ANALISA PEMBAGIAN BID’AH MENJADI BID’AH DINIYYAH (AGAMA) DAN BID’AH DUNYAWIYYAH (DUNIA)
Bismillah,
Jika seseorang membagi bid’ah dalam kategori bid’ah yang baik atau “BID’AH HASANAH” dan “BID’AH SAYYI’AH” sungguh memiliki landasan hukum, setidaknya berhujjah dengan pernyataan Sayyidina Umar ra, ketika dengan tegas mengomentari penghimpunan jama’ah tarowih dengan kalimat “NI’MATIL BID’ATU HADZIHI”. Apapun yang dikehendai Sayyidina Umar dengan kata Bid’ah dalam ucapan beliau, apakah Bid’ah menurut bahasa, atau bid’ah dalam istilah Syar’i. Yang pasti beliau telah menyatakan adanya bid’ah yang baik.
Begitu juga sikap awal Kholifah Abubakar ra, dan sahabat Zaid bin Tsabit ra, ketika menerima usulan menghimpun al qur’an, hal ini tercermin dari pernyataan beliau berdua :
كَيْفَ تَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“ Bagaimana anda mau melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rosululloh saw? ”
Bukankah ini indikasi kuat terhadap kekhawatiran beliau untuk terjerumus kedalam bid’ah sesat? Sekaligus mengisyaratkan bahwa gagasan Umar ra, untuk menghimpun al qur’an adalah bid’ah. Lantas apakah setelah beliau bertiga(yang juga di-ijma’i oleh para sahabat yang lain) menghimpun al qur’an, kita berani menganggap tindakan mereka adalah bid’ah sesat?
Inilah salah satu dari diantra sekian banyak hujjah para Ulama’ kami membagi bid’ah menjadi setidaknya dalam dua kategori, yakni “ BID’AH HASANAH/MAHMUDAH” dan “ BID’AH SAYYI’AH/ MADZMUMAH “
Lantas atas dasar apa Bid’ah dibagi dalam kategori “BID’AH AGAMA“ dan “BID’AH DUNIA“ ?
Jika kita analisa ternyata pembagian ini bermula dari kebuntuan setelah mengeneralisir (tanpa kecuali) kata كل dalam hadits كل بدعة ضلالة, yang mengakibatkan sulitnya dan hampir mustahil untuk menjalani roda kehidupan. Bayangkan jika segala yang tidak pernah dicontohkan Nabi saw maupun para sahabat ra, adalah Bid’ah sesat (tanpa kecuali), emang kita mau naik hajji pakai onta? Berawal dari kenyataan ini muncullah solusi yang dipaksakan yakni membagi bid’ah dalam kategori “BID’AH AGAMA“ dan “BID’AH DUNIA“ .
Kelemahan pembagian Bid’ah dalam kategori “BID’AH AGAMA“ dan “BID’AH DUNIA“ atau menganggap urusan dunia bukan bid’ah dan tidak perlu dipermasalahkan:
- Pembagian ini tidak terdapat contohnya baik dari Rosululloh saw maupun para sahabat dan generasi Islam awal. Jika mereka (salafi/wahabi) konsisten dengan konsep mereka tentang bid’ah, seharusnya pembagian ini masuk kategori “BID’AH DHOLALAH”. Dan menurut kami inilah contoh Bid’ah Dholalah, dimana mereka membuat ketetapan dalam agama yang tidak bersumber dari dalil-dalil agama.
- Membagi bid’ah dalam kategori :
“BID’AH AGAMA“ dengan mengacu pada hadits: من احدث في امرنا ما ليس منه فهو رد
“BID’AH DUNIA“ dengan mengacu pada hadits : انتم اعلم بامور دنياكم “Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian”.
Itu adalah sikap ceroboh dan memaksakan dalam mencari sandaran hujjah (dalil) yang pada akhirnya menimbulkan kerancuan. Berikut bukti lemahnya hujjah tersebut sekaligus dampak (kerancuan) yang ditimbulkannya:
Jika yang dimaksud bid’ah sesat dalam agama adalah : Menetapkan sesuatu yang tidak pernah ditetapkan oleh Syari’ (Alloh melalui Rosul-Nya) dalam arti mewajibkan apa yang tidak diwajibkan agama, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan agama, mensunnahkan atau memakruhkan sesuatu tidak dengan dalil-dalil syar’i, maka kami sepakat. Namun ketika membagi bid’ah dengan “BID’AH DUNIA” dengan bersandar pada hadits diatas, akan menimbulkan pemahaman: Bahwa segala sesuatu yang baru dalam urusan dunia, tidak memiliki konsekwensi hukum apapun. Bukankah orang bodoh yang tolol saja mengerti bahwa tidak semua urusan dunia ini baik? Sebagian ada yang baik (hasanah) dan sebagian ada yang buruk (sayyi’ah)
- Pembagian ini tidak memperhatikan metode para salaf as sholih dalam memahami nash-nash agama. Coba anda perhatikan Imam Bukhori menempatkan Hadits: وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ diantaranya pada bab “Najsy” (tindakan curang dalam jual beli), maka pertanyaannya sekali lagi adalah : Benarkah Bid’ah Dunia tidak memiliki konsekwansi apa-apa?
Wallohu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar