits yang lain.
3. Mengagungkan Nasiruddin al-Albani di dalam bidang ini [walaupun beliau tidak
mempunyai sanad bagi menyatakan siapakah guru-guru beliau dalam bidang hadits.
[Bahkan mayoritas muslim mengetahui bahwa beliau tidak mempunyai guru dalam bidang hadits dan diketahui bahawa beliau belajar hadits secara sendiri dan ilmu jarh dan ta’dil beliau adalah mengikut Imam al-Dhahabi].
4. Sering menganggap hadits dho’if sebagai hadits mawdhu’ [mereka mengumpulkan hadits dho’if dan palsu di dalam satu kitab atau bab seolah-olah kedua-dua kategori hadits tersebut adalah sama]
5. Pembahasan hanya kepada sanad dan matan hadits, dan bukan pada makna hadits. Oleh karena itu, pebedaan pemahaman ulama’ [syawahid] dikesampingkan.
QUR’AN

1. Menganggap tajwid sebagai ilmu yang menyusahkan dan tidak perlu (Sebagian Wahabi indonesia yang jahil)

FIQH
1. Menolak mengikuti madzhab imam-imam yang empat; pada hakikatnya
mereka bermadzhab “TANPA MADZHAB”
2. Mencampuradukkan amalan empat mazhab dan pendapat-pendapat lain sehingga membawa kepada talfiq [mengambil yang disukai] haram
3. Memandang amalan bertaqlid sebagai bid’ah; mereka mengklaim dirinya berittiba’
4. Sering mengungkit dan mempermasalahkan soal-soal khilafiyyah
5. Sering menggunakan dakwaan ijma’ ulama dalam masalah khilafiyyah
6. Menganggap apa yang mereka amalkan adalah sunnah dan pendapat pihak lain adalah Bid’ah
7. Sering menuduh orang yang bermadzhab sebagai ta’assub [fanatik] mazhab
8. Salah faham makna bid‟ah yang menyebabkan mereka mudah membid‟ahkan orang lain
9. Mempromosikan madzhab fiqh baru yang dinamakan sebagai Fiqh al-Taysir, Fiqh al-Dalil, Fiqh Musoffa, dll [yang jelas keluar daripada fiqh empat mazhab]
10. Sering mewar-warkan agar hukum ahkam fiqh dipermudahkan dengan menggunakan hadis “Yassiru wa la tu’assiru, farrihu wa la tunaffiru”
11. Sering mengatakan bahwa fiqh empat madzhab telah ketinggalan zaman
NAJIS

1. Sebagian mereka sering mempermasalahkan dalil akan kedudukan babi sebagai najis mughallazhah
2. Menyatakan bahwa bulu babi itu tidak najis karena tidak ada darah yang mengalir.

WUDHU’
1. Tidak menerima konsep air musta’mal
2. Bersentuhan lelaki dan perempuan tidak membatalkan wudhu’
3. Membasuh kedua belah telinga dengan air basuhan rambut dan tidak dengan air yang baru.

ADZAN
1. Adzan Juma’at sekali; adzan kedua ditolak.

SHALAT Wahabi
1. Mempromosikan “Sifat Shalat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam‟, dengan alasan kononnya shalat berdasarkan fiqh madzhab adalah bukan sifat shalat Nabi yang benar.
2. Menganggap melafazhkan kalimat “usholli” sebagai bid’ah.
3. Berdiri dengan kedua kaki mengangkang.
4. Tidak membaca “Basmalah‟ secara jahar.
5. Menggangkat tangan sewaktu takbir sejajar bahu atau di depan dada.
6. Meletakkan tangan di atas dada sewaktu qiyam.
7. Menganggap perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam shalat sebagai perkara bid‟ah (sebagian Wahabiyyah Indonesia yang jahil).
8. Menganggap qunut Subuh sebagai bid’ah.
9. Menggangap penambahan “wa bihamdihi” pada tasbih ruku’ dan sujud adalah bid’ah.
10. Menganggap mengusap muka selepas shalat sebagai bid’ah.
11. Shalat tarawih hanya 8 rakaat; mereka juga mengatakan shalat tarawih itu
sebenarnya adalah shalat malam (shalatul-lail) seperti pada malam-malam lainnya
12. Dzikir jahr di antara rakaat-rakaat shalat tarawih dianggap bid’ah.
13. Tidak ada qadha’ bagi shalat yang sengaja ditinggalkan.
14. Menganggap amalan bersalaman selepas shalat adalah bid’ah.
15. Menggangap lafazh sayyidina (taswid) dalam shalat sebagai bid’ah.
16. Menggerak-gerakkan jari sewaktu tasyahud awal dan akhir.
17. Boleh jama’ dan qashar walaupun kurang dari dua marhalah.
18. Memakai sarung atau celana setengah betis untuk menghindari isbal.
19. Menolak shalat sunnat qabliyyah sebelum Juma’at
20. Menjama’ shalat sepanjang semester pengajian, karena mereka berada di landasan Fisabilillah

DO’A, DZIKIR DAN BACAAN AL-QUR’AN
1. Menggangap do’a berjama’ah selepas shalat sebagai bid’ah.
2. Menganggap dzikir dan wirid berjama’ah sebagai bid’ah.
3. Mengatakan bahwa membaca “Sodaqallahul ‘azhim” selepas bacaan al-Qur’an adalah Bid’ah.
4. Menyatakan bahwa do’a, dzikir dan shalawat yang tidak ada dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai bid’ah. Sebagai contoh mereka menolak Dala’il al-Khairat, Shalawat al-Syifa‟, al-Munjiyah, al-Fatih, Nur al-Anwar, al-Taj, dll.
5. Menganggap amalan bacaan Yasin pada malam Jum’at sebagai bid’ah yang haram.
6. Mengatakan bahwa sedekah atau pahala tidak sampai kepada orang yang telah wafat.
7. Mengganggap penggunaan tasbih adalah bid’ah.
8. Mengganggap zikir dengan bilangan tertentu seperti 1000 (seribu), 10,000 (sepuluh ribu), dll sebagai bid’ah.
9. Menolak amalan ruqiyyah syar’iyah dalam pengobatan Islam seperti wafa‟, azimat, dll.
10. Menolak dzikir isim mufrad: Allah Allah.
11. Melihat bacaan Yasin pada malam nisfu Sya’ban sebagai bid’ah yang haram.
12. Sering menafikan dan memperselisihkan keistimewaan bulan Rajab dan Sya’ban.
13. Sering mengkritik keutamaan malam Nisfu Sya’ban.
14. Mengangkat tangan sewaktu berdoa’ adalah bid’ah.
15. Mempermasalahkan kedudukan shalat sunat tasbih.

PENGURUSAN JENAZAH DAN KUBUR
1. Menganggap amalan menziarahi maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para anbiya’, awliya’, ulama’ dan sholihin sebagai bid’ah dan shalat tidak boleh dijama’ atau qasar dalam ziarah seperti ini.
2. Mengharamkan wanita menziarahi kubur.
3. Menganggap talqin sebagai bid’ah.
4. Mengganggap amalan tahlil dan bacaan Yasin bagi kenduri arwah sebagai bid’ah yang haram.
5. Tidak membaca do’a selepas shalat jenazah.
6. Sebagian ulama’ mereka menyeru agar Maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikeluarkan dari masjid nabawi atas alasan menjauhkan umat Islam dari syirik
7. Menganggap kubur yang bersebelahan dengan masjid adalah bid’ah yang haram
8. Do’a dan bacaan al-Quran di perkuburan dianggap sebagai bid’ah.

MUNAKAHAT [PERNIKAHAN]
1. Talak tiga (3) dalam satu majlis adalah talak satu (1)

MAJLIS SAMBUTAN BERAMAI-RAMAI
1. Menolak peringatan Maulid Nabi; bahkan menyamakan sambutan Mawlid Nabi dengan perayaan kristen bagi Nabi Isa as.
2. Menolak amalan marhaban para habaib
3. Menolak amalan barzanji.
4. Berdiri ketika bacaan maulid adalah bid’ah
5. Menolak peringatan Isra’ Mi’raj, dll.

HAJI DAN UMRAH
1. Mencoba untuk memindahkan “Maqam Ibrahim as.” namun usaha tersebut telah digagalkan oleh al-Marhum Sheikh Mutawalli Sha’rawi saat beliau menemuhi Raja Faisal ketika itu.
2. Menghilangkan tanda telaga zam-zam
3. Mengubah tempat sa’i di antara Sofa dan Marwah yang mendapat tentangan ulama’ Islam dari seluruh dunia

PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN
1. Maraknya para professional yang bertitle LC menjadi “ustadz-ustadz‟ mereka (di Indonesia)
2. Ulama-ulama yang sering menjadi rujukan mereka adalah:
a. Ibnu Taymiyyah al-Harrani
b. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
c. Muhammad bin Abdul Wahhab
d. Sheihk Abdul Aziz bin Baz
e. Nasiruddin al-Albani
f. Sheikh Sholeh al-Utsaimin
g. Sheikh Sholeh al-Fawzan
h. Adz-Dzahabi dll.

3. Sering mendakwahkan untuk kembali kepada al-Qura’an dan Hadits (tanpa menyebut para ulama’, sedangkan al-Qura’n dan Hadits sampai kepada umat Islam melalui para ulama’ dan para ulama’ juga lah yang memelihara dan menjabarkan kandungan al-Qur’an dan Hadits untuk umat ini)
4. Sering mengkritik Imam al-Ghazali dan kitab “Ihya’ Ulumuddin”

PENGKHIANATAN MEREKA KEPADA UMAT ISLAM
1. Bersekutu dengan Inggris dalam menjatuhkan kerajaan Islam Turki Utsmaniyyah
2. Melakukan perubahan kepada kitab-kitab ulama’ yang tidak sehaluan dengan mereka
3. Banyak ulama’ dan umat Islam dibunuh sewaktu kebangkitan mereka di timur tengah
4. Memusnahkan sebagian besar peninggalan sejarah Islam seperti tempat lahir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meratakan maqam al-Baqi’ dan al-Ma’la [makam para isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Baqi’, Madinah dan Ma’la, Mekah], tempat lahir Sayyiduna Abu Bakar dll, dengan hujjah tempat tersebut bisa membawa kepada syirik.
5. Di Indonesia, sebagian mereka dalu dikenali sebagai Kaum Muda atau Mudah [karena hukum fiqh mereka yang mudah, ia merupakan bentuk ketaatan bercampur dengan kehendak hawa nafsu].

TASAWWUF DAN THARIQAT
1. Sering mengkritik aliran Sufisme dan kitab-kitab sufi yang mu’tabar
2. Sufiyyah dianggap sebagai kesamaan dengan ajaran Budha dan Nasrani
3. Tidak dapat membedakan antara amalan sufi yang benar dan amalan bathiniyyah yang sesat.

Wallahu a’lam bish-Showab wal hadi ila sabilil haq.

Selasa, 21 Juli 2015

CONTOH AQIDAH WAHABI YANG DHO'IF ATAU PALSU.!!!

Contoh Aqidah Wahabi Salafi Yang NYATA Sesat Lagi Menyesatkan Serta Terkeluar dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah
CONTOH AQIDAH WAHABI YG DHOIF ATAU PALSU...... !!!!!

PARA ULAMA WAHABI MEMAKNAI ISTIWA' ALLAH dengan ISTIQROR (menetap) dan mengatakan bahawa ini adalah ucapan Sahabat dan ulama Ahlus sunnah Wal Jama'ah. Benarkah demikian ???

Ibnu Utsaimin dalam Majmu' Fatawa wa Rosailnya mengatakan :

مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين - (ج 8 / ص 317)
وأهل السنة والجماعة يؤمنون بأن الله تعالى مستوٍ على عرشه استواءً يليق بجلاله ولا يماثل استواء المخلوقين .
فإن سألت : ما معنى الاستواء عندهم ؟
فمعناه العلو والاستقرار .

Ertinya : Ahlussunnah Wal Jamaah mengimani bahwa Allah istiwa di atas Arsy-NYA dengan Istiwa yang layak bagi-NYA,dan tidak semisal istiwanya mahluk, seandainya Engkau bertanya: Apa makna Istiwa menurut mereka...?? Maka maknanya adalah al 'Uluw (tinggi) dan al Istiqror (menetap).
_______________________

PEMBAHASAN :
Dari manakah sumber Ibnu Ustaimin berani mengatakan ISTIWA' dengan makna ISTIQROR (menetap) ???

1. Al kalbi dan Muqotil dalam kitab tafsirnya. Sebagaiman di riwayatkan oleh al Baghowi dalam tafsirnya:

(ثمّ استوى على العرش)
قال الكلبي ومقاتل: استقرّ1/235

maknanya; Allah istiwa di atas arasNya,berkata al kalbi dan muqotil;istaqorro;menetap [Maalimu tanzil 1/235]

2. Ibnul Qoyyim Al Jauzi (Tokoh yang dijadikan ideolog oleh kaum wahabi dalam Aqidah) dalam kitab Ijtima'u Juyus al Islamiyah juz 1 hal 157 :

اجتماع الجيوش الإسلامية - (ج 1 / ص 157)
قول إمامهم ترجمان القرآن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما ذكر البيهقي عنه في قوله تعالى الرحمن على العرش استوى قال استقر

Perkataan para Imam ahli tafsir, Turjamanul Qur'an, yakni Abdullah bin Abbas Ra yang di sebutkan oleh al Baihaqi dari beliau mengenai firman Allah Ar Rohman alal Arsyistawa. Beliau berkata : yakni Istaqorro (menetap).

PERTANYAAN :
1.Siapakah al Kalbi dan Muqotil???
2. Benarkah al Baihaqi menyatakan bahwa Ibnu Abbas Ra menetapkan makna Istaqorro untuk Istawa sebagaimana di klaim oleh Ibnu Qoyyim ???
3.Apakah benar penisbatan kitab tafsir Ibnu Abbas kepada beliau ???

JAWABAN :

AL KALBI adalah seorang perowi yang masuk pada silsilat al Kidzb (rangkaian pendusta) :

1 Imam as Suyuthi berkata :

أي طريق الكلبي - رواية محمد بن مروان السدي الصغير فهي سلسلة الكذب .ا.هـ.
والكلام في رجال هذه السلسة معروف في كتب الجرح والتعديل .

Yakni melalaui jalan al Kalbi riwayat Muhammad bin Marwan as Sadi as Shogir maka itu adalah silsilah pendusta, dan rijal silsilah ini di kenal oleh ulama jarh wat tadil [al Itqon 2/189]

Dan kebanyakan tafsir Ibnu Abbas itu riwayat Muhamad bin Marwan dari al Kalbi ,sebagaimana yg akan di sebutkan pada jawaban nombor tiga.

2. Mashur Hasan dalam kitab; kutubun hadzaro minhal ulama 2/259 :

: كل ما أخرجه محمد بن السائب الكلبي عن أبي صالح عن ابن عباس ( وقد أخرج تفسيرا كثيرا ) كذبٌ وافتراءٌ . . وقال الإمام البخاري : أبو النضر الكلبي تركه يحيى بن مهدي . وقال أبو حاتم : الناس مجمعون على ترك حديثه وهو ذاهب الحديث لا يشتغل به .ا.هـ.

Semua yang di keluarkan oleh Muhammad bin Saib al Kalbi dari Abi Shalih dari Ibnu Abbas (dan telah di keluarkan dalam kitab tafsir yang banyak sekali) itu semua dusta dan di buat buat. Imam Bukhari berkata : Abu Nadhor al Kalbi di tinggalkan oleh Yahya bin Mahdi, berkata Abu Hatim : Para manusia sepakat meninggalkan hadisnya. Dia menghilangkan hadis dan tidak menyibukkan diri kepada hadis.

3.Berkata asy Syaukani dalam Fawaid al Majmu'ah 316 :

ومن جملة التفاسير التي لا يوثق بها " تفسير ابن عباس " فإنه مروي من طريق الكذابين كالكلبي والسدي ومقاتل

Di antara tafsir-tafsir yang tidak tsiqoh adalah kitab tafsir Ibnu Abbas karena di riwayatkan dari jalan para pendusta seperti al Kalbi as Sadi dan Muqotil.

MUQOTIL adalah seorang ahli tafsir namun tafsirannya banyak mengandungi tajsim (mejisimkan Allah) dan ditolak oleh para ulama' ahlus-sunnah wal jamaah. Muqotil memang terkenal sebagai ahli tafsir tetapi terlibat dalam faham tajsim dan terpengaruh dengan pemikiran ahli kitab yang menjisimkan tuhan mereka :

1. I mam Ibn Rajab Al-Hanbali r.a. menyebut nama Muqotil bin Sulaiman sebagai contoh bagi pelopor faham MUJASIMAH, beliau berkata:

والثاني من رام إثبات ذلك بأدلة العقول التي لم يرد بها الأثر ورد على أولئك مقالتهم كما هي طريقة مقاتل بن سليمان ومن تابعه كنوح بن أبي مريم وتابعهم طائفة من المحدثين قديماً وحديثاً.

Kedua; Golongan yang condong terhadap penetapan Dzat dan Shifat Allah dengan dasar akal semata yang tidak terdapat dalam atsar. Telah datang perkataan-perkataan mereka yang membantah golongan yang pertama sebagaimana yang dilakukan oleh Muqatil bin Sulaiman dan pengikut-pengikutnya seperti Nuh bin Abi Maryam; yang kemudian diikuti oleh (sebagian) kalangan Muhadditsin dulu dan sekarang.

2.Imam Abu Hanifah r.a. yang menjadi rujukan para ulama Ahlus Sunnah dalam bidang aqidah juga ada berkata tentang Muqotil ini :

أتانا من المشرق رأيان خبيثان، جهمٌ معطلٌ ومقاتلٌ مشبه

Telah datang kepada kami dari timur dua pendapat yang buruk iaitu Jahm yang berfaham Mu'aththiil (menafikan sifat Allah) dan Muqotil yang Musyabbih (menyerupakan sifat Allah dengan makhluk). [Tarikh Baghdad 13/164]

3.Imam Ahmad r.a. berkata tentang Muqotil:

كانت له كتب ينظر فيها إلا أني أرى أنه كان له علم بالقرآن

Sesungguhnya dia (Muqotil) memiliki kitab-kitab (yaitu kitab-kitab ahli kitab) yang dia sering rujuk kepadanya, hanya saja Aku melihat bahwa dia mempunyai ilmu tentang Al-Qur'an (tafsiran). [Tarikh Baghdad 13/161]

4.Imam Ibn Hibban juga berkata:

كان يأخذ عن اليهود والنصارى علم القرآن الذي يوافق كتبهم وكان مشبها يشبه الرب بالمخلوقين

Beliau (Muqotil) meriwayatkan dari Yahudi dan Nasrani tentang ilmu Al-Qur'an (tafsirannya) yang sesuai dengan kitab-kitab mereka (ahli kitab) dan beliau adalah seorang Musyabbih yang menyerupakan Allah dengan makhluk. [[Al-Majruhun 2/15]

KESIMPULAN : Jelas al Kalbi adalah pendusta dan Muqotil adalah Mujassim yang terkontaminasi dengan faham ahli kitab [yahudi nasrani] jadi jelas wahabi adalah pengikut salaf yang mujassimah, bukan pengikut salaf sebenarnya.

Ibnu Qoyyim Al Jauzi memaknai demikian karena mengikuti gurunya, Ibnu Taimiyyah yang ternyata membela mati matian kepada Muqotil,dia mencuba menafikan Muqotil daripada faham Tajsim dengan menganggap bahwa Imam Al-Asy'ari r.a. yang mengkritik Muqotil di sebabkan karena merujuk kepada rujukan Mu'tazilah. Ibn Taimiyyah membersihkan Muqotil bin Sulaiman daripada kritikan Imam Al-ASy'ari dengan berkata:

وأما مقاتل فالله أعلم بحقيقة حاله والأشعري ينقل هذه المقالات من كتب المعتزلة وفيهم انحراف عن مقاتل بن سليمان فلعلهم زادوا في النقل عنه أو نقلوا عن غير ثقة وإلا فما أظنه يصل إلى هذا الحد…ومقاتل بن سليمان وإن لم يكن يحتج به في الحديث لكن لا ريب في علمه بالتفسير وغيره

Adapun Muqotil, hanya Allah lebih mengetahui hakikat keadaannya. Sedangkan Al-Asy'ari menukilkan perkataan-perkataan ini (Muqotil menjisimkan Allah) daripada kitab-kitab Mu'tazilah yang mengandung penyelewengan terhadap Muqotil bin Sulaiman. Boleh jadi, mereka menambah nukilan (yang di buat2) terhadapnya (Muqotil) atau mereka menukil dari orang yang tidak tsiqah. Kalau tidak, aku tidak berfikir bahwa Muqotil sampai ke tahap yang demikian (tajsimnya).Muqotil walaupun tidaklah dari kalangan orang yang di pakai hujahnya dalam hadith, tetapi tidak dinafikan keilmuannya dalam tafsir dan lainnya". [Minhaj As-Sunnah: 2/618]

Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalaniy dalam kitab Fathul Bari ketika membahas istawa berkata :

قال ابن بطال اختلف الناس في الاستواء المذكور هنا وقالت الجسمية معناه الاستقرار ثم قال : وأما قول المجسمة ففاسد أيضا، لأن الاستقرار من صفات الأجسام ويلزم منه الحلول والتناهي، وهو محال في حق الله تعالى، ولائق بالمخلوقات

Berkata ibnu bathol bahwa telah terjadi perbedaan ulama dalam makna Istiwa, dan Golongan Jismiyyah (mujassimah) berkata, bahwa maknanya (Istiwa’) itu ISTIQROR (menetap), kemudian beliau berkata: perkataan kaum mujasimah itu fasid,karena istiqror adalah sifat benda/jisim dan melazimkan hulul dan batas, maka itu mustahil pada hak Allah Ta'ala dan layak bagi mahluk
Dan perlu diketahui bahwa riwayat yang dicomot oleh Ibnul Qoyiim dalam kitab Al Asma' wash Shifat itu sebenarnya sudah dihukumi Munkar oleh Al Baihaqi, namun sayang Ibnul Qoyyim menyembunyikan kenyataan ini :

Al Imam Al Hafizh Al Baihaqi berkata :

“….Riwayat tersebut (yang mengatakan Abdullah bin Abbas menafsirkan istiwa dengan bersemayam) adalah mungkar ...“.

Selasa, 17 Februari 2015

WAHABI ADALAH KHAWARIJ NEWS, INI BUKTINYA:

Sumber Kitab Tafsir Hasyiah As-Showi ‘Ala Tafsir Al-Jalalain Juz 3 QS. Fathir: 7 hal. 78 Penerbit: Darr Ihya at-Turats Al-Arabi Cetakan pertama tahun 1419 H atau hal. 379 Penerbit: Al-Haramain.
Di dalam tafsir tersebut jelas tertulis kalimat seperti ini:

ﻫﺬﻩ ﺍﻻﻳﺔ ﺗﺰﻟﺔ ﻓﻰ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺤﺮﻓﻮﻥ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ, ﻭﻳﺴﺘﺤﻠﻮﻥ ﺑﺬﺍﻟﻚ ﺩﻣﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺍﻣﻮﺍﻟﻬﻢ, ﻟﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﺸﺎﻫﺪ ﺃﻻﻥ ﻓﻰ ﻧﻈﺎﺋﺮﻫﻢ ﻭﻫﻢ ﻓﺮﻗﺔ ﺑﺄﺭﺽ ﺣﺠﺎﺯﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻳﺤﺴﺒﻮﻥ ﺍﻧﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺷﻴﺊ ﺃﻻ ﺍﻧﻬﻢ ﻫﻢ ﺍﻟﻜﺎﺫﺑﻮﻥ, ﺍﺳﺘﺤﻮﺫﻟﻬﻢ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ, ﻓﺄﻧﺴﺎﻫﻢ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ, ﺃﻭﻟﺌﻚ ﺣﺰﺏ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ, ﺃﻻ ﺍﻥ ﺣﺰﺏ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻫﻢ ﺍﻟﺨﺎﺳﺮﻭﻥ, ﻧﺴﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺃﻥ ﻳﻘﻄﻊ ﺩﺍﺑﺮﻫﻢ .
“Ini ayat turun berkenaan dengan khawarij yg merubah takwil al- Qur’an dan as-Sunnah, menghalalkan darah umat islam dan hartanya, jika mau mengetahui mereka sekarang yaitu mereka kelompok yang hidup di BUMI HIJAZ [ARAB SAUDI] mereka disebut WAHABIYAH, mereka mengira sesungguhnya mereka lah yang berada pada sesuatu yg benar [al-Qur’an dan as-Sunnah], ketahuilah sesungguhnya mereka adalah PARA PENDUSTA. Mereka telah digelincirkan setan, maka mereka lupa mengingat Allah, mereka adalah tentara setan, dan ketahuilah bahwa tentara setan adalah mereka org2 yang merugi. Kami memohon perlindungan kepada Allah yg Maha Mulia jika berada dibelakang mereka [Wahhabi ].”

Akan tetapi kaum KHAWARIJ ini bertindak nekat dengan mendistorsi kitab tersebut dgn menghilangkan kalimat ini:

, ﻟﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﺸﺎﻫﺪ ﺃﻻﻥ ﻓﻰ ﻧﻈﺎﺋﺮﻫﻢ ﻭﻫﻢ ﻓﺮﻗﺔ ﺑﺄﺭﺽ ﺣﺠﺎﺯ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻳﺤﺴﺒﻮﻥ ﺍﻧﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺷﻴﺊ ﺃﻻ ﺍﻧﻬﻢ ﻫﻢ ﺍﻟﻜﺎﺫﺑﻮﻥ
“jika mau mengetahui mereka sekarang adalah yaitu mereka kelompok yang hidup di BUMI HIJAZ [ARAB SAUDI] mereka disebut WAHABIYAH, mereka mengira sesungguhnya mereka lah yang
berada pada sesuatu yg benar [al-Qur’an dan as-Sunnah],ketahuilah sesungguhnya mereka adalah PARA PENDUSTA.”

DI ATAS ADALAH PERNYATAAN SYEIKH AS-SHOWI DARI KITAB ASLINYA MENGENAI WAHABI DAN BELIAU MENSIFATKAN BAHWA WAHABI SEBAGAI KHAWARIJ YANG TERBIT DI TANAH HIJAZ. BELIAU MENOLAK WAHABI, BAHKAN MENYATAKAN WAHABI SEBAGAI SETAN KERANA MENGHALALKAN DARAH UMAT ISLAM, MEMBUNUH UMAT ISLAM DAN MERAMPAS SERTA MENGHALALKAN RAMPASAN HARTA TERHADAP UMAT ISLAM. LIHAT PADA KALIMAT
SELANJUTNYA YANG SUDAH SAYA WARNAI.

Inilah Wahhabi . Bila ulama membuka AIB KEJAHATANNYA mereka akan bertindak NEKAT dengan merubah kitab-kitab ulama Islam.

Awas…………….sudah terlalu banyak kitab ulama Islam dipalsukan oleh Wahabi kerana tidak sependapat dengan mereka. Semoga Allah memberi hidayah kepada Wahabi sehingga bertobat dan menetapkan iman orang Islam semuanya. Aamiin

wallohu a’lam

TIPU DAYA SALAFI WAHABI

Pada poin ini, kita akan membahas tentang ungkapan-ungkapan kaum Salafi  Wahabi yang mengandung tipu daya dan telah banyak meyakinkan orang-orang awam agar mengikuti ajaran mereka. Ungkapan-ungkapan itu memang bukan ayat al-Qur'an maupun hadis, tetapi secara logika semata, ungkapan tersebut tidak bisa ditolak begitu saja, padahal bila dikaitkan dengan pembahasan-pembahasan sebelum ini maka semuanya akan tertolak mentah-mentah. Di antara ungkapan-ungkapan itu adalah:

1. "Seandainya apa yang diada-adakan sepeninggal mereka (Rasulullah Saw. dan
para shahabatnya) itu baik, tentu mereka yang lebih dahulu mengerjakannya" (lihat Ensiklopedia Bid'ah, hal. 73).

Ungkapan ini sama sekali tidak bisa dianggap benar, karena hanya mengandai-andai. Pada kenyataannya, perkara-perkara baru seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. atau yang sepertinya memang mengandung banyak kebaikan, dan hal itu ditakdirkan Allah baru ada setelah ratusan tahun Rasulullah Saw. wafat.

Untuk menjawab ungkapan berandai-andai di atas, kita juga bisa berkata seperti mereka, "Seandainya acara Maulid atau tahlilan itu buruk, tentu Rasulullah Saw. telah menyebutkan larangan melakukannya dengan jelas". Ternyata Rasulullah Saw. hanya melarang bid'ah , bukan Maulid atau tahlilan. Beliau juga tidak menyebutkannya sebagai amalan-amalan yang merupakan dosa besar seperti syirik, zina, durhaka kepada orang tua, lari dari medan perang, dan lain sebagainya. Apa yang menghalangi beliau untuk menyebutkannya bila memang beliau tahu hal itu buruk atau sesat, atau merupakan dosa besar? Pantaskah beliau menyembunyikannya?

2. "Tak layak bagi orang yang berakal untuk tertipu dengan banyaknya orang yang
mengerjakan perbuatan tersebut (Maulid-red) di seluruh penjuru dunia. Sebab, al-
haq (kebenaran) tidak diketahui dari banyaknya yang mengerjakannya" (lihat
Ensiklopedia Bid'ah , hal. 10).

Dengan pernyataan ini, sepertinya mereka lupa, bahwa yang banyak melakukannya (Maulid) di seluruh penjuru dunia bukan cuma masyarakat Islam yang awam. Kenyataan itu juga menunjukkan bahwa di seluruh penjuru dunia ada banyak pula para ulama Islam yang menerima acara Maulid sebagai suatu kegiatan positif dalam pandangan agama, dan merekalah yang mengajak umat untuk mengamalkan dan melestarikannya. Para ulama itu bahkan banyak yang menulis kitab khusus berkenaan dengan acara Maulid.

Berarti, mayoritas ulama dan umat Islam menganggap acara Maulid itu positif, kecuali segelintir ulama Salafi & Wahabi beserta sejumlah kecil para pengikutnya.

Jadi, lebih baik mana, pendapat mayoritas ulama atau pendapat segelintir ulama?

Bukankah hadis mutawatir (yang diriwayatkan banyak orang) lebih kuat status keotentikan dan kebenarannya di bandingkan dengan hadis aahaad (yang diriwayatkan oleh satu atau beberapa orang saja)?

Al-Haq (kebenaran) tentang suatu amalan memang tidak didasarkan pada banyak atau sedikitnya orang yang melakukan, tetapi pendapat mayoritas ulama tentang kebaikan amalan itu adalah jalan yang lebih selamat dan paling logis untuk mencapai kebenaran tersebut. Sementara sikap atau pandangan segelintir orang yang berbeda dari mayoritas umat Islam, lebih pantas dibilang sebagai suatu keganjilan atau kelainan. Karena yang biasa terjadi adalah, mayoritas siswa di suatu sekolah berhasil lulus ujian kecuali segelintir siswa saja. Sungguh sangat aneh bila yang terjadi, mayoritas siswa di sekolah itu tidak lulus ujian kecuali segelintir siswa saja.

Bila mereka katakan, "yang banyak belum tentu benar", maka karena kebenaran hakiki hanya Allah yang tahu, kita katakan kepada mereka, "bila yang banyak belum tentu benar, maka yang sedikit lebih jauh lagi kemungkinannya untuk benar. Tetapi yang banyak lebih aman dan lebih selamat daripada yang sedikit".

3. "Jelaslah bahwa Islam adalah sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak perlu
ditambah dan tidak boleh dikurangi" (lihat Ensiklopedia Bid'ah , hal. 20). "Mengada-adakan hal
baru dalam agama, seperti peringatan Maulid, berarti beranggapan bahwa Allah Swt. belum
menyempurnakan agama-Nya bagi umat ini" (lihat Ensiklopedia Bid'ah , hal. 8).

Islam memang sudah sempurna, siapapun orang Islamnya pasti meyakini itu.
Bila orang melakukan suatu amalan yang mengandung kebaikan (seperti Maulid atau yang lainnya) dianggap menambah agama atau beranggapan bahwa Allah belum menyempurnakan agama-Nya, maka itu hanyalah fitnah dan tuduhan yang diada-adakan oleh kaum Salafi & Wahabi. Karena, baik yang merintis maupun yang melakukan amalan tersebut tidak pernah berpikir begitu, mereka hanya fokus pada pelaksanaan suatu amalan kebajikan atau amal shaleh yang bermanfaat bagi banyak orang. Sungguh aneh memang, mereka yang menuduh, lalu mereka pula yang menyalahkan!

4. "Melakukan amalan seperti peringatan Isra' & Mi'raj atau yang lainnya adalah sia-sia dan tidak ada pahalanya, karena Rasulullah Saw. tidak pernah menyuruh atau tidak pernah mengerjakannya" (Ceramah agama di Radio Roja' AM 726 Mhz.).

Ungkapan yang ini lebih aneh lagi, karena: 1. Allah Swt. dan Rasulullah Saw.
tidak pernah menyatakan bahwa melakukan amalan seperti peringatan Maulid atau Isra' & Mi'raj itu sia-sia dan tidak ada pahalanya 2. Pahala itu milik Allah dan hanya Dia yang berwenang untuk memberikannya atau tidak memberikannya, bukan milik kaum Salafi & Wahabi. 3. Setiap amalan yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah Saw. atau para Shahabat beliau tidak lantas berarti terlarang, kecuali bila beliau jelas-jelas menyebutkan larangannya secara khusus, dan ini merupakan ijma' (kesepakatan) ulama (lebih jelasnya, lihat pembahasan tentang Dalil Perintah
dan Larangan pada buku ini).

Jadi, bila mereka menyatakan acara Maulid, Isra & Mi'raj, tahlilan, dan lain sebagainya itu sia-sia dan tidak ada pahalanya, maka mereka harus mendatangkan dalil yang menyebutkannya dengan jelas. Bila tidak ada dalilnya, atau hanya dalil umum (sebagaimana kebiasaan mereka) yang mereka ajukan, maka berarti mereka telah melakukan bid'ah sesat, karena telah berfatwa bahwa
orang yang hadir di acara tersebut di mana mereka melakukan silaturrahmi, membaca dan mendengarkan al-Qur'an, berzikir, bershalawat, mendengarkan nasihat ulama, memuliakan dan mengenang Rasulullah Saw., berdo'a, dan berbagi rezeki, sama sekali tidak mendapat pahala!

Rupanya, sifat bakhil kaum Salafi & Wahabi ini sudah keterlaluan. Pelit terhadap milik sendiri adalah sikap tercela, dan lebih tercela lagi pelit terhadap milik orang lain. Dan amat sangat lebih tercela lagi bila pelit terhadap milik Allah. Apakah Allah harus minta persetujuan mereka untuk memberi pahala kepada hamba-Nya??!

Tentang amalan yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah Saw., maka para ulama kaum muslimin dari masa dulu mupun belakangan, di Timur maupun di Barat, telah sepakat bahwa "hal meninggalkan" itu bukanlah suatu prinsip atau konsep untuk menyimpulkan hukum secara tersendiri. Tentang ini, Syaikh al-'Allamah as-Sayyid Abdullah bin Shiddiq al-Ghumari telah menulis sebuah risalah yang ia beri judul "Husnu at-Tafahhum wa ad-Daraki li Mas'alati at-Tarki" (Pemahaman & Pengetahuan yang baik untuk masalah "Meninggalkan"). Beliau memulainya dengan beberapa bait puisi yang indah, yang berbunyi:

Meninggalkan suatu amalan bukan hujjah dalam syari'at kita Dan ia tidak bermakna pelarangan ataupun kewajiban Siapa yang melarang suatu perbuatan dengan alasan Nabi meninggalkannya
Kemudian berpendapat itulah hukum yang benar dan tepat Sungguh dia telah menyimpang dari seluruh dalil-dalil Bahkan keliru dalam memutuskan hukum yang shahih, dan dia telah gagal
Tidak ada pelarangan kecuali pelarangan yang diiringi Dengan ancaman siksa bagi pelanggarnya
Atau kecaman terhadap suatu perbuatan, dan disertai bentuk sanksi yang pasti Atau lafaz mengharamkan untuk perkara tercela.

(Lihat Kupas Tuntas Ibadah-ibadah Diperselisihkan, Syaikh Ali Jum'ah –Mufti Mesir--, Duha Khazanah, Cikarang, 2007, hal 235-236).

Sabtu, 14 Februari 2015

IBNU TAYMIYAH TEOLOGI EMBER

Dalam kutipan berikut ini dari salah satu kitab Ibnu Taimiyah,sebagai klarifikasi lanjutan dari keyakinan anthropomorphist, dalam pemahamannya tentang sebuah ĥadiitħ yang diriwayatkan oleh At-Tirmidħiyy. ĥadiitħ Ini jika di maknai harfiah terjemahnya: ". Jika salah seorang dari kalian menurunkan ember dengan tali, maka akan jatuh pada Allah" para ulama hadis tidak mengambil ĥadiitħ ini dgn secara makna harfiah, karena Allah bukan tubuh shgg menjadi sesuatu untuk bertemu,Mereka [muhaddis] mengatakan maknanya bahwa ember itu jatuh dengan
pengetahuan Allah.

Dalam pemahaman Ibnu Taimiyah itu di pahami secara literal dan antropomorfik.
Pemahaman Ibnu Taimiyah tentang ĥadiith menurunkan ember:
Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Majmuuu-l-Fataawaa [1]:
ﻓﺈﻥ ﻗﻮﻟﻪ : } ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻲ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺑﺤﺒﻞ ﻟﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ { ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻣﻔﺮﻭﺽ ; ﺃﻱ ﻟﻮ ﻭﻗﻊ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻟﻮﻗﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﻟﻜﻨﻪ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺪﻟﻲ ﺃﺣﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻴﺌﺎ ; ﻷﻧﻪ ﻋﺎﻝ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻫﺒﻂ ﺷﻲﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻗﻒ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻟﻢ ﻳﺼﻌﺪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻬﺔﺍﻷﺧﺮﻯ ﻟﻜﻦ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﻓﺮﺽ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ ‏( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ .- ‏(6/571 )
Sesungguhnya pernyataan  (Nabi) : ". Jika salah seorang dari kalian menurunkan ember dengan tali, maka akan jatuh pada Allah" Ini adalah pertimbangan yang mesti, yakni, jika terjadi menurunkan ember, maka akan jatuh pada-Nya,tetapi Hal ini tidak mungkin bagi siapa pun untuk menurunkan apapun pada Allah, karena dzat-Nya itu tinggi, dan jika ada sesuatu yang diturunkan ke bawah Bumi, maka akan berhenti di pusat bumi, dan tidak akan naik ke arah yang berlawanan ( dari sana). (6/571)

Dia lebih lanjut menjelaskan tentang konsep "menurunkan tali/ember", dengan mengatakan:
ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻣﺎ ﻳﻬﺒﻂ ﻣﻦ ﺃﻋﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﺇﻟﻰ ﺃﺳﻔﻠﻬﺎ - ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ - ﻻ ﻳﺼﻌﺪ ﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺇﻻ ﺑﺮﺍﻓﻊ ﻳﺮﻓﻌﻪ ﻳﺪﺍﻓﻊ ﺑﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﺗﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺒﻮﻁ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻓﺈﻥ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﺪﺍﻓﻊ ﺃﻗﻮﻯ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﻋﺪﺍ ﺑﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻠﻚ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻭﺻﻌﺪ ﺑﻪ ﺇﻟﻰﺍﻟﻠﻪ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺃﺫﻫﺎﻥ ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﺤﺎﺫﻱ ﺃﺭﺟﻠﻬﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﺎﺑﻄﺎ ﻭﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ .... ﻭﻫﻮﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﺣﻘﻴﻘﻴﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺪﺍ ﻟﻠﺤﺒﻞ ﻭﺍﻟﺪﻟﻮ ﻻ ﺇﺩﻻﺀ ﻟﻪ .... ﻭﻟﻜﻦ ﻓﺎﺋﺪﺗﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔﻭﺍﻟﻌﻠﻮ ....ﻭﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺔ ﺍﻟﺨﺎﻟﻖ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻦ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﺒﺾ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﻳﻄﻮﻱ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎﻓﻴﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺘﻪ ﺑﺎﻟﻤﺨﻠﻮﻗﺎﺕ. ‏(ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6 / 573-572 )
: Demikian juga, apa yang turun dari atas bumi ke bawah, yang merupakan pusat bumi, maka tidak naik dari bawah sana ke arah sebelumnya, kecuali dgn seseorang yang mengangkatnya, yang menolak turunnya tali ke bawah sampai pusat (yaitu tarikan gravitasi.) Jika ada yang mengangkat dgn kuat (dari tarikan gravitasi), maka akan bangkit ke atas menuju falak , dan akan meningkat naik kepada Allah.
dan hal itu disebut menurunkan", Itu hanya dari sudut pandang pemikiran para pendengar bahwa apa yang searah dengan kaki disebut jatuh .... walau pun itu benar-benar menurun sampai pusat (Bumi), dan yang ada hanya mengulurkan tali dan ember, dan bukan turun yang sebenarnya ..... ada pun faidah dari semua itu adalah menjelaskan meliputi dan tingginya Allah .... Tujuan (dari ĥadiith) adalah untuk menjelaskan bahwa Pencipta ( ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ) meliputi bumi sebagaimana di
jelaskan bahwa Dia menggenggam langit dan melipat bumi dan yang sejenisnya, yakni menjelaskan bahwa Dia meliputi seluruh diciptakan. (6/572-573)

lebih simpel di katakan oleh ibnu taemiyyah dalam Bayân Tadlîs al jahmiyah,2/225:
… ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ < ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻰ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺩﻟﻮﻩ ﻟﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ > ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﺷﻲﺀ ﺇﻟﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻬﺒﻮﻁ ﺷﻲﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻜﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﺤﺖ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻐﺮﺽ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﺍﻟﻤﻤﺘﻨﻊ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺘﻪ ﻣﻦ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺠﻬﺎﺕ ﻭﻫﺬﺍﺗﻮﻛﻴﺪ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﻓﻮﻕ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﻻ ﻣﻨﺎﻑ ﻟﺬﻟﻚ .
:“Seprti dalam hadis “andai seorang menjulurkan tali, pasti ia turun atas Allah.”
Dan seperti telah diketahui bahwa menjulurkan sesuatu ke sisi itu adalah mustahil, maka turunnya sesuatu kepada Allah juga mustahil. Dan adanya Allah di bawah sesuatu itu juga mustahil. Akan tetapi tujuan dari pengira-ngiraan itu yang mustahil itu adalah penjelasan akan Kemaha meliputinya Allah terhadap segala sisi. Dan ini adalah penguat bahwa Dia di atas langit di atas Arsy, bukan menyalahinya.

Dengan kata lain, menurut Ibnu Taimiyah, Allah adalah fisik yang ada sekitar sesuatu dengan batas-batas fisik, ukuran dan bentuk dengan mengelilingi semua sisi ciptaannya.

Dalam analisis akhir dari ĥadiith ini, Ibnu Taimiyah mengatakan:
ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺗﺄﻭﻳﻠﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺗﺄﻭﻳﻼﺕ ﺍﻟﺠﻬﻤﻴﺔ ; ﺑﻞ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﺛﺒﻮﺗﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﺍﻻ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ. ﻭﺍﻹﺣﺎﻃﺔﻗﺪ ﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻋﻠﻢ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺇﺛﺒﺎﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻤﻠﺔ ﻣﺎ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﻭﻻ ﺍﻟﺸﺮﻉ .
: Dan yang mentakwil hadis ini dengan ilmuNya/pengetahuanNya (Yaitu turunnya dengan pengetahuan Allah] itu jelas fasid dan termasuk jenis takwil Jahmiyy .

Sebaliknya, berdasarkan asumsi tetapnya ĥadiitħ itu , maka itu menunjukan meliputi Allah dan kita tahu bahwa Allah mampu utk mengelilingi mahlukNya dan di ketahui hal itu pada hari kiamat sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah. secara umum, dalam menetapkan ĥadiits ini, tdk bertentangan dengan akal atau syara (6/574)

Dan Pdahal imam tirmidzi mentakwil hadis itu dengan makna Ilmu Allah,ucapan Ibnu taimiyah itu di nuqil kan juga oleh ibnu qoyim dgn taqlid kpd gurunya dalam ktbnya al-Sawa'iq al-Mursalah hal 400:
( ﻭﺍﻣﺎ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻟﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﺷﻴﺨﻨﺎ : ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺗﺄﻭﻳﻼﺕ ﺍﻟﺠﻬﻤﻴﺔ ))"
artinya:bahwa ta'wil al Tirmidzi dan selainnya menurut Syaikh kami- bin Taymiyyah: "Ini adalah nyata fasidnya (zahiral fassad) termasuk dari jenis (Ta'wilat) Jahmiyyah ..!!

Penakwilan imam ulama salaf seperti at tirmidzi yg mana di terima dari salaf sblmnya,DI CAP sebagai "TAKWIL JAHMIYAH",..!!Begitu juga orang2 yg itba kpda ibnu taemiyah PADA MASA SEKARANG mengucapkan tuduhan yg sama kepada aswaja sbgmana ibnu taemiyah menuduh at tirmidzi.

Kesimpulan:
Di atas, menunjukkan bahwa Ibnu Taimiyah tidak hanya memiliki kecenderungan anthropomorphist,Dia percaya bahwa Allah adalah jisim dengan bentuk yang mengelilingi sesuatu/alam. Dia menyatakan bahwa Sang Pencipta ada diperbatasan alam.

Mari kita kembali mengingatkan tentang keyakinan Sunni dalam kaitannya dengan keyakinan Ibnu Taimiyah. Seorang ulama terkenal yg bernama Imam Abu Jafar At-Tahawi (.229-321 Hijrah / 828/920 M), juga ada pada era Salaf, Beliau menulis sebuah kitab yang sangat terkenal yang disebut ^ Al-Aqidah At-Tahawiyyah,ia menyebutkan bahwa subjek dari kitabnya itu adalah penjelasan tentang aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jammaah, yang juga merupakan aqidah Imam Abu Hanifah (salah seorang ulama empat madhab). Imam Abu Hanifah adalah salah satu
mujtahid salaf (80-150 H, 679/749 M). Imam Abu JaFAR At-Tahawi dalam KITABnya Al-^ Aqidah At-Tahawiyyah mengatakan:
ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﻭﺍﻟﻐﺎﻳﺎﺕ ﻭﺍﻷﺭﻛﺎﻥ ﻭﺍﻷﻋﻀﺎﺀ ﻭﺍﻷﺩﻭﺍﺕ. ﻻ ﺗﺤﻮﻳﻪ ﺍﻟﺠﻬﺎﺕ ﺍﻟﺴﺖ ﻛﺴﺎﺋﺮ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺎﺕ .
Artinya: "MAHA suci Allah dari batas , ujung , sisi , organ dan alat .dan Dia tdk terkandung oleh enam arah sebagaimana semua hal yang diciptakan "Keenam arah adalah (atas, bawah, depan, belakang, kiri dan kanan)..

Keenam arah yang utama itu diciptakan oleh Allah dan hanya berisi hal-hal yang diciptakan dan jika Allah terkandung oleh enam arah utama, maka akan menjadikan-Nya seperti segala sesuatu yang diciptakan, yang secara intelektual itu tidak mungkin, karena Allah Sang Pencipta itu kekal dan tak terbatas, tidak seperti ciptaan yang dibatasi.
===================================================
[1] ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ : ﻓﺈﻥ ﻗﻮﻟﻪ : } ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻲ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺑﺤﺒﻞ ﻟﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ { ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻣﻔﺮﻭﺽ ; ﺃﻱ ﻟﻮ ﻭﻗﻊ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻟﻮﻗﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﻟﻜﻨﻪ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺪﻟﻲ ﺃﺣﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻴﺌﺎ ; ﻷﻧﻪ ﻋﺎﻝ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻫﺒﻂ ﺷﻲﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻗﻒ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻟﻢ ﻳﺼﻌﺪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻟﻜﻦ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﻓﺮﺽ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ. ﻓﻬﻜﺬﺍ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ : ﺇﺫﺍ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪﻳﻘﺼﺪﻩ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻛﺎﻥ ﻫﻮ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻳﺴﻤﻊ ﻛﻼﻣﻪ ﻭﻛﺎﻥ ﻣﺘﻮﺟﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﻣﻤﺎ ﺗﻤﻨﻊ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﻔﻄﺮﺓ ; ﻷﻥ ﻗﺼﺪﺍﻟﺸﻲﺀ ﺍﻟﻘﺼﺪ ﺍﻟﺘﺎﻡ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﻗﺼﺪ ﺿﺪﻩ ; ﻓﻜﻤﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻟﻌﻠﻴﺎ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﺗﻨﺎﻓﻲ ‏(ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6 / 571 ‏) ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻟﺴﻔﻠﻰ
ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻗﺼﺪ ﺍﻷﻋﻠﻰ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﻗﺼﺪﻩ ﻣﻦ ﺃﺳﻔﻞ ﻭﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﻬﺒﻂ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﻑ ﺍﻷﺭﺽ ﻳﻤﺘﻨﻊ ﺻﻌﻮﺩﻩ ﺇﻟﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ -ﻷﻧﻬﺎ ﻋﺎﻟﻴﺔ - ﻓﺘﺮﺩ ﺍﻟﻬﺎﺑﻂ ﺑﻌﻠﻮﻫﺎ ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻟﻌﻠﻴﺎ ﻣﻦ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺗﺮﺩ ﻣﺎ ﻳﺼﻌﺪ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺜﻘﻴﻞ ﻓﻼ ﻳﺼﻌﺪ ﺍﻟﺜﻘﻴﻞ ﺇﻻ ﺑﺮﺍﻓﻊ ﻳﺮﻓﻌﻪ ﻳﺪﺍﻓﻊ ﺑﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﺗﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺒﻮﻁ ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻣﺎ ﻳﻬﺒﻂ ﻣﻦ ﺃﻋﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﺇﻟﻰ ﺃﺳﻔﻠﻬﺎ - ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ - ﻻ ﻳﺼﻌﺪ ﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺇﻻ ﺑﺮﺍﻓﻊ ﻳﺮﻓﻌﻪ ﻳﺪﺍﻓﻊ ﺑﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﺗﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺒﻮﻁ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻓﺈﻥ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﺪﺍﻓﻊ ﺃﻗﻮﻯ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﻋﺪﺍﺑﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻠﻚ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻭﺻﻌﺪ ﺑﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺃﺫﻫﺎﻥ ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﺤﺎﺫﻱ ﺃﺭﺟﻠﻬﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﺎﺑﻄﺎ ﻭﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﻣﻊ ﺗﺴﻤﻴﺔ ﺇﻫﺒﺎﻃﻪ ﺇﺩﻻﺀ ﻭﻫﻮ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﺣﻘﻴﻘﻴﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻧﻤﺎﻳﻜﻮﻥ ﻣﺪﺍ ﻟﻠﺤﺒﻞ ﻭﺍﻟﺪﻟﻮ ﻻ ﺇﺩﻻﺀ ﻟﻪ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ ﻭﺍﻟﺸﺮﻁ ﻣﻘﺪﺭﺍﻥ ﻻ ﻣﺤﻘﻘﺎﻥ . ﻓﺈﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻰ ﻟﻬﺒﻂ ; ﺃﻱ ﻟﻮ ﻓﺮﺽ ﺃﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﺩﻻﺀ ﻟﻔﺮﺽ ﺃﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﻭﻫﻮ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﻭﻫﺒﻮﻃﺎ ﺇﺫﺍ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﺗﺤﺖ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻣﻨﺘﻒ ; ﻭﻟﻜﻦ ﻓﺎﺋﺪﺗﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ ﻭﺍﻟﻌﻠﻮ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺟﺎﻧﺐ ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻔﺮﻭﺽ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻲ ﺣﻘﻨﺎ ﻻ ﻧﻘﺪﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻼ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺃﻥ ﻳﺪﻟﻲ ﻭﻻ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺃﻥ ﻳﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻲﺀ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻳﺨﺮﻕ ﻣﻦ ﻫﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﻫﻨﺎﻙ ﺑﺤﺒﻞ ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺣﻘﻪ ﺇﺩﻻﺀ ﻓﻼ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺣﻘﻪ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﻋﻠﻴﻪ . ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﺧﺮﻕ ﺑﺤﺒﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﻄﺐ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﻄﺐ ﺃﻭ ﻣﻦ ﻣﺸﺮﻕ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﺇﻟﻰ ﻣﻐﺮﺑﻬﺎ ‏(ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ -6/572 ‏) ﻭﻗﺪﺭﻧﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﺒﻞ ﻣﺮ ﻓﻲ ﻭﺳﻂ ﺍﻷﺭﺽ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻛﻠﻪ ﻭﻻ ﻓﺮﻕ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﺨﺮﻕ ﻣﻦ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﻣﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻴﺴﺎﺭ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺃﻣﺎﻣﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺧﻠﻔﻨﺎ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺭﺀﻭﺳﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺃﺭﺟﻠﻨﺎﺇﺫﺍ ﻣﺮ ﺍﻟﺤﺒﻞ ﺑﺎﻷﺭﺽ ﻓﻌﻠﻰ ﻛﻞ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻗﺪ ﺧﺮﻕ ﺑﺎﻟﺤﺒﻞ ﻣﻦ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻤﺤﻴﻂ ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺒﻪ ﺍﻵﺧﺮ ﻣﻊ ﺧﺮﻕ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﺇﺣﺎﻃﺔﻗﺒﻀﺘﻪ ﺑﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ ﻓﺎﻟﺤﺒﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪﺭ ﺃﻧﻪ ﺧﺮﻕ ﺑﻪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻭﺻﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﺇﺩﻻﺀ ﻭﻻ
ﻫﺒﻮﻃﺎ. ﻭﺃﻣﺎ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻴﻨﺎ ﻓﺈﻥ ﻣﺎ ﺗﺤﺖ ﺃﺭﺟﻠﻨﺎ ﺗﺤﺖ ﻟﻨﺎ ﻭﻣﺎ ﻓﻮﻕ ﺭﺀﻭﺳﻨﺎ ﻓﻮﻕ ﻟﻨﺎ ﻭﻣﺎ ﻧﺪﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺭﺀﻭﺳﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﻧﺎﺣﻴﺔﺃﺭﺟﻠﻨﺎ ﻧﺘﺨﻴﻞ ﺃﻧﻪ ﻫﺎﺑﻂ ﻓﺈﺫﺍ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺃﺣﺪﻧﺎ ﺃﺩﻟﻰ ﺑﺤﺒﻞ ﻛﺎﻥ ﻫﺎﺑﻄﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻫﻨﺎﻙ ﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻲ ﺣﻘﻨﺎ ﻭﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩﺑﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺔ ﺍﻟﺨﺎﻟﻖ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻦ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﺒﺾ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﻳﻄﻮﻱ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺘﻪ ﺑﺎﻟﻤﺨﻠﻮﻗﺎﺕ. ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻗﺮﺃ ﻓﻲ ﺗﻤﺎﻡ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ } ﻫﻮ ﺍﻷﻭﻝ ﻭﺍﻵﺧﺮ ﻭﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﻭﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﻭﻫﻮ ﺑﻜﻞ ﺷﻲﺀ ﻋﻠﻴﻢ .{ ﻭﻫﺬﺍ ﻛﻠﻪ ﻋﻠﻰﺗﻘﺪﻳﺮ ﺻﺤﺘﻪ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﻗﺎﻝ : ﻭﻓﺴﺮﻩ ﺑﻌﺾ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺄﻧﻪ ﻫﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﻌﺾ ﺍﻟﺤﻠﻮﻟﻴﺔ ﻭﺍﻻﺗﺤﺎﺩﻳﺔ
ﻳﻈﻦ ﺃﻥ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻟﻬﻢ ﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ; ﻭﻫﻮ ﺃﻧﻪ ﺣﺎﻝ ﺑﺬﺍﺗﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﺃﻥ ﻭﺟﻮﺩﻩ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻷﻣﻜﻨﺔ ﻭﻧﺤﻮﺫﻟﻚ .ﻭﺍﻟﺘﺤﻘﻴﻖ : ﺃﻥ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻻ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺛﺎﺑﺘﺎ ﻓﺈﻥ ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6/573 ‏) } ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻰﺑﺤﺒﻞ ﻟﻬﺒﻂ { ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺪﻟﻲ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺒﻞ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻟﻮ ﻭﻻ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻭﺃﻧﻬﺎ ﺗﻘﺘﻀﻲ ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ; ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺗﺄﻭﻳﻠﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺗﺄﻭﻳﻼﺕ ﺍﻟﺠﻬﻤﻴﺔ ; ﺑﻞ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﺛﺒﻮﺗﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﺍﻻ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ .ﻭﺍﻹﺣﺎﻃﺔ ﻗﺪ ﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻋﻠﻢ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺇﺛﺒﺎﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻤﻠﺔ ﻣﺎ ﻳﺨﺎﻟﻒ
ﺍﻟﻌﻘﻞ ﻭﻻ ﺍﻟﺸﺮﻉ ; ﻟﻜﻦ ﻻ ﻧﺘﻜﻠﻢ ﺇﻻ ﺑﻤﺎ ﻧﻌﻠﻢ ﻭﻣﺎ ﻻ ﻧﻌﻠﻤﻪ ﺃﻣﺴﻜﻨﺎ ﻋﻨﻪ ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻘﺪﻣﺔ ﺩﻟﻴﻠﻪ ﻣﺸﻜﻮﻛﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻋﻨﺪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻛﺎﻥ ﺣﻘﻪ ﺃﻥ ﻳﺸﻚ ﻓﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺘﺒﻴﻦ ﻟﻪ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﺇﻻ ﻓﻠﻴﺴﻜﺖ ﻋﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ. ‏( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6/574

IBNU TAYMIYAH TEOLOGI EMBER

Dalam kutipan berikut ini dari salah satu kitab Ibnu Taimiyah,sebagai klarifikasi lanjutan dari keyakinan anthropomorphist, dalam pemahamannya tentang sebuah ĥadiitħ yang diriwayatkan oleh At-Tirmidħiyy. ĥadiitħ Ini jika di maknai harfiah terjemahnya: ". Jika salah seorang dari kalian menurunkan ember dengan tali, maka akan jatuh pada Allah" para ulama hadis tidak mengambil ĥadiitħ ini dgn secara makna harfiah, karena Allah bukan tubuh shgg menjadi sesuatu untuk bertemu,Mereka [muhaddis] mengatakan maknanya bahwa ember itu jatuh dengan
pengetahuan Allah.

Dalam pemahaman Ibnu Taimiyah itu di pahami secara literal dan antropomorfik.
Pemahaman Ibnu Taimiyah tentang ĥadiith menurunkan ember:
Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Majmuuu-l-Fataawaa [1]:
ﻓﺈﻥ ﻗﻮﻟﻪ : } ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻲ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺑﺤﺒﻞ ﻟﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ { ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻣﻔﺮﻭﺽ ; ﺃﻱ ﻟﻮ ﻭﻗﻊ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻟﻮﻗﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﻟﻜﻨﻪ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺪﻟﻲ ﺃﺣﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻴﺌﺎ ; ﻷﻧﻪ ﻋﺎﻝ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻫﺒﻂ ﺷﻲﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻗﻒ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻟﻢ ﻳﺼﻌﺪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻬﺔﺍﻷﺧﺮﻯ ﻟﻜﻦ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﻓﺮﺽ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ ‏( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ .- ‏(6/571 )
Sesungguhnya pernyataan  (Nabi) : ". Jika salah seorang dari kalian menurunkan ember dengan tali, maka akan jatuh pada Allah" Ini adalah pertimbangan yang mesti, yakni, jika terjadi menurunkan ember, maka akan jatuh pada-Nya,tetapi Hal ini tidak mungkin bagi siapa pun untuk menurunkan apapun pada Allah, karena dzat-Nya itu tinggi, dan jika ada sesuatu yang diturunkan ke bawah Bumi, maka akan berhenti di pusat bumi, dan tidak akan naik ke arah yang berlawanan ( dari sana). (6/571)

Dia lebih lanjut menjelaskan tentang konsep "menurunkan tali/ember", dengan mengatakan:
ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻣﺎ ﻳﻬﺒﻂ ﻣﻦ ﺃﻋﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﺇﻟﻰ ﺃﺳﻔﻠﻬﺎ - ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ - ﻻ ﻳﺼﻌﺪ ﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺇﻻ ﺑﺮﺍﻓﻊ ﻳﺮﻓﻌﻪ ﻳﺪﺍﻓﻊ ﺑﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﺗﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺒﻮﻁ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻓﺈﻥ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﺪﺍﻓﻊ ﺃﻗﻮﻯ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﻋﺪﺍ ﺑﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻠﻚ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻭﺻﻌﺪ ﺑﻪ ﺇﻟﻰﺍﻟﻠﻪ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺃﺫﻫﺎﻥ ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﺤﺎﺫﻱ ﺃﺭﺟﻠﻬﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﺎﺑﻄﺎ ﻭﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ .... ﻭﻫﻮﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﺣﻘﻴﻘﻴﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺪﺍ ﻟﻠﺤﺒﻞ ﻭﺍﻟﺪﻟﻮ ﻻ ﺇﺩﻻﺀ ﻟﻪ .... ﻭﻟﻜﻦ ﻓﺎﺋﺪﺗﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔﻭﺍﻟﻌﻠﻮ ....ﻭﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺔ ﺍﻟﺨﺎﻟﻖ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻦ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﺒﺾ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﻳﻄﻮﻱ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎﻓﻴﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺘﻪ ﺑﺎﻟﻤﺨﻠﻮﻗﺎﺕ. ‏(ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6 / 573-572 )
: Demikian juga, apa yang turun dari atas bumi ke bawah, yang merupakan pusat bumi, maka tidak naik dari bawah sana ke arah sebelumnya, kecuali dgn seseorang yang mengangkatnya, yang menolak turunnya tali ke bawah sampai pusat (yaitu tarikan gravitasi.) Jika ada yang mengangkat dgn kuat (dari tarikan gravitasi), maka akan bangkit ke atas menuju falak , dan akan meningkat naik kepada Allah.
dan hal itu disebut menurunkan", Itu hanya dari sudut pandang pemikiran para pendengar bahwa apa yang searah dengan kaki disebut jatuh .... walau pun itu benar-benar menurun sampai pusat (Bumi), dan yang ada hanya mengulurkan tali dan ember, dan bukan turun yang sebenarnya ..... ada pun faidah dari semua itu adalah menjelaskan meliputi dan tingginya Allah .... Tujuan (dari ĥadiith) adalah untuk menjelaskan bahwa Pencipta ( ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ) meliputi bumi sebagaimana di
jelaskan bahwa Dia menggenggam langit dan melipat bumi dan yang sejenisnya, yakni menjelaskan bahwa Dia meliputi seluruh diciptakan. (6/572-573)

lebih simpel di katakan oleh ibnu taemiyyah dalam Bayân Tadlîs al jahmiyah,2/225:
… ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ < ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻰ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺩﻟﻮﻩ ﻟﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ > ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﺷﻲﺀ ﺇﻟﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻬﺒﻮﻁ ﺷﻲﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻜﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﺤﺖ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻐﺮﺽ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﺍﻟﻤﻤﺘﻨﻊ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺘﻪ ﻣﻦ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺠﻬﺎﺕ ﻭﻫﺬﺍﺗﻮﻛﻴﺪ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﻓﻮﻕ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﻻ ﻣﻨﺎﻑ ﻟﺬﻟﻚ .
:“Seprti dalam hadis “andai seorang menjulurkan tali, pasti ia turun atas Allah.”
Dan seperti telah diketahui bahwa menjulurkan sesuatu ke sisi itu adalah mustahil, maka turunnya sesuatu kepada Allah juga mustahil. Dan adanya Allah di bawah sesuatu itu juga mustahil. Akan tetapi tujuan dari pengira-ngiraan itu yang mustahil itu adalah penjelasan akan Kemaha meliputinya Allah terhadap segala sisi. Dan ini adalah penguat bahwa Dia di atas langit di atas Arsy, bukan menyalahinya.

Dengan kata lain, menurut Ibnu Taimiyah, Allah adalah fisik yang ada sekitar sesuatu dengan batas-batas fisik, ukuran dan bentuk dengan mengelilingi semua sisi ciptaannya.

Dalam analisis akhir dari ĥadiith ini, Ibnu Taimiyah mengatakan:
ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺗﺄﻭﻳﻠﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺗﺄﻭﻳﻼﺕ ﺍﻟﺠﻬﻤﻴﺔ ; ﺑﻞ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﺛﺒﻮﺗﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﺍﻻ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ. ﻭﺍﻹﺣﺎﻃﺔﻗﺪ ﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻋﻠﻢ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺇﺛﺒﺎﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻤﻠﺔ ﻣﺎ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﻭﻻ ﺍﻟﺸﺮﻉ .
: Dan yang mentakwil hadis ini dengan ilmuNya/pengetahuanNya (Yaitu turunnya dengan pengetahuan Allah] itu jelas fasid dan termasuk jenis takwil Jahmiyy .

Sebaliknya, berdasarkan asumsi tetapnya ĥadiitħ itu , maka itu menunjukan meliputi Allah dan kita tahu bahwa Allah mampu utk mengelilingi mahlukNya dan di ketahui hal itu pada hari kiamat sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah. secara umum, dalam menetapkan ĥadiits ini, tdk bertentangan dengan akal atau syara (6/574)

Dan Pdahal imam tirmidzi mentakwil hadis itu dengan makna Ilmu Allah,ucapan Ibnu taimiyah itu di nuqil kan juga oleh ibnu qoyim dgn taqlid kpd gurunya dalam ktbnya al-Sawa'iq al-Mursalah hal 400:
( ﻭﺍﻣﺎ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻟﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﺷﻴﺨﻨﺎ : ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺗﺄﻭﻳﻼﺕ ﺍﻟﺠﻬﻤﻴﺔ ))"
artinya:bahwa ta'wil al Tirmidzi dan selainnya menurut Syaikh kami- bin Taymiyyah: "Ini adalah nyata fasidnya (zahiral fassad) termasuk dari jenis (Ta'wilat) Jahmiyyah ..!!

Penakwilan imam ulama salaf seperti at tirmidzi yg mana di terima dari salaf sblmnya,DI CAP sebagai "TAKWIL JAHMIYAH",..!!Begitu juga orang2 yg itba kpda ibnu taemiyah PADA MASA SEKARANG mengucapkan tuduhan yg sama kepada aswaja sbgmana ibnu taemiyah menuduh at tirmidzi.

Kesimpulan:
Di atas, menunjukkan bahwa Ibnu Taimiyah tidak hanya memiliki kecenderungan anthropomorphist,Dia percaya bahwa Allah adalah jisim dengan bentuk yang mengelilingi sesuatu/alam. Dia menyatakan bahwa Sang Pencipta ada diperbatasan alam.

Mari kita kembali mengingatkan tentang keyakinan Sunni dalam kaitannya dengan keyakinan Ibnu Taimiyah. Seorang ulama terkenal yg bernama Imam Abu Jafar At-Tahawi (.229-321 Hijrah / 828/920 M), juga ada pada era Salaf, Beliau menulis sebuah kitab yang sangat terkenal yang disebut ^ Al-Aqidah At-Tahawiyyah,ia menyebutkan bahwa subjek dari kitabnya itu adalah penjelasan tentang aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jammaah, yang juga merupakan aqidah Imam Abu Hanifah (salah seorang ulama empat madhab). Imam Abu Hanifah adalah salah satu
mujtahid salaf (80-150 H, 679/749 M). Imam Abu JaFAR At-Tahawi dalam KITABnya Al-^ Aqidah At-Tahawiyyah mengatakan:
ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﻭﺍﻟﻐﺎﻳﺎﺕ ﻭﺍﻷﺭﻛﺎﻥ ﻭﺍﻷﻋﻀﺎﺀ ﻭﺍﻷﺩﻭﺍﺕ. ﻻ ﺗﺤﻮﻳﻪ ﺍﻟﺠﻬﺎﺕ ﺍﻟﺴﺖ ﻛﺴﺎﺋﺮ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺎﺕ .
Artinya: "MAHA suci Allah dari batas , ujung , sisi , organ dan alat .dan Dia tdk terkandung oleh enam arah sebagaimana semua hal yang diciptakan "Keenam arah adalah (atas, bawah, depan, belakang, kiri dan kanan)..

Keenam arah yang utama itu diciptakan oleh Allah dan hanya berisi hal-hal yang diciptakan dan jika Allah terkandung oleh enam arah utama, maka akan menjadikan-Nya seperti segala sesuatu yang diciptakan, yang secara intelektual itu tidak mungkin, karena Allah Sang Pencipta itu kekal dan tak terbatas, tidak seperti ciptaan yang dibatasi.
===================================================
[1] ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ : ﻓﺈﻥ ﻗﻮﻟﻪ : } ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻲ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺑﺤﺒﻞ ﻟﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ { ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻣﻔﺮﻭﺽ ; ﺃﻱ ﻟﻮ ﻭﻗﻊ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻟﻮﻗﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﻟﻜﻨﻪ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺪﻟﻲ ﺃﺣﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻴﺌﺎ ; ﻷﻧﻪ ﻋﺎﻝ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻫﺒﻂ ﺷﻲﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻗﻒ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻟﻢ ﻳﺼﻌﺪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻟﻜﻦ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﻓﺮﺽ ﺍﻹﺩﻻﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ. ﻓﻬﻜﺬﺍ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ : ﺇﺫﺍ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪﻳﻘﺼﺪﻩ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻛﺎﻥ ﻫﻮ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻳﺴﻤﻊ ﻛﻼﻣﻪ ﻭﻛﺎﻥ ﻣﺘﻮﺟﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﻣﻤﺎ ﺗﻤﻨﻊ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﻔﻄﺮﺓ ; ﻷﻥ ﻗﺼﺪﺍﻟﺸﻲﺀ ﺍﻟﻘﺼﺪ ﺍﻟﺘﺎﻡ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﻗﺼﺪ ﺿﺪﻩ ; ﻓﻜﻤﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻟﻌﻠﻴﺎ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﺗﻨﺎﻓﻲ ‏(ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6 / 571 ‏) ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻟﺴﻔﻠﻰ
ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻗﺼﺪ ﺍﻷﻋﻠﻰ ﺑﺎﻟﺬﺍﺕ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﻗﺼﺪﻩ ﻣﻦ ﺃﺳﻔﻞ ﻭﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﻬﺒﻂ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﻑ ﺍﻷﺭﺽ ﻳﻤﺘﻨﻊ ﺻﻌﻮﺩﻩ ﺇﻟﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ -ﻷﻧﻬﺎ ﻋﺎﻟﻴﺔ - ﻓﺘﺮﺩ ﺍﻟﻬﺎﺑﻂ ﺑﻌﻠﻮﻫﺎ ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﺍﻟﻌﻠﻴﺎ ﻣﻦ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺗﺮﺩ ﻣﺎ ﻳﺼﻌﺪ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺜﻘﻴﻞ ﻓﻼ ﻳﺼﻌﺪ ﺍﻟﺜﻘﻴﻞ ﺇﻻ ﺑﺮﺍﻓﻊ ﻳﺮﻓﻌﻪ ﻳﺪﺍﻓﻊ ﺑﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﺗﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺒﻮﻁ ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻣﺎ ﻳﻬﺒﻂ ﻣﻦ ﺃﻋﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﺇﻟﻰ ﺃﺳﻔﻠﻬﺎ - ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ - ﻻ ﻳﺼﻌﺪ ﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺇﻻ ﺑﺮﺍﻓﻊ ﻳﺮﻓﻌﻪ ﻳﺪﺍﻓﻊ ﺑﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﺗﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺒﻮﻁ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻓﺈﻥ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﺪﺍﻓﻊ ﺃﻗﻮﻯ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﻋﺪﺍﺑﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻠﻚ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻭﺻﻌﺪ ﺑﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺃﺫﻫﺎﻥ ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﺤﺎﺫﻱ ﺃﺭﺟﻠﻬﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﺎﺑﻄﺎ ﻭﻳﺴﻤﻰ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﻣﻊ ﺗﺴﻤﻴﺔ ﺇﻫﺒﺎﻃﻪ ﺇﺩﻻﺀ ﻭﻫﻮ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﺣﻘﻴﻘﻴﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﻣﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﻧﻤﺎﻳﻜﻮﻥ ﻣﺪﺍ ﻟﻠﺤﺒﻞ ﻭﺍﻟﺪﻟﻮ ﻻ ﺇﺩﻻﺀ ﻟﻪ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ ﻭﺍﻟﺸﺮﻁ ﻣﻘﺪﺭﺍﻥ ﻻ ﻣﺤﻘﻘﺎﻥ . ﻓﺈﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻰ ﻟﻬﺒﻂ ; ﺃﻱ ﻟﻮ ﻓﺮﺽ ﺃﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﺇﺩﻻﺀ ﻟﻔﺮﺽ ﺃﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﻭﻫﻮ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﺩﻻﺀ ﻭﻫﺒﻮﻃﺎ ﺇﺫﺍ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﺗﺤﺖ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻣﻨﺘﻒ ; ﻭﻟﻜﻦ ﻓﺎﺋﺪﺗﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ ﻭﺍﻟﻌﻠﻮ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺟﺎﻧﺐ ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻔﺮﻭﺽ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻲ ﺣﻘﻨﺎ ﻻ ﻧﻘﺪﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻼ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺃﻥ ﻳﺪﻟﻲ ﻭﻻ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺃﻥ ﻳﻬﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻲﺀ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻳﺨﺮﻕ ﻣﻦ ﻫﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﻫﻨﺎﻙ ﺑﺤﺒﻞ ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺣﻘﻪ ﺇﺩﻻﺀ ﻓﻼ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺣﻘﻪ ﻫﺒﻮﻃﺎ ﻋﻠﻴﻪ . ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﺧﺮﻕ ﺑﺤﺒﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﻄﺐ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﻄﺐ ﺃﻭ ﻣﻦ ﻣﺸﺮﻕ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﺇﻟﻰ ﻣﻐﺮﺑﻬﺎ ‏(ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ -6/572 ‏) ﻭﻗﺪﺭﻧﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﺒﻞ ﻣﺮ ﻓﻲ ﻭﺳﻂ ﺍﻷﺭﺽ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻛﻠﻪ ﻭﻻ ﻓﺮﻕ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﺨﺮﻕ ﻣﻦ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﻣﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻴﺴﺎﺭ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺃﻣﺎﻣﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺧﻠﻔﻨﺎ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺭﺀﻭﺳﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﺔ ﺃﺭﺟﻠﻨﺎﺇﺫﺍ ﻣﺮ ﺍﻟﺤﺒﻞ ﺑﺎﻷﺭﺽ ﻓﻌﻠﻰ ﻛﻞ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻗﺪ ﺧﺮﻕ ﺑﺎﻟﺤﺒﻞ ﻣﻦ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻤﺤﻴﻂ ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺒﻪ ﺍﻵﺧﺮ ﻣﻊ ﺧﺮﻕ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰ ﻭﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﺇﺣﺎﻃﺔﻗﺒﻀﺘﻪ ﺑﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ ﻓﺎﻟﺤﺒﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪﺭ ﺃﻧﻪ ﺧﺮﻕ ﺑﻪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻭﺻﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﺇﺩﻻﺀ ﻭﻻ
ﻫﺒﻮﻃﺎ. ﻭﺃﻣﺎ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻴﻨﺎ ﻓﺈﻥ ﻣﺎ ﺗﺤﺖ ﺃﺭﺟﻠﻨﺎ ﺗﺤﺖ ﻟﻨﺎ ﻭﻣﺎ ﻓﻮﻕ ﺭﺀﻭﺳﻨﺎ ﻓﻮﻕ ﻟﻨﺎ ﻭﻣﺎ ﻧﺪﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺭﺀﻭﺳﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﻧﺎﺣﻴﺔﺃﺭﺟﻠﻨﺎ ﻧﺘﺨﻴﻞ ﺃﻧﻪ ﻫﺎﺑﻂ ﻓﺈﺫﺍ ﻗﺪﺭ ﺃﻥ ﺃﺣﺪﻧﺎ ﺃﺩﻟﻰ ﺑﺤﺒﻞ ﻛﺎﻥ ﻫﺎﺑﻄﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻫﻨﺎﻙ ﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻓﻲ ﺣﻘﻨﺎ ﻭﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩﺑﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺔ ﺍﻟﺨﺎﻟﻖ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻦ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﺒﺾ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﻳﻄﻮﻱ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﺑﻴﺎﻥ ﺇﺣﺎﻃﺘﻪ ﺑﺎﻟﻤﺨﻠﻮﻗﺎﺕ. ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻗﺮﺃ ﻓﻲ ﺗﻤﺎﻡ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ } ﻫﻮ ﺍﻷﻭﻝ ﻭﺍﻵﺧﺮ ﻭﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﻭﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﻭﻫﻮ ﺑﻜﻞ ﺷﻲﺀ ﻋﻠﻴﻢ .{ ﻭﻫﺬﺍ ﻛﻠﻪ ﻋﻠﻰﺗﻘﺪﻳﺮ ﺻﺤﺘﻪ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﻗﺎﻝ : ﻭﻓﺴﺮﻩ ﺑﻌﺾ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺄﻧﻪ ﻫﺒﻂ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﻌﺾ ﺍﻟﺤﻠﻮﻟﻴﺔ ﻭﺍﻻﺗﺤﺎﺩﻳﺔ
ﻳﻈﻦ ﺃﻥ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻟﻬﻢ ﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ; ﻭﻫﻮ ﺃﻧﻪ ﺣﺎﻝ ﺑﺬﺍﺗﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﺃﻥ ﻭﺟﻮﺩﻩ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻷﻣﻜﻨﺔ ﻭﻧﺤﻮﺫﻟﻚ .ﻭﺍﻟﺘﺤﻘﻴﻖ : ﺃﻥ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻻ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺛﺎﺑﺘﺎ ﻓﺈﻥ ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6/573 ‏) } ﻟﻮ ﺃﺩﻟﻰﺑﺤﺒﻞ ﻟﻬﺒﻂ { ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺪﻟﻲ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺒﻞ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻟﻮ ﻭﻻ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻭﺃﻧﻬﺎ ﺗﻘﺘﻀﻲ ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ; ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺗﺄﻭﻳﻠﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺗﺄﻭﻳﻼﺕ ﺍﻟﺠﻬﻤﻴﺔ ; ﺑﻞ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﺛﺒﻮﺗﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﺍﻻ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ .ﻭﺍﻹﺣﺎﻃﺔ ﻗﺪ ﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻋﻠﻢ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺇﺛﺒﺎﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻤﻠﺔ ﻣﺎ ﻳﺨﺎﻟﻒ
ﺍﻟﻌﻘﻞ ﻭﻻ ﺍﻟﺸﺮﻉ ; ﻟﻜﻦ ﻻ ﻧﺘﻜﻠﻢ ﺇﻻ ﺑﻤﺎ ﻧﻌﻠﻢ ﻭﻣﺎ ﻻ ﻧﻌﻠﻤﻪ ﺃﻣﺴﻜﻨﺎ ﻋﻨﻪ ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻘﺪﻣﺔ ﺩﻟﻴﻠﻪ ﻣﺸﻜﻮﻛﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻋﻨﺪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻛﺎﻥ ﺣﻘﻪ ﺃﻥ ﻳﺸﻚ ﻓﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺘﺒﻴﻦ ﻟﻪ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﺇﻻ ﻓﻠﻴﺴﻜﺖ ﻋﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ. ‏( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ - 6/574